Devan kaget saat tiba-tiba seseorang masuk seenaknya ke dalam mobilnya, bahkan dengan berani duduk di pangkuannya. Ia bertekad untuk mengusir gadis itu, tapi... gadis itu tampak tidak normal. Lebih parah lagi, ciuman pertamanya malah di ambil oleh gadis aneh itu.
"Aku akan menikahi Gauri."
~ Devan Valtor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak cocok
Devan terpaksa membuka matanya. Matanya langsung terarah ke arah kaki Gauri yang masih mengocok-ngocok di air, menghindari pandangan apa pun yang tidak seharusnya ia lihat meski sudah terlihat tadi, dengan sangat jelas.
"Cuma sebentar, Gauri," katanya dengan suara yang sempit, tangannya yang masih gemetar mulai menggosok bagian kaki dan punggung paha gadis itu dengan gerakan secepat mungkin namun tetap lembut. Setiap detik terasa seperti abad, darahnya bergejolak di telinga, dan dia berusaha sekuat mungkin untuk memusatkan pikiran pada satu hal, menjaga Gauri aman dan mencegah dia tantrum lagi.
"Udah, Gauri," ucapnya segera setelah selesai, langsung mengambil handuk besar yang tergantung di pintu kamar mandi.
"Sekarang kita keluar ya, keringin badan kamu.
Gauri mengangguk senang, lalu mengangkat kedua tangan agar Devan bisa membungkusnya dengan handuk. Tubuhnya masih sedikit basah, dan saat Devan mengangkatnya keluar dari bak, dia merasa beratnya yang lembut menempel di lengan. Jantungnya berdebar semakin kencang, bahkan lebih kencang dari saat dia sedang mengemudi mobil cepat di jalan raya. Untuk laki-laki yang dikenal dingin dan terkontrol, ini adalah pengalaman pertama yang benar-benar membuatnya hilang arah.
Devan membawanya ke kamar tidur, meletakkan Gauri di atas kasur yang lembut.
"Tunggu di sini ya, kakak ambil baju kamu," katanya, berusaha cepat pergi sebelum ada yang lain terjadi. Tapi ketika dia kembali dengan baju tidur yang lembut, dia melihat Gauri sudah melepas handuknya dan mencoba memakai bajunya sendiri, tapi dengan cara yang salah. Baju yang seharusnya dikenakan dari atas malah dia coba tarik dari bawah, membuat tubuh polosnya terlihat lagi dan Devan langsung menutupi mata dengan satu tangan.
Ya ampun. Mereka belum sampai tiga jam berada di dalam hotel ini tapi sudah banyak sekali kejadian yang terjadi. Gauri dia ...
"Gauri… tunggu dulu." ucapnya pelan, tidak berani melihat terlalu lama.
"Kamu pakai bajunya salah."
"Tapi Gauri bisa sendiri kok." jawab Gauri dengan nada yakin, tapi tetap kesulitan memutar baju. Akhirnya, dia mengeluh dan melemparkan baju ke atas kasur.
"Susahhh… kak Devan tolong!"
Devan menghela napas dalam, hatinya merasa seperti akan meledak. Dia tahu dia tidak boleh, tapi melihat Gauri yang bingung dan mulai menunjukkan tanda-tanda marah lagi, dia tidak punya pilihan lain. Ia pun perlahan membuka matanya, mata awalnya hanya terarah ke baju dan tangan Gauri. Tapi, sekeras apapun dia coba, ia dapat melihat tubuh gadis itu yang lain, yang tidak seharusnya dia lihat tapi sudah tertangkap oleh matanya.
Devan menghembuskan nafas keras. Dia mengambil baju tidur, membukanya, lalu dengan gerakan yang sangat hati-hati membungkusnya ke tubuh Gauri. Tapi ketika dia mau menarik tali pinggang baju, Gauri tiba-tiba berkata,
"Kak Devan, yang itu belum di pakein. Biasanya suster makein yang itu dulu."
Devan menatap ke arah yang di tunjuk Gauri. Bra. Detik itu juga Devan merasa kepalanya berputar. Ini sungguh ujian yang tidak terduga. Dia melihat bra yang tergeletak di atas meja rias, lalu melihat wajah Gauri yang menunggu dengan tatapan polos.
"Gauri… bra itu… kakak nggak tau cara pake yang buat perempuan," katanya, mencoba mencari alasan.
