Setelah mengalami gagal menikah, Xander Rey Lergan belum juga kunjung menikah di usianya menginjak 32 tahun. Namun, sebagai penerus tunggal, menikah adalah sebuah tuntutan. Tapi hatinya masih terikat dengan—Raisa.
Saat mengetahui Raisa telah menjanda kembali, Xander tak mau kehilangan kesempatan untuk kesekian kalinya. Kali ini, dia menggunakan kekuasaannya sebagai pewaris keluarga Lergan untuk menjerat Raisa sebagai istrinya. Xander sengaja, menyulitkan Raisa untuk dapat menekannya.
"Aku dapat memberikan darahku untuk kembaranmu. Dengan syarat, menikahlah denganku."
Raisa tak bisa menolak, dan dengan terpaksa dia menerima tawaran Xander demi saudaranya.
Mengetahui pernikahan Xander dan Raisa, menuai kemarahan keluarga Lergan. Mereka merasa, Raisa yang seorang janda tak pantas bersama Xander yang seorang perjaka dengan status pewaris.
"Keluargamu tak merestui, kita bercerai saja."
"Cerai? Kalau gitu ... aku hamili saja kamu sekarang! Agar, kamu tak bisa lari dariku—Raisa."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Uang jajan yang berarti
Xander mengantar Zira ke sekolah, dia menyetir sendiri dan tentunya kaca mata hitam tetap dirinya pakai. Dia tak terlalu suka cahaya yang menyorot matanya dalam keadaan berkendra. Juga, dengan kaca mata hitam ketampanannya jadi berkali-kali lipat. Di depan wanita yang dia cintai, dia harus tampil mempesona bukan.
"Sepertinya aku dan Zira tidak bisa tinggal di rumah keluargamu. Kami tinggal di rumah Zion saja." Ucap Raisa di tengah keheningan Zira langsung melirik pada Xander, ingin melihat respon pria itu.
Xander membasahi bibirnya dengan lidahnya sejenak sebelum dia membelokkan stir mobilnya ke kanan. Setelah jalanan kembali lurus, barulah Xander menoleh sejenak pada Raisa.
"Kamu itu istriku atau istri Zion?"
"Kamu ...." Raisa benar-benar kesal dengan jawaban Xander yang tak masuk akal.
"Aku tidak bisa meninggalkan kediaman Lergan dalam waktu dekat. Kondisi Oma dan Opa sudah sangat tua, apalagi aku cucu satu-satunya mereka."
"Kayden?" Tanya Raisa dengan satu alisnya yang terangkat.
"Dia anak pungut, jangan di hiraukan." Jawab Xander dengan asal. Raisa hanya memutar bola matanya malas, dia tahu Xander sedang bercanda.
"Orang tua Kayden sudah meninggal, mereka terlibat kecelakaan yang sama dengan kembaranmu. Tapi sayang, keduanya tewas saat perjalanan." Xander tiba-tiba menceritakan tentang orang tua Kayden. Padahal, Raisa tidak bertanya. Seolah, pria itu tahu apa yang akan Raisa tanyakan.
"Ternyata Kayden lebih kasihan dariku." Lirih Zira yang mana membuat Xander dan Raisa menoleh ke belakang sebentar.
"Zira sudah punya ayah, tak masalah memanggil Om dengan sebutan Ayah. Sepertinya, kamu kauh lebih kalem dari pada saat kecil dulu." Ucap Xander menenangkan.
Zira menatap pada Raisa, dia merasa belum terbiasa memanggil Xander dengan sebutan ayah. Rasanya, sangat canggung. Padahal, keduanya dulu sangat dekat. Zira selalu memanggil Xander dengan panggilan Sarden.
Mereka pun sampai di sekolah Zira, lekas Zira memeluk sang bunda dan meng3cup pipinya. Saat akan turun, tiba-tiba Xander memberikan selembar uang berwanra merah padanya. Raisa menatap tak terima, tapi Xander memaksa Zira menerimanya.
Selayaknya seorang putri yang menerima uang dari sang ayah, tentu saja Zira merasa senang. Saking senangnya, dia memeluk Xander singkat sebelum turun dari mobil. Anak itu berjalan dengan riang sambil menatap uang yang Xander berikan.
"Itu terlalu besar." Tegur Raisa.
Xander hanya menatapnya sekilas sebelum melajukan mobilnya. "Tidak ada yang boleh mengaturku dalam memberikan uang untuk putriku."
Raisa tak bisa mengatakan apapun lagi, bahasa yang Xander gunakan membuat hatinya terasa bergetar. Sebagai seorang ibu, Raisa dapat melihat kebahagiaan putrinya tadi. Apalagi, Xander mengatakan jika Zira adalah putrinya.
Tiba-tiba, Raisa teringat sesuatu saat mobil Xander berbelok ke arah rumah sakit Harapan. Dia baru ingat, jika dirinya tidak perlu ke sama lagi.
"Xander, putar balik! Aku sudah tidak lagi bekerja di rumah sakit Harapan. Kita ke rumah sakit Anugrah Bunda saja, aku ingin bertemu Direktur rumah sakit." Titah Raisa.
