Kecelakaan besar yang disengaja, membuat Yura Afseen meninggal dunia. Akan tetapi, Yura mendapat kesempatan kedua untuk hidup kembali dan membalas dendam atas perbuatan ibu tiri beserta adik tirinya.
Yura hidup kembali pada 10 tahun yang lalu. Dia pun berencana untuk mengubah semua tragedi memilukan selama 10 tahun ke belakang.
Akankah misinya berhasil? Lalu, bagaimana Yura membalas dendam atas semua penindasan yang ia terima selama ini? Yuk, ikuti kisahnya hanya di noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 : DIUSIR
“Ayo minum!” sentak Yura memaksa. Matanya melotot dengan tajam.
Sarah mendelik, deru napasnya memburu sembari menelan saliva susah payah. Tatapannya bergantian antara Yura dengan Rehan.
“Enggak berani? Berarti bener ‘kan dugaanku?! Keluar kamu dari rumah ini!” pekik Yura menunjuk ke pintu keluar.
“Yura,” panggil Rehan menepuk kedua bahu putrinya, mencoba menenangkannya. Akan tetapi, Yura sama sekali tak mengindahkan. Masih melempar tatapan tajamnya dengan napas terengah-engah. Emosinya tidak bisa dikendalikan.
Takut benar-benar diusir, Sarah dengan cepat meraih cangkir itu dan mulai menyesap kopi tersebut. Yura mengernyitkan keningnya dengan mata memicing tajam.
Sarah memaksakan senyum dengan bibir terkatup rapat, lalu mengembalikan lagi pada Yura. Tak berapa lama, Sarah berlari keluar menjauh dari ruangan tersebut. Ia menuruni anak tangga dengan cepat dan bertujuan untuk sampai ke wastafel dapur. Ia tidak bisa berpikir jernih, otaknya memaksa agar segera memuntahkan cairan di mulutnya.
“Yura kamu keterlaluan!” Rehan menarik lengan Yura hingga tubuhnya berputar saling berhadapan.
Yura meringis kesakitan saat tangannya dicengkeram begitu kuat, “Lihat saja, dia pasti memuntahkan cairan itu, Ayah!” cetus gadis itu mempertahankan argumennya.
Yura menepis tangan sang ayah, lalu berjalan cepat menuruni anak tangga dan menghampiri Sarah yang berusaha keras agar bisa muntah di wastafel. Gadis itu menyandarkan bokongnya di tepian meja dapur. Bibirnya menyunggingkan senyum miring sembari melipat kedua tangannya di dada.
“Kenapa dimuntahin? Takut ya kalau racun itu akan menggerogoti sistem syarafmu?” sindir Yura yang benar adanya.
Sarah mendelik, keterkejutan tentu saja menghiasi wajah pucatnya. Ia sangat penasaran, bagaimana bisa Yura tahu dengan rencananya? Namun yang lebih penting sekarang adalah bagaimana agar tidak ada satu tetes pun yang masuk ke tubuhnya.
Yura tersenyum sinis, tidak tahu saja Sarah, bahwa sebelumnya ia sudah mengonsumsinya sendiri bersama anaknya. Tinggal lihat saja seberapa lama efek sampingnya.
Sarah berkumur sebanyak mungkin, membuangnya hingga merasa yakin mulutnya benar-benar bersih. Ia berbalik hingga kini bisa berhadapan dengan Yura. Ekspresi kesal seketika berubah melemah ketika melihat Rehan mendekat.
“Ah, Yura. Kamu salah sangka. Aku tidak bisa mengonsumsi minuman berkafein, asam lambungku pasti langsung naik. Makanya tadi langsung muntah,” alasan Sarah dengan memelas.
“Heleh, pinter banget ngellesnya! Kursus di mana? Aku mau ikut!” cetus gadis itu memutar bola mata malas.
“Astaga, sudah cukup! Kepalaku mau pecah rasanya! Sarah, kamu tidak apa-apa?” tanya Rehan mendekat.
“Aku hanya mual saja, Mas,” elak Sarah menatap nanar suaminya.
“Yaudah, ayo kita ke rumah sakit saja, Yah!” ajak Yura mengikuti alur yang telah disusun oleh Sarah.
“Benar, ayo kita periksa!” ajak Rehan yang langsung setuju.
Sarah masih terus mengelak dan ingin istirahat di rumah saja. Akan tetapi, Yura semakin menyudutkannya hingga kini mereka berhasil datang ke rumah sakit.
“Aku ingin Ayah juga periksa kesehatan rutin. Tolong, ini demi kebaikan Ayah. Terlihat kuat di luar, tidak tahu bagaimana kondisi tubuh kita di dalam, Yah. Kali ini harus mau! Yura khawatir sama Ayah.” Yura memaksa ayahnya untuk medical chek up. Sebenarnya ini tujuan utamanya.
“Hah! Baiklah, baiklah, biar kamu puas!” seru Rehan sekaligus melakukan pemeriksaan lengkap pada tubuhnya sendiri. Mereka meninggalkan Sarah seorang diri di IGD.
“Sepertinya Anda tidak memiliki riwayat asam lambung seperti yang Anda keluhkan?” tanya dokter.
Sarah mengintip di balik tirai, memastikan tidak ada suami dan anak tirinya. Yura segera beranjak duduk, “Memang aku tidak apa-apa! Ke mana mereka?” tanya Sarah celingukan.
Dokter menghela napas berat, “Anda jangan main-main ya!” seru pria berjas putih itu.
“Mereka saja yang berlebihan, Dok! Aku sudah menolaknya!” ketus Sarah menurunkan kedua kakinya dari ranjang.
