Memiliki Suami tampan,baik, penyanyang, pengertian, bahkan mertua yang baik adalah sebuah keberuntungan. Tapi bagaimana jika semua itu adalah hanya kamuflase?
Riska Sri Rahayu istri dari Danang Hermansyah. Mereka sudah menikah selama 4 tahun lebih namun mereka belum memiliki buah hati. Riska sempat hamil namun keguguran. Saking baiknya suami dan mertua nya tidak pernah mengungkit soal anak. Dan terlihat sangat menyanyangi Riska, Riska tidak pernah menaruh curiga pada suaminya itu.
Namun suatu hari Riska terkejut ketika mendengar langsung dari sang mertua jika suami nya sudah menikah lagi. Bahkan saat ini adik madu nya itu tengah berbadan dua.
Riska harus menerima kenyataan pahit manakala yang menjadi adik madu nya adalah sepupu nya sendiri.
Sanggupkah Riska bertahan dan bagaimana Riska membalaskan sakit hati nya kepada para pengkhianat yang tega menusuk nya dari belakang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Perjanjian
"Ternyata banyak juga yah belanjaan ibu?." Mas Danang mengeluh saat mengeluarkan uang sebanyak enam ratus ribu di depan meja kasir milik ku. Mata pria itu menatap nanar ke arah sembako dan teman- temannya yang teronggok di bawah meja kasir.
"Barang nya kan memang banyak, Mas. Lagian, kamu hanya membayar sekali saja sudah menggerutu. Lah aku, setiap bukan ngasih secara gratis ke Ibu diam saja. Perhitungan banget sih jadi anak. Aku yang menantu saja tidak perhitungan ngeluarin uang sebanyak itu setiap bulannya. Padahal, anaknya jarang banget ngasih nafkah. Kurang baik apa coba aku sebagai menantu dan juga istri? Eh, Mas kira-kira kamu sanggup nggak menyelingkuhi aku kalau tahu seperti ini?." Aku mendongak menatap suamiku yang kembali menegang.
Mas Danang terlihat susah payah menelan ludah nya sendiri. Sepertinya pertanyaanku cukup menohok membuat Mas Danang kembali sport jantung. Hahahaa rasakan Mas!. Laki-laki itu segera membuang pandangannnya ke arah lain. Ia menghindari tatapan ku.
"Ya sudah, Mas. Kamu antarkan belanjaan ibu ini sekarang. Ini kunci motor nya!." ucapku menyerahkan kunci motor jadul, Mas Danang memicingkan mata menatap kunci tersebut.
"Loh kok ini? Yang motor mati mana?." Mas Danang menelisik wajah ku.
"Di jual, ada yang mau. Maaf yah aku nggak ngomong dulu sama kamu." lagi-lagi aku berbicara dengan santai tanpa beban atau rasa bersalah sama sekali.
Padahal orang yang sebenarnya membawa motor matic ku adalah Septia, sahabatku. Sebab, waktu itu Septia di minta suaminya menginap di rumah saudara yang rumahnya pun tidak jauh dari tempatku. Namun saat itu tidak ada kendaraan, jadi lah Septia meminjam motor matic ku.
Mas Danang mendelik, aku menangkap ekspresi suamiku dalam hati dan tertawa terbahak-bahak.
"Kok nggak ngomong-ngomong sih!." Mas Danang berdecak kesal, masih belum menerima kalau motor matic milikku di jual.
"Maaf aku lupa. Lagian tidak masalah aku tidak ijin kamu, Mas. Kan itu barang-barangku yang aku beli dengan uangku sendiri."
"Iya, nggak bisa gitu dong. Itu kan beli setelah menikah. Kalau misalnya bercerai pun masuk ke daftar harta gono gini."
Tanpa pikir-pikir Mas Danang telah membongkar rahasianya sendiri. Harta goni gini dia bilang? dasar manusia nggak punya otak. Aku yang nyari duit kamu yang sibuk meminta bagian. Kamu pikir akan dapat harta gono gini, Mas? Jangan mimpi, Mas! kamu hanya akan dapat kekecewaan dan gigit jari doang, Mas!, sumpah ku dalam hati.
"Kalau sudah di jual gimana dong?." aku pura-pura memasang wajah sedih.
"Ya sudah gimana lagi." Mas Danang tidak berdaya setelahnya. Laki-laki itu pun menjatuhkan bobot tubuhnya di atas karung beras milik ibunya yang ada di bawah meja.
"Eh, tapi jadikan menjual rumahnya, Sayang?." lagi-lagi setelah Mas Danang tidak mendapatkan motor nya, ia mengingatkan ku kembali perihal uang 50 juta.
Aku terdiam seolah sedang memikirkan sebuah keputusan yang besar dan sulit.