Xander menurut, dia membelokkan mobilnya menuju rumah sakit itu. Rumah sakit, milik keluarganya yang tidak Raisa ketahui. Xander menduga, Raisa akan menjenguk Zion. Tapi lebih dari itu, Raisa akan berpindah kerja di sana.
"Sekarang kamu pengangguran?" Tanya Xander.
Raisa menggeleng, "Aku pindah bekerja di rumah sakit Anugrah Bunda. Agar lebih sering menjenguk Zion dan memastikan keadaannya. Rumah sakit itu paling lengkap alat medisnya. Jadi aku berencana pindah ke sana, makanya aku ingin bertemu dengan direktur rumah sakit." Terangnya.
Xander mengangguk, dia tak lagi banyak bicara dan kembali fokus menyetir mobil. Sesampainya di rumah sakit yang di tuju, Raisa gegas membuka sabuk pengamannya. Saat akan turun, dirinya teringat sesuatu. Dia pun menoleh menatap Xander yang sedang menunggu sesuatu darinya.
"Terima kasih, dan kamu tidak perlu menjemputku." Ucap Raisa dan turun dari mobil. Meninggalkan Xander yang mendengus kasar di buatnya.
"Tidak ada adegan peluk perpisahan gitu?" Gumam Xander.
Teringat perkataan Raisa tadi, Xander mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Tak butuh waktu lama, orang yang ia hubungi menjawabnya.
"Terima Dokter atas nama Raisa dengan baik." Titahnya dengan singkat, raut wajahnya terlihat datar tanpa emosi. Hanya berkata seperti itu, Xander menyudahi obrolannya. Dia kembali meletakkan ponselnya di saku jasnya dan kembali melajukan mobilnya.
.
.
.
Raisa begitu senang karena dirinya di terima di rumah sakit ini dengan begitu mudah. Dirinya berjabat tangan dengan direktur rumah sakit, senyumannya pun merekah lebar. Tak lupa, dirinya mengucapkan banyak terima kasih pada pria paruh baya itu.
"Terima kasih Pak Direktur, saya sangat senang bisa bekerja disini."
"Hahaha, kami lebih senang lagi Dokter Raisa. Selamat bergabung di rumah sakit kami." Balas Direktur rumah sakit tersebut.
Raisa pun pamit, dia keluar dari ruangan Direktur. Langkahnya terlihat santai, sambil tangannya memegang tali tasnya. Saat akan berbelok lorong, dirinya kaget saat berpapasan dengan seseorang. Namun, menyadari orang tersebut, Raisa langsung tersenyum.
"Astaga, Dokter Gavin?!" Kagetnya.
"Dokter Raisa?" Balas pria itu kaget melihat kehadiran Raisa.
"Dokter disini? Bukannya lagi di pedalaman mengurus rumah sakit di sana?" Kaget Raisa melihat rekannya di rumah sakit sebelumnya.
Dokter Gavin tersenyum, "Ya, aku sudah kembali. Jika di pedalaman, kasihan putraku yang selalu tinggal dengan neneknya."
Mendengar itu, Raisa mengerutkan keningnya dalam. "Istri?" Tanya nya, karena setahunya Dokter Gavin sudah menikah 5 tahun yang lalu.
"Cerai."
Raisa membulatkan mulutnya, dia langsung memasang raut wajah tak enak hati. Sebab, dirinya mempertanyakan hal-hal hang menurutnya tidak harus di tanyakan. Karena canggung, jadi Raisa pun pamit pulang lebih dulu.
"Kalau gitu, aku duluan Dok." Pamit Raisa.
"Mau aku antar Dok?" Ucap dokter Gavin. Namun, Raisa menggelengkan kepalanya.
"Aku masih harus menjenguk kembaranku yang sedang koma di rumah sakit ini. Permisi Dok." Raisa pun berlalu pergi, meninggalkan Dokter Gavin yang tersenyum penuh arti.
Sementara itu di perusahaan, Xander sedang duduk termenung di ruangannya, dia hanya menatap jendela kantornya sambil memainkan sebuah pena di tangannya. Sesekali, dia menggerakkan kursinya ke kanan dan ke kiri dengan gelisah. Hal itu, membuat asistennya yang sedang fokus menatap laptop jadi menotice nya.
"Tuan butuh sesuatu?"
Xander menoleh, dia memutar kursinya kembali dan menatap pria yang berusia lebih muda darinya. "Tegar, apa kamu sudah punya kekasih?"
Pria bernama Tegar itu mengangguk, "Bukan kekasih tanpa status lagi Tuan, tapi istri."
Xander menepuk keningnya pelan, dia melupakan hal itu. "Maaf, itu maksudku. Aku ingin bertanya, bagaimana caranya membuat wanita jatuh cinta pada kita?"
Tegar awalnya berpikir keras, dia memegang dahunya dan menjepitnya pelan. "Hem ... mungkin dengan buat dia hamil?"
"Apa?"
_____________
Pagi-pagi sudah ready🥳
Setan jeruk geprek /Facepalm//Facepalm//Facepalm/