NovelToon NovelToon
Nabil Cahaya Hidupku

Nabil Cahaya Hidupku

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Anak Genius / Anak Yatim Piatu
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Nabil seorang anak berkepala besar
bayu ayahnya menyebutnya anak buto ijo
Sinta ibu bayu menyebuutnya anak pembawa sial
semua jijik pada nabil
kepala besar
tangan kecil
kaki kecil
jalan bungkuk
belum lagi iler suka mengalir di bibirnya
hanya santi yang menyayanginya
suatu ketika nabil kena DBD
bukannya di obati malah di usir dari rumah oleh bayu
saat itulah santi memutsukan untuk meninggalkan bayu
demi nabil
dia bertekad memebesarkan nabil seorang diri
ikuti cerita perjuangn seorang ibu membesarkan anak jenius namun dianggap idiot

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

nabil

Waktu terus berlalu. Tak terasa sudah empat bulan sejak Santi dan Bayu berpisah. Sejak hari itu, hidup Santi memang tak lagi penuh tekanan, tapi bagaimana dengan Bayu?

Bayu kini menjadi pegawai tetap di sebuah perusahaan swasta tak jauh dari rumah ibunya, Sinta. Baru sebulan bekerja, gajinya cukup untuk membayar seorang pembantu rumah tangga. Hal itu membuat Sinta berhenti merengek soal membawa kembali Santi. Ia akhirnya puas karena rumahnya kembali bersih dan rapi tanpa harus mengerjakan semuanya sendiri.

“Alhamdulillah, Bayu… kamu sekarang jadi karyawan tetap. Itu semua karena kamu sudah bercerai sama Santi,” ujar Sinta dengan nada puas, duduk di ruang tengah sambil menyeruput teh manis.

“Iya, Bu,” jawab Bayu datar, tanpa semangat.

Sinta memicingkan mata. “Kenapa kamu kayak nggak senang, Yu?”

Bayu menghela napas. “Bu, bisa nggak… kita nggak usah pakai pembantu?”

Sinta langsung menoleh tajam. “Terus siapa yang mau beresin rumah? Emangnya kamu pikir Ibu ini pembantu?”

“Di rumah ini ada tiga perempuan, Bu. Ibu, Tia, dan Intan. Masa nggak ada satu pun yang bisa beresin rumah? Aneh banget, Bu,” ucap Bayu jengkel.

Sinta langsung merengut. “Itu semua salah kamu! Kamu yang nggak bisa bawa Santi balik ke rumah. Kalau dia masih di sini, semua beres!”

Bayu menunduk, wajahnya menyimpan luka yang tak terlihat. “Ibu nggak tahu saja sekarang Santi berubah, Bu.”

“Berubah gimana, Yu?”

“Dia sekarang galak. Aku beberapa kali ke rumahnya, malah hampir dihajar Heru, adiknya. Santi juga nggak lagi seperti dulu. Mereka kayak psikopat, Bu. Matanya tajam banget lihat aku.”

Sinta tertawa sinis. “Ah, payah banget kamu, Yu. Dulu kamu galak sama dia, sekarang dia galak dikit aja takut. Kamu harus nikah lagi, deh. Cari yang kayak Santi!”

Bayu mengernyit, bingung. “Aku nggak salah denger, kan? Bukannya Ibu dulu benci banget sama Santi? Sekarang nyuruh aku cari yang kayak dia?”

“Ya, cari yang bodoh kayak Santi! Yang bisa kita suruh-suruh, Yu! Jangan yang suka ngelawan!”

Bayu menggeleng. “Malas, Bu. Aku pusing. Tiap hari di rumah ini ribut terus. Mending sekarang punya pembantu aja. Dan... aku bakal cari cewek yang kaya, Bu.”

Sinta tersenyum bangga. “Nah, gitu dong. Kamu udah pinter. Tapi inget ya, jangan cari yang pinter!”

Bayu melirik ibunya. “Kenapa nggak boleh cari yang pinter?”

“Ya nanti minterin kamu, Yu!” jawab Sinta sambil tertawa, seolah semua yang terjadi selama ini hanyalah permainan.

