Setelah di khianati dengan keji oleh kekasihnya, Gilang berencana membalaskan dendam dengan hidup bahagia dan menikahi bibi mantan kekasihnya.
Siapa sangka, wanita dingin yang merupakan bibi kekasihnya itu ternyata lebih sadis dari dugaan Gilang. Berniat menaklukan, justru Gilang kini harus rela di taklukan.
Mampukah Gilang mendapatkan hati wanita yang berusia lebih tua darinya itu?
Simak kisahnya, jangan loncat bab/ nabung bab/ hanya lewat.
Di larang melakukan spam apa lagi bom like!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Nyaman
"Aku akan mengatakannya setelah urusan ini selesai. Lagi pula aku merasa tidak keberatan bila kamu mengartikan hal ini sebagai perhatian berlebih atau apalah itu, aku hanya berharap agar kamu mempertimbangkan aku untuk melakukan hal yang lebih." Gilang tak mengatakan keinginan hatinya, rasanya terlalu tidak manis bila mengatakan hal itu saat ini pikir Gilang.
"Baiklah, aku juga sebaiknya pulang. Tidak di sini, dan tidak mengharapkan jawab lebih." Kinan akhirnya balik Kanan, dia tak mau membuat perasaannya memiliki harapan yang lebih dalam lagi, kakinya melangkah dengan pikirannya yang gundah.
"Tunggu Kinan!" Gilang menghentikan langkah Kinan, Kinan mematung.
"Apa kamu marah?" Gilang merasa tidak enak hati sendiri, Kinan tak menjawab apa-apa dan akhirnya melangkah pergi.
"Haah!" Gilang menghela nafas panjang, dia tak bisa menahan Kinan ataupun melarang Kinan untuk pergi.
Kinan pada akhirnya pulang ke apartemennya, rumahnya terlalu sepi dan mungkin akan membebani pikiran Kinan. Di apartemennya juga memang sunyi, namun setidaknya Kinan akan leluasa melakukan banyak hal di sana.
Kinan sendiri seakan mau gila di perlakukan oleh Gilang seperti itu, bagaimanapun juga bagi Kinan status adalah hal yang sangat penting untuk sebuah hubungan.
"Dasar gila! Aku di suruh menikmati perhatian sebesar itu dengan nyaman. Gak mikir apa kalo aku sendiri juga butuh sebuah kepastian!" Gerutu Kinan saat dirinya sudah sampai di apartemennya.
"Lagi kucel bin dekil kaya gini malah di seret masuk ke perusahaannya. Memang dia gak mikir apa dengan pandangan orang lain? Bisa-bisa orang lain ngira kalo dia habis mungut orang gila!" Gerutu lagi Kinan, dia menghempaskan tubuhnya ke atas sofa.
"Bisa gila aku!" Kinan menekan keningnya yang berdenyut, rasanya payah sekali seorang Kinan yang sedang memikirkan perasaannya sendiri.
Gilang yang berada di perusahaannya nampak frustasi juga, ucapan dan tingkah Kinan sudah membebani pikiran dan jiwanya. Bukan hanya itu, saat ini penggelapan dana perusahaan yang di lakukan oleh bawahannya juga mengancam ketidak stabilan perusahaan itu.
"Apa aku pakai uang pribadi aja dulu ya?" Pikir Gilang, dia tak mau belarut-larut dalam urusan perusahaan. Dia ingin segalanya lancar tanpa terkecuali.
"Nay? Kamu sudah melaporkannya pada pihak terkait bukan?" Tanya Gilang, Nayla yang merupakan sekertaris Gilang mengangguk membenarkan.
"Sudah Pak, dia juga sudah di periksa oleh pihak berwajib saat akan melarikan diri ke luar Negri." Jawab Nayla, Gilang mengangguk.
"Menunggu uang perusak kembali agaknya membutuhkan waktu yang agak lama, selain itu beberapa proyek sedang berjalan dalam keadaan inti yang sangat menentukan keberhasilannya." Gumam Gilang, Nayla mengangguk membenarkan.
"Bahkan beberapa proyek yang kini di jalankan akan menghasilkan jumlah yang sangat besar, bila terus berlanjut seperti ini. Takutnya, proyek itu akan gagal dan perusahaan mengalami kerugian yang besar." Ucap Nayla membenarkan kembali ucapan Gilang.
"Baiklah, lanjutkan semua proyek yang ada. Jangan biarkan sedikitpun terkendala."Gilang memutuskan untuk menyelamatkan perusahaannya dengan caranya sendiri.
"Baik Pak, saya akan melakukan sesuai dengan perintah." Gilang mengangguk dan membiarkan sekertarisnya itu pergi dari ruangan itu.
