Bagaimana perasaanmu jika kamu di madu di saat pernikahanmu baru berumur sepekan? Itu yang aku alami, aku di madu, suamiku menikahi kekasihnya yang teramat di cinta olehnya.
Aku tak pernah dianggap istri olehnya, meski aku istri pertamanya. Namun cintanya hanya untuk istri keduanya
Aku menjalani pernikahan ini dengan begitu berat. mungkin ini cara ku untuk membalas kebaikan pada Ayah Mas Alan, beliau begitu baik membiayai kuliahku selalu menjaga dan melindungiku setelah Ayah dan Ibuku meninggal saat diriku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.
Aku tak habis pikir jika kisah hidupku akan serumit ini, di tinggal orang tua, menikah pun di madu. Sungguh tragis kisah hidupku.
Hingga akhirnya Ayah sangat membenci Mas Alan setelah tahu kelakuan anaknya, dan Ayah membawaku pergi jauh dari kehidupan Mas Alan dan Maduku setelah aku dan Mas Alan bercerai.
Cerita ini karena terinspirasi tapi bukan plagiat! Bacalah, dan temukan perbedaannya🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon winda W.N, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 17. Merindukanmu
Sore hari saat pulang kerja, aku dan Lena lagi lagi di hadang Mas Alan dengan mobilnya. Entah apa yang akan di lakukan lagi.
"Nia, itu mobil Si Al bukan?" tanya Lena.
"hm..., itu memang mobil Mas Alan. Jalan trus aja Len," titahku.
"Nia, turun...," suara berat Mas Alan.
"ada apa lagi? Belum puas Anda membuatku meninggalkan motor kesayanganku di Pom tadi pagi," ketusku.
"aku akan mengantarmu," ucapnya lalu melangkah menghampiriku.
"motormu aman. Dan kini sudah ada di kontrakanmu," ucapnya mengejutkanku. Lalu aku turun dari motor Lena, dan berdiri di samping motor Lena.
Kontrakanku? Berarti benar dugaanku jika Mas Alan selalu mengikutiku. Dia tahu di mana kontrakanku. Bahkan dia tahu apa yang ku lakukan, tapi yang membuatku lebih bingung adalah perubahannya yang tiba tiba. Kenapa dan apa tujuannya mengikutiku.
"dari mana anda tahu di mana tempat saya ngontrak?" tanyaku. Aku penasaran, apa iya Mas Alan mengikutiku.
"aku...aku...tahu dari teman kantormu tadi pagi," jawabnya terbata bata. Aku semakin yakin jika Mas Alan memang mengikutiku.
"benarkah? tanyaku ragu.
"benar Nia. Ayo aku antar," ajaknya dengan suara lembut.
"kau bohong Mas, teman sekantorku tidak ada yang tahu jika aku ngontrak. Dan pagi tadi, hanya aku yang terakhir masuk ke kantor," ujarku. Mas Alan diam, dia tampak berpikir. Itu semakin membuatku yakin dia selalu memata mataiku.
"aku...ah..ayo aku antar pulang. Nanti aku jelaskan di mobil," ajaknya lagi. Lena hanya diam dan tersenyum, tapi senyum itu seperti senyuman nakal.
"aku tidak bisa. Aku dan Lena ada acara dan kami sedang buru buru," tolakku. Lalu hendak menaiki motornya Lena, justru Lena melarangku untuk naik.
"entar dulu Nia, Jangan naik dulu. Aku mau angkat telepon dulu," ucapnya. Aku pun menurut, dan ternyata Lena membohongiku.
"Lena....tunggu aku, Lena.....," teriakku. Karna Lena meninggalkanku begitu saja. Apa yang di rencanakan Lena?
"maaf Nia. Kau di antar dia saja oke...," teriaknya yang terus melajukan motornya tanpa menoleh padaku.
"kau tega Lena...," teriakku. Tapi itu sudah tidak terdengar oleh Lena.
"Nia..., ayo aku antar kamu," ajak Mas Alan.
"tidak, aku bisa naik taksi atau ojek. Tinggalkan saya," pintaku.
"aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian di sini," ujar Mas Alan. Semakin membuatku bertanya tanya, kenapa tiba tiba perduli denganku.
"aku sudah biasa sendirian. Pergilah," tolakku.
"jangan keras kepala Nia. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu," ujar Mas Alan.
"kenapa anda tiba tiba perduli denganku?" tanyaku. Kenapa Sifat acuh itu tiba tiba hilang dari dirinya.
