Karena sebuah wasiat, Raya harus belajar untuk menerima sosok baru dalam hidupnya. Dia sempat diabaikan, ditolak, hingga akhirnya dicintai. Sayangnya, cinta itu hadir bersama dengan sebuah pengkhianatan.
Siapakah orang yang berkhianat itu? dan apakah Raya akan tetap bertahan?
Simak kisah lengkapnya di novel ini ya, selamat membaca :)
Note: SEDANG DALAM TAHAP REVISI ya guys. Jadi mohon maaf nih kalau typo masih bertebaran. Tetap semangat membaca novel ini sampai selesai. Jangan lupa tinggalkan dukungan dan komentar positif kamu biar aku semakin semangat menulis, terima kasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandyakala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hal yang Tak Terduga
Sudah sejak dua jam yang lalu Ezra tiba di rumah kedua orang tuanya. Meski tadi pagi dia berpamitan pada Sindy untuk pergi ke kantor, nyatanya Ezra tidak benar-benar melakukan hal itu karena kedatangannya ke negara Y ini memang bukan untuk urusan pekerjaan.
"Mama tahu kamu pasti merasa berat menjalankan peran sebagai suami dengan segala keterpaksaan ini", Mama Laura mengelus lembut kepala putranya yang beberapa saat lalu menceritakan kejadian semalam antara dirinya dengan Sindy.
"Semoga ini semua cepat berakhir. Mama juga tidak ingin melihat kamu tersiksa lebih lama", tatap Mama Laura iba.
Ezra memeluk Sang Mama dengan erat. Meski memang benar dia merasa sangat lelah dan berat menjalani hubungan yang tidak pernah dia inginkan, tapi untuk saat ini Ezra merasa lebih tenteram setelah meluahkan perasaannya.
"Apa kamu sudah menghubungi Raya?", tanya Mama Laura.
"Belum, Ma. Aku tidak ingin menghubunginya dengan keadaanku yang seperti ini. Aku tidak ingin Raya banyak bertanya dan khawatir", terang Ezra.
Mama Laura mengangguk kecil. Ya, dia adalah orang yang paling mengerti dan paling tahu seperti apa putra kesayangannya itu. Ezra memang tidak pernah ingin membuat orang yang menyayanginya khawatir.
.
.
"Ok, semangat Raya. Hari ini masih ada dua meeting bersama klien", Raya mencoba menyemangati diri.
Aktivitasnya hari ini begitu padat. Sedari kemarin dia sibuk memenuhi pesanan pastry yang tiada henti-hentinya, bahkan sekarang saat jam sudah menunjukkan pukul delapan malam pun, Raya masih harus bertemu dengan dua klien yang akan bekerja sama dengan toko pastry miliknya.
Saat Raya tengah merapikan diri sesaat sebelum ia pergi, terdengar seseorang mengetuk pintu ruang kerjanya.
"Maaf, Bu, di depan ada orang yang mencari ibu", ucap seorang pegawai.
"Siapa?".
"Mmm ... kalau tidak salah tadi namanya Pak Dion, Bu".
"Oh, ya. Tolong sampaikan untuk menunggu sebentar dan tolong sajikan waffle juga coklat hangat untuknya", pinta Raya.
"Baik, Bu. Saya permisi".
Raya memberikan jawaban dengan anggukkan kepala. Dia kembali mematut dirinya di depan cermin, merapihkan dress dan jilbab biru yang ia kenakan.
"Maaf ya Mas menunggu lama", kini Raya sudah menghampiri Dion yang sedari tadi menikmati sajian yang diberikan salah satu pegawai toko.
"Oh, tak apa. Kamu mau pergi ya?", Dion melihat penampilan Raya yang begitu rapi.
"Iya, Mas. Ada meeting di luar. Mas Dion ada perlu apa datang ke sini mencariku?", tanya Raya setelah ia duduk di depan lelaki itu.
"Oh itu. Kamu ada waktu luang kapan? Mamiku mau ketemu, dia tergila-gila sama kue-kue kamu dan katanya mau mengajakmu untuk bekerja sama", ucap Dion tanpa berbasa-basi lagi.
"Wah berita bagus ini. Mmm ... paling besok ya Mas, aku coba agendakan. Jam sepuluh, gimana Mas?", tanya Raya balik.
"Ok, bisa. Sepertinya agenda Mamiku jam segitu aman sih", jawab Dion.
"Oh ya, kamu meeting di mana? biar sekalian aku antar", tawar Dion.
"Tidak usah, Mas. Ada Pak Seno kok yang akan mengantarku ke tempat meeting. Terima kasih untuk tawarannya", tolak Raya halus.
"Ok deh kalau gitu. Aku balik ya, hati-hati", pesan Dion sebelum berlalu dari hadapan Raya.
"Iya, Mas Dion. Hati-hati juga", balas Raya.