"Gampang kok! Suster cuma tarik dari belakang, lalu pasangin di dada," jelas Gauri sambil menunjuk ke dada sendiri. Devan merasa muka nya panas sekali, seolah-olah sedang berada di tengah gurun yang panas. Sekali lagi dia tidak pernah membayangkan akan berada dalam situasi seperti ini, membantu gadis yang bukan pasangannya untuk memakai pakaian dalam.
Tetapi ketika dia melihat mata Gauri yang mulai berkaca-kaca lagi, dia menyerah.
"Oke kakak bantuin kamu pake itu."
Devan pun mengambil bra, lalu berdiri di belakang Gauri. Tangannya gemetar semakin kencang saat dia membuka kancing bra, lalu perlahan meletakkan bagian dalamnya di dada Gauri. Dia mencoba secepat mungkin menutupnya dan mengunci kancingnya, tapi tangannya terasa seperti kaku dan sulit bergerak.
"Udah?" tanya Gauri dengan nada ceria.
"Udah," jawab Devan dengan suara yang serak, langsung mundur sejauh mungkin dari kasur. Dia duduk di sofa terdekat, menutup wajah dengan kedua tangan. Jantungnya kembali berdebar keras, napasnya masih tidak teratur. Untuk laki-laki dingin dan selalu menguasai situasi seperti dia, hari ini benar-benar menguji batas kesabaran dan kontrol dirinya.
Gauri yang sudah selesai memakai baju tidur langsung melompat ke atas kasur, berguling-guling sambil tersenyum bahagia.
"Enak… Gauri segar sekarang! Makasih kak Devan!"
Devan hanya bisa mengangguk tanpa mengucap kata. Dia melihat Gauri yang senang, dan rasa leganya pun meluap, bahkan meskipun dia masih merasa canggung dan panik di dalam.
Lelaki itu menghela napas dalam, memutar kepala untuk menghilangkan rasa pusing akibat apa yang baru saja dia hadapi. Namun melihat Gauri begitu senang, dia ikut bahagia.
Seorang guru matematika yang killer-nya minta ampun, berhasil di buat mati kutu karena seorang Gauri.
Tiba-tiba pintu hotel berbunyi. Devan menatap ke Gauri lagi yang kini sibuk bermain bonekanya yang baru saja dia keluarkan dari koper besar miliknya. Devan berdiri, membuka pintu. Awalnya dia pikir Gino, ternyata bukan.
Diana.
Dengan cepat Devan kembali memasang tampang datarnya.
"Mm ... Van, a-aku di suruh panggil kamu makan malam. Anak-anak udah kumpul di restoran bawah. Kamu gak liat grup?" kata Diana malu-malu. Padahal dia sendiri yang inisiatif datang karena tidak melihat Devan ada di bawah tadi. Padahal sudah hampir jam 7 malam.
"Aku pesan makanan sendiri saja nanti. Terlalu dingin di luar, Gauri masih capek, dia mau langsung tidur habis makan, aku tidak bisa meninggalkannya sendiri." jawabnya datar.
Diana melongok sedikit ke dalam kamar, lalu membeku ketika melihat Gauri duduk manis di kasur dengan baju tidur, rambut masih basah, boneka di tangan, dan handuk tergeletak asal di lantai.
Situasinya… sangat mudah disalahartikan. Dia kesal sekali.
"Oh, gitu. Ya udah, aku pergi dulu ya. Kalo nanti kamu butuh apa-apa, hubungi aku saja."
"Tidak perlu, terimakasih." balas Devan langsung.
Diana malu sekali, tapi tetap tersenyum. Begitu ia membalikkan badannya, Devan bahkan tidak menunggu sampai lebih dari satu detik untuk menutup pintu.
Diana berbalik lagi saat pintu hotel itu tertutup, tangannya mengepal kuat. Kenapa, kenapa mereka harus sekamar? Dan, apa yang sebenarnya terjadi di dalam kamar tadi? Devan dan perempuan itu, mereka tidak mungkin kan? Tidak mungkin perempuan itu menjadi wanita pilihan Devan, terlalu tidak cocok.
Diana pun lanjut pergi dari tempat itu dengan perasaan yang gondok sekali.
Devan Ampe gak tenang disamping Gauri, terlalu banyak hal yg bikin degdegan ya Van 🤭
Tapi gimana Gauri ga tergantung sama bapak,, perhatiannya itu lho...,, Gauri ga tau sj kalo pak Devan sudah dag Dig dug ser....🤭