Gilang menatap jam dinding yang sudah menampakkan sore hari, warna jingga juga nampak sudah menghiasi seluruh sudut kota.
"Sekarang satu lagi urusan ku, aku akan melakukannya dengan baik." Gilang tersenyum, Gilang bahkan tidak sarapan dan makan siang. Dia tak sempat memikirkan tubuhnya sendiri karena pekerjaannya yang banyak.
"Aku lapar, jadi pengen di buatin sesuatu sama Kinan." Gumam Gilang, dia memiliki ide jahil yang akan membuat Kinan klepek-klepek kepadanya.
Gilang ke luar ruangannya, dia berpesan pada bawahannya agar jangan ada yang menyentuh barangnya karena dia hanya akan ke luar sebentar.
Gilang pergi ke sebuah toko perhiasan. Gilang tak mau berpacaran dengan Kinan, Gilang merasa dirinya dan Kinan sudah cukup dewasa untuk melakukan hal yang jauh dari kata pacaran saja.
Sedangkan di tempat lain, Kinan dan Ibu Sani baru saja makan. Mereka juga bersenda gurau dan menghibur Eyang Putri, meski beberapa kali Eyang Putri mengenai keinginannya untuk menyatukan Kinan dan Gilang.
Kinan juga selalu menghindar dengan baik, dia juga tidak bisa memberikan kepastian mengenai kedekatannya dengan Gilang. Kinan ingin memastikan dulu statusnya bagi Gilang itu apa?
Selain karena Gilang 4 tahun lebih muda darinya, Kinan juga merasa bila dirinya hanya di gunakan Gilang untuk melakukan pelampiasan saja.
Sore itu Gilang memilih sebuah cincin untuk dia gunakan sebagai lamarannya pada Kinan, dia tidak mau menunda lebih lama lagi. Meski tabungannya mungkin saat ini sangat tidak mendukung untuk melakukan lebih dari itu.
Gilang berjalan menuju kantornya kembali, Gilang juga agaknya tahu ulah siapa kekacauan ini. Tapi Gilang juga harus melakukan segala sesuatunya dengan pikiran yang matang.
Perasaan Gilang pada Kaila mungkin memang sangat tulus sebelumnya, namun saat melihat wajah asli Kaila yang sangat beracun membuat hati Gilang menjadi muak. Tak ada sedikitpun perasaan dari masa lalunya itu tersisa selain muak.
Gilang memesan beberapa makanan ringan dan kembali bekerja hingga larut malam, Ayah Alfath juga saat ini memutuskan untuk ke rumah sakit menggantikan Ibu Sani yang nampaknya sudah sangat kelelahan.
"Ayah sudah pulang?" Kinan mengecup punggung tangan Ayah Alfath, dia juga menatap jam dinding yang menandakan waktu sudah sangat larut.
"Ayah pasti lelah, biar aku saja yang jaga Eyang." Kinan memberikan penawaran, Ayah Alfath menggelengkan kepalanya cepat.
"Tidak Kinan, Ayah sangat berterima kasih karena kamu sudah menjaga Eyang saat Ayah sibuk. Sekarang giliran Ayah yang melakukan peran sebagai anak." Ucap Ayah Alfath, Kinan tersenyum dan mengangguk.
"Baiklah Ayah, Kinan juga akan pulang ke Apartemen." Kinan membereskan barangnya, meski Kinan belum sempat membeli kendaraan.
"Kalo gitu Kinan pamit pulang dulu ya Ayah, Assalamualaikum." Kinan mengecup punggung tangan Ayah Alfath dan Ibu Sani bergantian.
Kinan pada akhirnya berjalan menuju ke arah depan rumah sakit, di depan sana nampak sosok dokter muda yang nampak hendak pulang juga. Kinan merasa tidak nyaman dengan dokter tersebut, sejak awal mereka bertemu Kinan memang sudah tahu maksud dari tingkah dokter itu, namun Kinan tak begitu menghiraukannya.
"Kinan?" Teriak Alan dari dekat mobilnya, Kinan menghela nafas, susah payah Kinan menghindar pria itu justru menyapanya lebih dahulu.
"Kinan?" Teriak orang lain yang baru saja tiba dengan mobilnya, entah kenapa melihat sosok yang baru tiba itu membuat perasaan Kinan jadi tenang.
"Situasi macam apa ini?" Gumam Kinan, dia tahu ada peperangan tak kasat mata saat ini. Kinan juga tak bisa memilih di antara keduanya, meaki hati Kinan cenderung lebih nyaman bersama Gilang.
jadi penasaran apa keunggulan seorang Dila dibandingkan dengan Gilang, apakah lebh perhatian ?
eh bener nggak?
Ayoklah Gilang demi masa depan loh..