Sebelum keluar, Raya menemui beberapa pegawainya untuk menyampaikan hal-hal yang harus mereka kerjakan setelah Raya pergi.
"Wanita yang luar biasa", gumam Dion saat kedua matanya melihat Raya keluar dari toko dan berlalu menuju mobil hitam yang terparkir tidak jauh dari lokasi parkir mobil Dion.
Meski baru beberapa kali bertemu dengan Raya, tapi Dion melihat Raya sebagai sosok wanita yang spesial. Menurutnya, tak banyak wanita aktif dan produktif seperti Raya dan Dion merasa sangat nyaman setiap kali ia memiliki momen untuk berbincang dengan wanita itu.
"****, jangan sampai gue suka sama Raya. Ingat Dion, dia istri sahabat lo sendiri", protes Dion pada dirinya.
.
.
Setelah perbincangannya dengan Sang Ayah, Sindy memilih untuk berdiam diri di kamar. Ia mencoba merenungkan semua perbincangan mereka beberapa saat yang lalu.
"Aku tahu Daddy sayang sama aku, tapi aku juga sangat mencintai Mas Ezra. Aku gak akan menyerah hanya karena penyakitku ini", tekad Sindy dalam hati.
Ia melirik jam di dinding, "Ok, lupakan ucapan Daddy tadi, Sindy. Ayo bangun dan cepat siapkan dirimu", lanjut Sindy berujar sendiri.
Ia bergegas membersihkan dirinya, sore ini dia harus pergi ke rumah sakit untuk check up.
Tak berapa lama, Ezra sudah memarkirkan mobilnya di kediaman keluarga Wiratama. Meskipun hatinya masih kacau, tapi Ezra berusaha memenuhi janjinya untuk mengantar Sindy check up ke rumah sakit.
Saat Ezra masuk, ternyata Sindy sudah menunggunya di ruang utama. Gadis itu tersenyum sumringah saat Ezra datang. Selain itu, Sindy juga berdandan paripurna. Gadis itu tampak semakin cantik saja, tapi Ezra tetap tidak memiliki ketertarikan padanya.
"Mas Ezra boleh istirahat, mandi, dan makan dulu saja", ucap Sindy setelah ia mencium tangan suaminya.
"Tidak usah, nanti terlalu kita pergi ke rumah sakitnya", jawab Ezra pendek.
"Tak apa, Mas. Mas Ezra pasti capek kan seharian bekerja. Lagi pula dokter yang akan kita temui nanti itu adalah dokter pribadiku. Jadi tidak masalah, aku bisa mengatur lagi waktunya", terang Sindy.
"Baiklah. Beri aku waktu tiga puluh menit ya untuk membersihkan diri dulu", respon Ezra.
Sindy menganggukkan kepala disertai senyum manis.
Mulai hari ini ia akan berusaha mengalah dan menerima bagaimanapun sikap Ezra terhadapnya.
"Aku harus bisa mengambil hati Mas Ezra", batin Sindy.
Benar saja, Ezra memenuhi janjinya. Hanya butuh waktu setengah jam untuk ia bersiap. Saat ini Ezra sudah mengemudikan lagi mobilnya bersama Sindy.
"Mas, boleh aku tanya sesuatu?", Sindy melirik suaminya yang tengah fokus mengemudi.
"Apa?", Ezra balik bertanya tanpa mengalihkan pandangannya.
"Mmm ... aku ingin tahu, wanita atau istri ideal menurut Mas Ezra itu seperti apa sih?", tanya Sindy lagi.
Kali ini ia benar-benar akan memasang telinganya karena bagi Sindy, jawaban Ezra sangat lah berarti.
Ezra tidak langsung menjawab, dia berusaha mencerna terlebih dulu pertanyaan dari Sindy.
"Mas ...", Sindy kembali bersuara karena Ezra belum juga memberikan jawaban.
"Oh, maaf. Kalau soal wanita atau istri ideal, aku tidak bisa menjawabnya karena bagiku setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Jadi, aku tidak pernah menuntut orang lain untuk menjadi pribadi ideal dengan standarku", terang Ezra.
Ezra tahu pertanyaan Sindy itu menjebak. Dalam pikiran Ezra, Sindy pasti berusaha menjadi wanita atau istri yang ideal untuk bisa memenangkan hatinya.
"Bagiku hanya Raya satu-satunya wanita sekaligus istri yang akan memiliki hati dan diriku sepenuhnya", batin Ezra setelah ia menjawab pertanyaan itu.
semoga tidak ada lagi yang menghalangi kebahagiaan kalian
setelah aku ikuti...
tapi cerita nya bagus biar diawal emosian 🤣🤣🤣
semoga aja raya bisa Nerima anak kamu dan Sindi ya...
semangat buat jelaskan ke raya
aku penasaran kek mana reaksi Sindi dan papanya tau ya kebusukan anak nya
semoga tidak terpengaruh ya....
taunya Sindi sakit tapi kalau kejahatan ya harus di pertanggung jawaban