"Tapi harus ada perjanjian hitam di atas putih, Mas. Agar aku yakin keputusan yang aku ambil ini benar. Kamu siapkan menandatanganinya, Mas?." Aku menelisik wajah Mas Danang yang sedang berpikir saat ini.
"Baiklah, Apa itu isinya? kapan aku harus menandatanganinya?." Setelah sempat merenung akhirnya Mas Danang menangukkan kepala.
"Secepatnya. Isinya rahasia untuk saat ini. Tapi yang jelas aku harus ngeprint dulu di tukang fotocopyan."
Setelah menemui kata sepakat, akhirnya Mas Danang pun berpamitan padaku untuk mengantarkan barang-barang milik ibunya.
Setelah memastikan Mas Danang sudah jauh dari tokonya, aku menghubungi nomer sahabatku. Dengan suara pelan aku berbicara pada Septia.
"Septia, motorku tolong jangan di kembalikan dulu ya. Simpan saja dulu di sana. Pokoknya jangan di bawa ke sini." aku langsung berbicara pada inti nya setelah membalas salam dari Septia.
"Kenapa memang?." Septia heran, mungkin biasanya orang yang di pinjam barang itu akan menagih secepatnya, tapi aku malah berbeda dengan kebanyakan.
"Aku tidak bisa menceritakan di sini. Nanti kalau ketemu kita bahas. Saat ini tolong jaga motor itu dari siapapun." klik sambungan telepon ku putuskan setelah mendengar Septia menyanggupi permintaan ku tersebut.
Aku menangkupkan kedua tangan ke arah wajahnya sendiri. Aku mulai terdiam memikirkan perjanjian apa yang seharusnya aku tulis di atas yang akan di tandatangani oleh Mas Danang nanti.
Setelah sepuluh menit berlalu, akhirnya aku menemukan beberapa ide. Lalu dia pun tersenyum setelah nya.
***
Pov Author
Sesampainya di rumah dengan hati yang berbunga-bunga, Danang mengucapkan salam dengan sedikit berdendang-dendang, raut senyuman tidak menghilang dari wajahnya.
"Sumringah sekali kamu Nang, ada apa?." tanya Bu Zainab membuka pintu seraya memicingkan mata. Heran dengan kehadiran anaknya yang terlihat berbunga-bunga.
"Bagaimana aku tidak bahagia, Bu? Riska mau ngasih aku uang 50 juta dengan mudahnya." Danang menggotong sekarung beras di depan pintu ke arah dapur milik ibunya.
"Yang bener kamu, Nang? semoga Riska tidak berubah pikiran ya. Memangnya uang nya mau kamu pake untuk apa?." Tanya Zainab karena ia merasa tidak merasa di libatkan sehingga ia tidak tahu apa-apa.
"Yah bener lah Bu, uangnya mau kami gunakan untuk kebutuhan kami berdua, Bu. Nanti Ibu kami belikan emas yah." Danang mencoba bernegosiasi dengan ibunya.
"Iyah lah, Ibu ikuti apa keputusan mu." Bu Zainab pasrah. Yang ada di pikiran nya hanya satu, kebahagiaan nya sendiri sebab sebentar lagi akan memiliki keturunan dari darah daging nya sendiri.
"Memang kamu bilang apa, sehingga Riska mau memberikan kamu uang?."
"Nggak ada, Danang cuman butuh uang untuk modal usaha gitu aja." jelas Danang memberitahu Ibunya tentang alasan yang di berikan kepada Riska, sehingga Riska mau memberikan nya modal untuk usaha.
***
"Mas ini surat perjanjian di antara kita. Silahkan pelajari point nya dan kalau sudah tolong segera tanda tangani." Riska mengamati Danang yang sedang serius membaca surat penting tersebut.
"Banyak amat point nya, De. Sudahlah Mas langsung tanda-tangan saja. Malas membaca nya, panjang." Tanpa berniat membaca aturan-aturan yang Riska buat, Danang segera membubuhi tanda tangannya di atas kertas yang telah di tempeli materai.
Riska melihat Danang yang bersemangat saat membubuhi tanda-tangan di kertas perjanjian tersebut dengan senyum bahagia.
"Oh Iyah Mas, tadi aku sudah bereskan pakaian mu untuk besok kita pulang kampung. Kamu sekarang istirahat saja." ucap Riska tiba-tiba. Lalu ia berbaring di ranjang dan mencoba untuk tidur tanpa mempedulikan raut wajah Danang sekarang.
Deg.
Danang menegang, ia lupa untuk menghubungi Siska jika ia akan ikut pulang kampung. Saking senangnya Danang akan mendapatkan uang lima puluh juta, Danang lupa untuk meminjam handphone milik Ibu nya dan menghubungi Siska.
.
.
.
Bersambung...
tinggalkan aja suamimu riska......