Santi duduk di kursi kayu yang sudah mulai goyah, di depan meja kecil yang permukaannya dipenuhi coretan masa lalu. Di belakangnya, tumpukan buku tersusun rapi di rak sederhana. Beberapa sampul sudah lusuh, sebagian lainnya nyaris sobek. Itu semua dibaca Nabil selama empat bulan terakhir—bukan seperti membaca pada umumnya, tapi seperti bermain-main dengan halaman, membalik lembar demi lembar, menyentuh setiap kata, menatap setiap gambar, dan entah bagaimana... dia mengingat semuanya.

Anak itu memang belum sepenuhnya paham isi buku-buku itu. Tapi tanyakan satu halaman saja, ia akan menjawab dengan hafalan yang menakjubkan. Seolah ingatannya jauh lebih tajam dibandingkan orang dewasa yang hidup dalam rutinitas dan kelupaan.

Santi menarik napas dalam, lalu membuka sebuah kaleng biskuit tua yang kini berfungsi sebagai kotak penyimpanan uang mereka. Kaleng itu berisi harapan. Setiap lembar uang yang diselipkan ke dalamnya adalah hasil dari kerja keras, cucuran peluh, dan cinta seorang ibu.

Belum sempat ia membuka tutupnya, suara kecil yang tenang memecah keheningan.

“Jika setiap hari mamah menyimpan tiga puluh ribu, dalam seratus dua puluh dua hari, maka jumlahnya tiga juta enam ratus enam puluh ribu rupiah,” ucap Nabil datar, sambil terus membalik halaman sebuah buku tua.

Santi tersenyum kecil, terkagum.

“Sepertinya lebih, Nak. Karena mamah beberapa kali cuma masukin dua puluh ribu. Tapi berapa kali ya, mamah lupa…”

Nabil berhenti membalik buku. “Lima kali. Jadi total uangnya tiga juta tujuh ratus enam puluh ribu,” katanya sambil menatap mamahnya dengan mata jernih, polos, tapi menyimpan logika yang tajam.

Santi mengangguk, lalu mulai menghitung uang di kaleng itu dengan hati-hati. Tangannya sibuk, namun pikirannya jauh melayang. Anaknya, anak yang disebut “tidak normal” oleh dunia, justru punya cara berpikir yang lebih rapi dari kebanyakan orang dewasa.

Di seberangnya, Nabil kembali membalik halaman buku. Ia tidak membaca dengan mata, tapi dengan hati. Dan mungkin, di dunia kecilnya, itu lebih dari cukup.

Santi masih menghitung lembar-lembar uang di atas meja. Jemarinya bergerak perlahan, sesekali berhenti untuk memastikan tak ada yang terlewat. Namun pikirannya mulai buyar ketika dari sudut ruangan, suara Nabil terdengar lirih.

“Mah, siapa presiden pertama Indonesia?” tanya Nabil pelan, duduk bersila di lantai dengan mata berbinar.

“Ir. Soekarno, Nak,” jawab Santi sambil tetap menghitung lembaran uang yang sudah dipisah-pisahkan menurut nominalnya.

“Aku ceritakan ya, Mah? Selama ini kan Mamah suka cerita si Kancil dan si Buaya. Sekarang, aku yang cerita. Tapi ini tokoh nyata ya, Mah.”

Santi tersenyum. Ia merapikan lembar lima ribuan yang agak lecek.

“Ya, ceritakanlah, Nak. Mamah sambil hitung uang, ya.”

“Iya Mah. Tapi pisahkan dulu gambar yang sama, biar Mamah gampang hitungnya.”

“Wah, ide bagus, Nak. Terima kasih.” Santi menatap wajah anak itu sejenak. Ada sinar kecerdasan yang tak biasa di balik matanya yang polos.

Nabil menarik napas pelan. Seolah memutar sebuah pita dalam kepalanya.

“Soekarno lahir 6 Juni 1901, di Surabaya. Ayahnya Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang guru. Ibunya Ida Ayu Nyoman Rai, keturunan bangsawan Bali. Soekarno kecil tinggal di Mojokerto. Ia pintar berpidato sejak remaja.”

Santi berhenti menghitung. Uangnya masih tergenggam, tapi matanya tak lepas dari Nabil.

“Tahun 1934, beliau diasingkan ke Ende, lalu ke Bengkulu tahun 1938. Di sanalah ia bertemu Fatmawati, istri yang kemudian menjahit bendera pusaka.”

Nabil melanjutkan, matanya menatap langit-langit kamar. Tidak pada buku. Tidak pada catatan. Tapi isi ceritanya begitu lengkap, rinci, dan runtut.

“Proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56, pada 17 Agustus 1945, pukul 10.00 pagi. Naskah ditulis malam sebelumnya, di rumah Laksamana Maeda, Jalan Imam Bonjol.”

“Nabil…” gumam Santi, perlahan meletakkan uangnya. “Kamu ingat semua itu dari mana?”

“Dari koran bekas bungkus tahu. Sama dari buku sejarah cetakan 1987 yang kita beli di pasar loak. Halaman 17 sampai 22. Tapi halaman 21-nya sobek.”

Santi tercekat. Ia mendekat, menatap Nabil dengan mata berkaca-kaca.

Anaknya tidak seperti anak-anak lain. Ia tak pandai mengancingkan baju sendiri. Sering salah pakai sandal. Tapi jika ditanya soal sejarah, atau menghitung, atau mengingat percakapan yang pernah terjadi sebulan lalu—jawabannya selalu tepat.

Itulah Nabil. Anak yang pernah disebut “buto ijo” oleh orang-orang. Yang ditolak sekolah karena dianggap aneh. Tapi justru menyimpan keajaiban yang tak dimengerti dunia.

“Nak… kamu tahu kamu luar biasa?” bisik Santi, memeluknya dari belakang.

“Aku hanya baca, Mah.”

“Bukan, Nak. Kamu bukan sekadar membaca. Kamu menghidupkan apa yang kamu baca. Dan itu hanya bisa dilakukan oleh anak-anak hebat.”

Nabil tersenyum. “Kalau aku hebat, boleh minta satu buku lagi, Mah?”

Santi tertawa kecil. “Bukan satu. Kalau kita cukup uang, Mamah akan belikan sepuluh.”

Di atas lantai sederhana, dengan buku usang dan uang receh yang belum genap empat juta, keajaiban kecil bernama Nabil menyala pelan-pelan. Dalam sunyi, tapi tak pernah padam.

1
Tata Hayuningtyas
suka dengan cerita nya
Tata Hayuningtyas
up nya lama sekali Thor...tiap hari nunggu notif dari novel ini...kalo bisa jgn lama2 up nya Thor biar ga lupa SM ceritanya
Wanita Aries
Nah yg bertamu ibu2 yg merasa trsaingi jualannya
Wanita Aries: Bner bgt ka sllu nungguin update
Vina Nuranisa: nagih bgt ceritanya wkwk
total 2 replies
Wanita Aries
Mantap santi mnjauhlah dari org2 dzolim
Vina Nuranisa
kapan up lagii dah nungguin bgt😁
Wanita Aries
MasyaAllah nabil hebat pinter
Wanita Aries
MasyaAllah nabil
Yurnalis
cerita yang bagus semangat terus di tunggu lanjitannya
Wanita Aries
Menguras emosi karyamu thor
Devika Adinda Putri
terima kasih atas cerita yang bagus ini, semoga bermanfaat untuk para pejuang di luar sana, untuk penulis tetap semangat, mungkin tulisan ini belum banyak peminatnya, tapi aku yakin akan banyak yang suka, dengan cerita yg mevotivasi untuk semua orang
Devika Adinda Putri
selalu di tunggu lanjutannya
Wanita Aries
Sama kyk kluarga arman ya ceritanya
Wanita Aries
Sukaaa
Lestari Setiasih
bagus ceritanya
Arlis Wahyuningsih
mantap shanti....maju terus...👍👍👍😘😘
Arlis Wahyuningsih
cerita yg menarik..perjuangan seorang ibu demi putranya ygtak sempurna fidiknys tp luar biasa kemampuanya...mantap thor..💪💪🙏🙏
Farldetenc: Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc
SOPYAN KAMALGrab: makasih ka doakan lulus kontrak..kalau lulus lanjut
total 2 replies
ARIES ♈
jangan lupa mampir ya Kakak ke ceritaku. ☺️☺️☺️
.•♫•♬•LUO YI•♬•♫•.
hih geram banget ma bayu.. kalau gua mah dah gua racun satu kluarga 🙄🙄
.•♫•♬•LUO YI•♬•♫•.: iyaa sama"
SOPYAN KAMALGrab: terimakasih KA udah komen k
total 2 replies
.•♫•♬•LUO YI•♬•♫•.
ceritanya bagus, juga gak bertele-tele... semangat trus ya thor..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!