Sementara di ruangan yang berbeda, Rehan menuruti semua keinginan Yura untuk melakukan serangkaian pemeriksaan, semata-mata hanya karena ingin Yura diam dan tidak ingin menciptakan pertikaian.
Yura mengatakan dengan gamblang apa saja yang ia khawatirkan pada kesehatan sang ayah. Sehingga dokter pun segera tahu tindakan apa saja yang akan mereka lakukan.
“Hasilnya tidak bisa langsung keluar hari ini. Silakan kembali satu minggu lagi, ini suratnya,” ucap dokter menyerahkan selembar surat pengantar.
“Makasih, Dok!” Yura menghampiri ayahnya kembali dan mengajaknya keluar.
\=\=\=\=ooo\=\=\=\=
Sepulang dari rumah sakit, Yura bergegas ke kamarnya. Ia ingin memberikan bukti-bukti yang sudah disimpan rapi di laptopnya.
Dengan jantung yang berdetak begitu kuat, Yura memutar video skandal Sarah. Ia memutarnya sekilas, memastikan tidak ada kendala dan dapat diputar dengan lancar.
“Shiittt!” umpat Yura kesal ketika tiba-tiba segelas susu panas ditumpahkan di atas laptopnya.
Terlalu fokus, sehingga ia tidak sadar akan kedatangan Tora. Ia yang sempat melihat ibunya dalam rekaman, ternyata segera mencari cara untuk menggagalkan rencana Yura.
“Maksud kamu apaan?” pekik Yura beranjak berdiri dan mendorong dada Tora dengan kesal.
“Sorry, enggak sengaja!” ucap Tora mengedikkan bahu.
“Aargh, brengsek! Anak sama ibu sama-sama jallang!” teriaknya memukul pipi Tora.
Tora meringis menyentuh pipinya, ia menatap Yura yang dipenuhi emosi. Mata Yura menyalang merah, membuatnya bergidik.
“Apa? Mau ngadu? Sana ngadu! Dasar anak mama! Pakai gaun aja sama heels sana!” seru Yura berkacak pinggang. “Keluar sebelum aku semakin murka dan menghancurkan muka pengecutmu itu!” Yura menunjuk ke arah pintu.
“Enggak usah ikut campur urusan orang dewasa!” Tora memperingatkan.
“Cih! Keluar!” pekik Yura menatap sinis lalu mendorong Tora dengan kesal.
Setelah berhasil keluar, Yura mengunci pintu kamarnya. Ia mengembuskan napas berat berulang kali, ketika mendapati laptopnya eror.
“Zefon masih simpan enggak ya?” gumam gadis itu menggigit kuku-kukunya sembari melempar tubuh di atas ranjang empuknya.
Yura mendelik ketika sadar ini memasuki jam makan siang. Buru-buru gadis itu beranjak dan keluar sembari mengendap-endap.
Ternyata masih tidak kapok juga, Yura melihat Sarah menuangkan cairan dalam botol beberapa sendok, yang tadi disimpan di balik bajunya. Mengaduk pada sebagian makanan dan minuman.
Yura melangkah cepat, sengaja ia meraih sup mendidih di atas kompor sengaja menumpahkan hingga mengenai salah satu tangan Sarah.
Sarah menjerit kesakitan diiringi dengan pecahnya botol racun yang masih banyak isinya. Ia menoleh pada Yura.
“Masih enggak kapok juga kamu?” ucap Yura penuh penekanan.
“Astaga, Yura! Apa yang kamu lakukan!” teriak Tora yang berlari menghampiri ibunya. Ia melihat tangan sang ibu bergetar, bekas sup. Segera ia menjulurkan tangan sang ibu dan mengucurkan air dari wastafel.
“Sorry, enggak sengaja!” cetus gadis itu menirukan gaya bicara Tora sewaktu menuangkan susu tadi.
“Yura, jangan sakiti mamaku. Cukup aku saja, apa enggak puas kamu tadi sudah memukulku?” ucap Tora mengusap-usap tangan ibunya.
“Yura!” pekik Rehan menarik bahu Yura dan menamparnya.
Tubuh Yura menegang, ia menyentuh pipinya yang terasa kebas. Menoleh pada sang ayah yang telah menamparnya. Manik matanya berkaca-kaca.
“Hanya demi membela jallang itu, Ayah rela menampar darah daging Ayah sendiri! Hanya demi para parasit itu Ayah membenci Yura? Aku ini anak Ayah, tidak mungkin membiarkan Ayah dalam kondisi terancam maupun bahaya.” Yura memekik sembari memukuli dada Rehan.
“Kamu keterlaluan, Yura. Ayah tidak pernah mengajarkanmu menjadi brutal seperti ini. Sekarang juga angkat kaki dari rumah ini! Renungkan kesalahanmu. Ayah enggak mau kamu semakin brutal!” ucap Rehan sungguh-sungguh.
Mata Yura terpejam sesaat, menarik napas yang terasa begitu berat. Namun setidaknya, Yura lebih tenang karena racun di tangan Sarah sudah hancur berkeping-keping. Sama dengan hati Yura saat ini.
“Baik! Jika itu kemauan Ayah. Yura akan pergi!” ucapnya berusaha kuat. Lalu menoleh pada Sarah dan Tora yang terdiam dalam kebahagiaannya. “Puas kalian? Jangan harap rencana kalian akan berhasil sekalipun aku tidak di rumah!” tegas Yura penuh penekanan. Ia berlari ke kamar untuk membereskan semua barang-barangnya.
Bersambung~
Wah... panjang 😍 biasanya suka yang panjang2. 😳 yang nunggu Sofia, sabar ya. aku mau kejar kontrak ini dulu dua bab lagi... 💖💋