Selama tiga tahun ini, Hilda Mahira selalu merasa tertekan oleh ibu mertuanya dengan desakan harus segera memiliki anak. Jika tidak segera hamil, maka ia harus menerima begitu saja suaminya untuk menikah lagi dan memiliki keturunan.
Dimas sebagai suami Hilda tentunya juga keberatan dengan saran sang ibu karena ia begitu mencintai istrinya.
Namun seiring berjalannya waktu, Ia dipertemukan lagi dengan seorang wanita yang pernah menjadi kekasihnya dulu. Dan kini wanita itu menjadi sekretaris pribadinya.
Cinta Lama Bersemi Kembali. Begitu lebih tepatnya. Karena diam diam, Dimas mulai menjalin hubungan lagi dengan Novia mantan kekasihnya. Bahkan hubungan mereka sudah melampaui batas.
Disaat semua permasalahan terjadi, rahim Hilda justru mulai tumbuh sebuah kehidupan. Bersamaan dengan itu juga, Novia juga tengah mengandung anak Dimas.
Senang bercampur sedih. Apa yang akan terjadi di kehidupan Hilda selanjutnya?
Yuk ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Merindu
"Hilda, makan siang dulu yuk." Ucap Reyhan sembari meletakkan dua kotak styrofoam berisi mie level dan dua gelas minuman cup yang ia bawa dari depan.
"Reyhan, kenapa kamu repot repot bawain aku makanan sampai kesini?"
"Gak merasa repot kok. Aku tuh sengaja bawain kamu makanan karena aku tahu, kamu pasti nggak bakalan mau kalau diajak makan di luar."
Hilda hanya tersenyum.
Jelas saja Hilda tidak mau diajak makan di luar sama Reyhan karena banyak karyawan wanita di sini yang mengidolakan Reyhan si pemilik cafe. Selain untuk menjaga perasaan para wanita itu, ia juga tidak mau menjadi bahan gunjingan orang orang di sini karena dekat dengan idola mereka. Apalagi manajer Cafe yang bernama Mita. Dia pasti akan marah besar pada Hilda kalau mengetahui Reyhan sedang makan bersamanya.
"Kenapa gak dimankan? Mau aku suapin?."
"Tidak perlu, aku bisa makan sendiri kok!."
"Ya udah kalau begitu ayok buruan dimakan! ntar keburu dingin nggak enak loh!."
"Iya."
Keduanya pun menikmati makan siang bersama di pantry.
Ya setelah Hilda keluar dari rumah Dimas, ia lebih memilih untuk mengontrak rumah sederhana yang terletak di dekat Cafe milik Reyhan.
Sebenarnya Rehan sudah menawarkan sebuah apartemen untuk Hilda tempati tanpa membayar sewa sepeserpun, tapi Hilda menolak dengan alasan tak mau merepotkan.
Raihan pun juga menawarkan jabatan pekerjaan di cafe miliknya sebagai manajer untuk menggantikan Mita. Tapi lagi lagi Hilda menolaknya. Ia bersedia bekerja di cafe Reyhan asalkan ia diterima sebagai pelayan biasa.
Awalnya Reyhan merasa tak tega melihat wanita yang di cintainya bekerja keras dalam keadaan berbadan dua. Namun ia tak bisa berbuat apa apa selain menyetujui permintaan Hilda.
Lebih baik Hilda bekerja sebagai pelayan di cafenya dari pada harus bekerja pada orang lain yang entah bagaimana nasibnya nanti. Setidaknya, ia bisa mengawasi dan memperhatikan kondisi Hilda setiap waktu. Pikir Reyhan.
...****************...
Sementara itu di gedung tinggi kantor, ada seseorang lelaki yang sejak tadi melamun dan menatap kosong pada berkas yang ada di atas meja kerjanya.
Ya, lelaki itu adalah Dimas. Satu bulan semenjak perpisahannya dengan Hilda, Dimas merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Dalam kesehariannya pun Dimas sering merasakan kesepian.
Bukankah ada Novia yang menggantikan Hilda? Mungkin pertanyaan itu akan dilontarkan berbagai belah pihak.
Ya, memang saat ini ada Novia yang hadir dalam hidup Dimas. Tapi nyatanya Novia tak seperhatian Hilda. Semenjak memutuskan untuk tidak lagi bekerja menjadi sekretaris, yang Novia lakukan hanyalah jalan jalan dan berfoya-foya bersama teman-temannya. Terkadang juga dirinya akan menghabiskan waktu seharian untuk shopping dengan Ibu Mayang sang mertua.
Dimas seringkali menegur keduanya, namun istri dan ibu yaitu tak menghiraukan perkataannya sedikitpun. Saat Dimas melarang mereka untuk berhura-hura, keduanya akan tegas menjawab kalau semua yang mereka lakukan hanyalah agar mereka tidak bosan dan stres di rumah.
