Sekuel Novel Cincin yang Tertinggal
Kisah seorang laki-laki yang mengejar cinta wanita berhijab namun tak pernah berbalas. Hanya karena sesuatu yang terjadi akhirnya laki-laki itu mau menikahi wanita tersebut walaupun terpaksa.
Menikah dengan orang yang sangat dicintai adalah
impiannya namun menjadi pengantin pengganti bukanlah keinginannya.
Akankah rumah tangganya langgeng?
Yuk ikuti kisah mereka yang seru, menarik dan inspiratif hanya di Bukan Aku yang Kau Cinta.
Like, komeng and subcribe Terima kasih💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18 Kejujuran Kasdun
"Silakan kamu tanda tangani surat perceraian kita!" Tiara memberikan map coklat yang berisi surat gugatan cerai tepat di dada Kasdun.
Kasdun membuka map tersebut kemudian menarik nafas dengan pelan.
"Masuk saja dulu tidak enak dilihat tetangga!" Ajak Kasdun tenang walaupun ia tahu tetangganya banyak yang pekerja jadi suasana di gangnya terlihat sepi.
"Tidak perlu, aku di luar saja. Di dalam pasti panas. Sudah cepetan tanda tangani suratnya!"
"Kamu niat sekali Tiara, tidak menyesal sudah minta cerai denganku?"
"Ya engga lah. Cinta sejatiku sudah menunggu di rumah sakit."
"Kamu tidak takut kalau Blu tahu ternyata kamu pernah menikah denganku, kemarin kamu engga mau jujur padanya bukan?"
"Kalau kamu tidak cerewet Blu tidak akan tahu kebenarannya, jadi lebih baik kamu diam jangan pernah memberikan informasi apapun tentang pernikahan kita saat itu. Anggap semuanya tidak pernah terjadi. Kamu paham!"
Kasdun menarik bibirnya.
"Kamu tenang saja aku tidak akan melakukan kebodohan yang kedua kalinya. Yang harus kamu ingat kebohongan pasti akan tercium juga karena pelaku drama pernikahan yang kita lakukan bukan hanya kita tapi teman-teman Blu banyak yang hadir. Jadi tidak menutup kemungkinan mereka akan memberitahukan kebenarannya pada Blu."
"Aku tidak peduli. Karena aku tahu Blu sangat mencintaiku. Cinta sejati akan mempertahankan cintanya walaupun pasangannya melakukan kesalahan." Hati Tiara sebenarnya tidak menentu, dia khawatir apa yang diucapkan Kasdun akan terjadi.
"Oh ya? Semoga saja. Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kehidupanmu Tiara. Semoga kamu menemukan kebahagiaan setelah berpisah denganku." Kasdun menyerahkan map tersebut dengan hati yang lapang.
"Oh tentu saja. Terima kasih doanya Abang Kasdun." Senyum Tiara mengembang setelah melihat surat gugatan cerai sudah ditandatangani oleh mantan suaminya. Ia langsung pergi meninggalkan Kasdun yang kini tengah menatap punggung istrinya bersama sekelumit kenangan hidup bersama di rumah yang sangat sederhana itu.
Kasdun segera pergi dari rumah tersebut begitu teringat ada janji akan menemui Bapak Aiman Rizki seorang anggota dewan provinsi. Entah apa yang akan dibicarakan pada pertemuan nanti yang pasti ada suatu kebanggaan dalam hatinya bisa diundang ke rumahnya.
Rumah megah berlantai dua dengan pintu pagar yang cukup tinggi berada di sebuah perumahan elit di kawasan kota Tangerang. Di depan rumah terdapat sebuah taman yang begitu indah dan asri sehinggga rumah tersebut terlihat begitu nyaman untuk ditinggali.
"Silakan Mas tunggu di ruang tamu! Bapak sebentar lagi turun." Ujar pelayan mempersilakan Kasdun untuk memasuki ruang tamu.
Kasdun tidak langsung duduk, ia mengedar pandangan ke beberapa hiasan yang menggantung di dinding. Di sana terdapat foto keluarga yang memamerkan foto Keira yang belum mengenakan hijab. Selintas teringat dengan pertemuan pertama kali bersama Keira sehingga ia manarik sudut bibirnya mengenang masa lalu yang begitu indah. Cukup lama dia terpekur menikmati foto yang menempel di dinding.
"Jangan terlalu lama dipandangi nanti jatuh cinta loh!" Suara bariton seorang laki-laki menyentakkan lamunannya.
"Eh Bapak maaf." Kasdun langsung menghampiri seorang laki-laki gagah yang usianya sudah memasuki 50 tahun.
"Ya silakan duduk!" Pak Aiman mempersilakan tamunya untuk duduk dan menikmati hidangan yang sudah disediakan sebelumnya. Tersaji gelas air mineral dan toples-toples yang berisi kue dan makanan ringan.