"aku sudah bilang. Jika aku ingin memperbaiki semua, dan kita mulai dari awal," ucapnya lembut. Aku terdiam tak berkata apa pun lagi.
"ayo...," ajaknya lalu membukakan pintu mobil untukku. Pertama kalinya dia membukakan pintu mobil untukku, dengan bersikap manis.
Aku pun masuk tanpa memandangnya, tapi senyuman Mas Alan terlihat jelas dari sudut mataku. Dia melajukan mobilnya perlahan, aku hanya menatap jalanan dari balik jendela mobil. Aku hanya diam, begitu juga Mas Alan.
"kita pulang ke rumah ya," pinta Mas Alan kembali.
"aku gak bisa, aku sudah nyaman tinggal bareng Lena. Tidak ada lagi sakit," jawabku tanpa menoleh.
"Lala selalu menyalahkanku atas kepergianmu Nia. Lala terus terusan mendesaku agar mencarimu dan mengajakmu pulang," ucap Mas Alan. Apa yang ku pikirkan ternyata benar. Mas Alan, mencariku hanya karna Lala. Mas Alan memang laki laki egois, dia tidak akan berubah.
Mana mungkin Mas Alan mau mencariku, dan mau mengajakku pulang jika bukan karna Lala. Dia tidak akan bersikap baik dan tulus padaku jika bukan ada maunya.
"sampaikan pada Lala, aku tidak bisa pulang. Dan katakan padanya, jika aku baik baik saja di sini. Begitu juga hatiku," imbuhku.
"aku juga ingin kamu pulang Nia," ucapnya. Aku menoleh padanya, ada raut kesedihan di wajahnya.
"apa Ayah sakit lagi?" tanyaku. Karna raut kesedihannya terlihat seperti saat Ayah sakit.
"Ayah baik baik saja," jawabnya.
"terus untuk apa kamu mengajakku pulang. Aku sudah bilang, kalau aku tidak mau pulang. Dan tolong sampaikan pada Lala, aku baik baik saja dan jangan menghawatirkanku,"
"aku merindukanmu Nia!" kata kata yang tak bisa ku percaya.
"rindu? Rindu membuatku terluka maksutmu," ujarku tak percaya. Mana mungkin Mas Alan merindukanku, jika bukan rindu menyakiti dan memamerkan keromantisannya dengan Lala.
"aku merindukan dirimu, bukan ingin menyakitimu lagi. Aku sungguh sungguh rindu kamu Nia, ikut aku pulang ya," bujuk Mas Alan. Aku masih tak percaya jika Mas Alan merindukanku.
"apa Lala begitu marah padamu? Hingga kamu rela berpura pura bersikap manis padaku. Dan membujukku terus terusan. Agar aku mau ikut pulang dan Lala tidak lagi marah padamu," ucapku ketus.
"ini bukan hanya karna Lala. Tapi aku juga menginginkan kamu pulang, aku ingin memulainya dari awal Nia,"
"aku pikirkan nanti," jawabku dan langsung memalingkan pandanganku keluar jendela mobil.
"pikirkan baik baik Nia," ucapnya dengan nada memelas.
Kau tak bisa merayuku Mas, aku yakin jika ini ada kaitannya dengan Lala. Apa Lala marah padamu, hingga aku yang kau jadikan umpan. Agar Lala tak marah lagi padamu, ah....kenapa aku tidak bisa berpikir yang baik tentang mu Mas. Kenapa aku selalu saja suudzon padamu. Begitu kecewanya diriku padamu Mas, entah aku bisa memaafkanmu atau tidak aku pun tak tahu.
"sejak kapan kau memata mataiku?" tanyaku dingin pada Mas Alan.
"aku...aku...aku tidak memata mataimu. Nia," jawabnya terbata bata.
"tak usah mengelak Mas, aku tahu kamu berbohong," ucapku dan hendak keluar mobil karna aku sudah sampai di depan gerbang kontrakanku.
"tunggu Nia," tangan Mas Alan menahanku.
"lepaskan Mas, aku sudah sampai. Dan terima kasih atas tumpangannya,"
Aku mengibaskan tangannya dan keluar mobil. Ku tutup pintu mobil itu dengan kasar, dan ku berlari tanpa menoleh pada Mas Alan.
krn lala wujud iblis berbentuk manusia.
lala sudah menghancurkan pernikahan nia dan alan.