"Hilda, aku sangat merindukanmu." batin Dimas sembari mengusap foto yang masih tertata rapi di atas meja.
"Dimas!"
Saat Dimas masih asik melamun, tiba-tiba saja terdengar sebuah suara teriakan yang masuk ke dalam ruangannya. Dan itu pasti Novia.
"Dimas, kamu lagi ngapain sih? Ditelepon dari tadi nggak diangkat? di Whatsapp juga nggak dibales?"
Novia berjalan mendekati meja dan alangkah terkejutnya ia saat melihat tangan Dimas masih memegang foto kemesraannya dengan mantan istrinya.
Pyar!
Novia menarik foto tersebut dan membantingnya di lantai dengan kasar.
"Novia! apa yang kamu lakukan!" Sentak Dimas yang langsung berdiri kesal.
"Apa? kamu mau marah? Iya?" "Ingat ya Dim, Dia itu sekarang bukan milikmu lagi. Dia itu sudah jadi mantan istri buat kamu. Dan kamu tahu apa artinya itu Mantan? Mantan adalah masa lalu. Dan masa lalu harus dibuang jauh jauh. Mengerti?"
"Ya. Dan harusnya aku juga membuang jauh kamu waktu itu yang hanya menjadi mantan untukku!" Dimas berjalan keluar.
"Hey! Ingat ya, Aku tidak pernah memintamu untuk menerimaku lagi. Aku tidak pernah memintamu untuk membohongi istrimu dan berselingkuh denganku. Dan aku juga tidak pernah memintamu untuk meninggalkan istrimu demi memilih aku." Novia menghadang langkah Dimas dan meracau di depan banyak karyawan.
"Diam kamu!" "Kalau saja kamu tidak merayuku sejak kamu datang ke sini, mungkin aku tidak akan berpisah sama Hilda. Sampai detik ini aku pasti masih bersamanya."
"Kamu pikir kamu bisa bahagia hidup sama Wanita mandul seperti itu! Hah!"
Plak
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Novia. Ya, sepertinya Dimas sudah tidak sanggup lagi menahan emosi karena lontaran perkataan novia yang begitu pedas dan tidak enak didengar sama sekali.
"aw.. aw.. sakit" Rintih Novia yang masih tersungkur sambil memegang perutnya yang masih rata.
Melihat reaksi Novia, seketika Dimas pun merasa panik. Ia segera membopong tubuh Novia dan membawanya ke rumah sakit. Dalam perjalanan ia merutuki kebodohannya yang tak bisa menahan emosi yang menyebabkan Novia dan calon bayinya dalam bahaya.
Dimas hanya bisa berdoa semoga istri dan calon anaknya baik baik saja.
Sesampainya di di rumah sakit, Novia langsung di larikan ke IGD. Dimas menunggu di luar dengan cemas. Ia mondar mandir seperti Setrika yang sedang merapikan pakaian.
Namun tiba-tiba saja langkahnya terhenti Saat matanya tak sengaja menatap ke arah ruang pembayaran.
"Hilda" Lirih Dimas.
"Hilda tunggu!" Dimas berteriak dan berlari kecil menyusul Hilda melewati keramaian antrian yang ada di depannya.
Saat sampai di loket pembayaran, Dimas sudah tak menemukan Hilda di sana. Segera Ia berlari keluar dan mencari wanita yang sangat ia rindukan itu. Sepi. Hanya ada lalu lalang orang yang lewat, tak ada seorang pun yang ia kenal.
Karena tak menemukan Hilda, akhirnya Dimas memutuskan untuk balik ke loket pembayaran yang tadi.
"Permisi mbak boleh saya tanya sesuatu?."
"Silahkan"
"Boleh saya tahu, pembayaran apa yang barusan di lakukan oleh wanita yang bernama Hilda?."
"Nama panjangnya?"
"Hilda Mahira"
"Sebentar ya, saya cek dulu"
"Oh iya, Hilda Mahira baru saja melakukan pembayaran untuk pemeriksaan kehamilan dan USG."
"Anda yakin Hilda baru saja melakukan pembayaran atas pemeriksaan kehamilan?."
"Ya, apa ada masalah?."
"Tidak, terimakasih."
Deg
Deg
Deg
Jantung Dimas berdegup kencang.
Hamil?
Apa mungkin Hilda hamil?
Tapi anak siapa yang ia kandung?
Apa mungkin akan laki-laki itu?
Dimas bingung. Ia benar benar bimbang saat ini. Satu sisi, ia Ingin sekali datang menghampiri Hilda dan menanyakan langsung tentang hal ini. Tapi di sisi lain, ia juga tidak mungkin membiarkan Novia berada di IGD sendirian.
Aaaahhhhhhhh
Dimas menjambak rambutnya frustrasi.
.
.
.