"Sudah lama berteman dengan Keira?" Tanya Pak Aiman berbasa-basi.
"Belum ada setahun pak. Saat itu dia salah satu penumpang di angkot saya." Jawab Kasdun jujur.
"Oh ya? Dia sempat cerita pada mamanya satelah pertemuan itu Keira mengalami banyak perubahan yang cukup drastis."
"Maaf Pak kalau perubahan Keira tidak berkenan di hati Bapak dan Ibu. Saya hanya sekedar mengingatkan saja agar dia lebih sopan dalam berpakaian dan bersikap. Saya tidak ada maksud apa-apa. Apalagi pertama kali bertemu Keira mengaku dirinya bernama Neneng, seorang mahasiswa yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai penjual cilok di kampusnya." Jelas Kasdun merasa tidak enak hati.
Pak Aiman tertawa.
"Justru Bapak mau bilang terima kasih kamu sudah mau mengingatkan Keira. Padahal sebelumnya mamanya sering menyuruhnya mengenakan hijab tapi banyak saja alasan yang ia kemukakan ternyata kamu membawa perubahan positip dalam hidupnya."
"Ah itu hanya kebetulan saja Pak. Hidayah sudah datang melalui lidah saya." Kasdun merasa dirinya masih belum bisa memberikan yang terbaik untuk orang di sekelilingnya terutama Keira.
"Ngomong-ngomong Keiranya mana Pak kok tidak kelihatan. Katanya Keira sudah pulang dari rumah sakit?"
"Iya semalam pulang. Sekarang dia pergi menemui kekasihnya, kangen katanya." Kalimat tersebut berhasil membuat raut wajah Kasdun berubah pias.
Kasdun merasa hilang harapan bisa mengenal Keira lebih dekat lagi. Ternyata Keira memiliki kekasih yang lebih pantas dibandingkan dia yang hanya seorang duda perjaka. Kemungkinan beaar kekasih Keira lebih mapan, lebih ganteng dan kelebihan lainnya yang bertolak belakang dengan dirinya. Ya Kasdun sadar diri, ia tidak berarti apa-apa. Apalagi begitu tahu kalau Keira bukan wanita sembarangan. Ia merasa ciut begitu tahu Keira anak seorang pejabat pemerintah yang cukup terkenal di kotanya.
"Hei kenapa kok melamun?"
"Engak apa-apa Pak. Maaf saya terbawa suasana. Saya ikut senang Keira sudah memiliki kekasih tetapi alangkah lebih baiknya mereka langsung dihalalkan saja pak agar tidak melakukan dosa setiap hari."
"Oh tentu, tentu saja. Saya akan secepatnya urus pernikahan mereka. Memang tidak baik bukan pacaran terlalu lama?"
"Iya pak." Kasdun tersenyum hambar.
"Kamu sendiri gimana sudah punya calon belum?"
"Saya?"
"Iya kamu. Apa kamu juga sudah punya calon istri?"
"Saya baru saja bercerai pak." Ucap Kasdun jujur.
"Apa! Jadi kamu pernah menikah?"
"Iya Pak. Banyak yang tidak tahu dengan pernikahan kami termasuk keluarga saya."
"Kok bisa? Kamu merahasiakan pernikahan dari keluargamu dan sekarang sudah bercerai?" Pak Aiman geleng-geleng kepala tidak percaya dengan cerita yang dikemukakan Kasdun.
"Iya Pak. Pernikahan kami gagal karena mantan istri mencintai orang lain dan tidak menghargai saya sebagai suami. Padahal sebelumnya saya juga tahu kalau dia lebih mencintai orang lain dari pada saya dan lebih sakit lagi ketika dia merendahkan saya karena nama dan pekerjaan saya yang tidak mapan."
"Kenapa kalian sampai menikah? Padahal kamu merasa tersakiti"
"Kami menikah karena terpaksa Pak. Saya hanya sebagai pengantin pengganti yang saat itu kekasih mantan istriku tidak datang saat acara ijab kabul. Ternyata kekasihnya mengalami kecelakaan. Begitu tahu hal itu dia lebih memilih meninggalkan saya. Saya hanya menolong keluarganya agar mereka tidak malu kalau anak gadisnya tidak jadi nikah. Itu pun karena keluarganya yang memohon agar saya menggantikan posisi laki-laki itu. Tapi saya merasa lega. Saya tidak bisa hidup dengan orang yang sama sekali tidak mau menghargai pengorbanan suami. Saya menyerah ketika dia merengek minta dijatuhi talak."
"Ya Allah maaf Pak tidak seharusnya saya mengatakan hal ini pada Bapak apalagi Bapak bukan siapa-siapanya saya. Astagfirullah saya keceplosan Pak, maaf." Kasdun tersadar setelah mengungkapkan kebenaran tentang hidupnya. Ia menyesal sudah mengatakan masa lalunya yang seharusnya ia kubur bersama luka yang ada di dalam hatinya.