Menikah Dengan Sepupu (New Version)

Di dalam kamar pribadinya, Mona duduk dengan nyaman di kursinya yang empuk. Wajahnya dipenuhi kepuasan yang tak bisa disembunyikan. Tangannya lincah mengambil ponsel, lalu dengan cepat ia menekan nomor yang sudah tersimpan.

Begitu panggilan tersambung, senyum liciknya semakin mengembang.

"Ya, pekerjaanmu sangat bagus," ucapnya dengan nada puas. "Mikha benar-benar menolak menikah dengan Anand. Ini lebih mudah dari yang aku duga."

Dari seberang telepon, terdengar suara seorang wanita yang tertawa kecil. "Tentu saja, Bu Mona. Saya sudah pastikan dia nggak akan pernah berpikir untuk kembali pada Anand."

Mona tertawa pelan, matanya menatap ke arah jendela dengan penuh kemenangan. "Uangnya sudah aku transfer ke rekeningmu. Pastikan kau bawa anakmu pergi jauh dari kota ini. Aku nggak ingin melihat wajah mereka lagi."

Wanita di seberang telepon terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Iya Bu Mona. Saya akan pergi secepatnya."

Mona menatap kuku-kukunya dengan santai. "Aku juga menambahkan lebih banyak uang kalau kau mau menggugurkan anak itu, tapi... Ya terserah juga kalau Mikha mau mempertahankan anak itu"

Wanita di seberang terdiam lebih lama kali ini. Mona mendengus kesal. "Hei kenapa kau diam? Apa kau berubah pikiran? Ingin menjadi seorang nenek? Kau bahkan nggak tau dimana kau membeli suntikan berisi sperma itu... Ntah siapa ayah dari anak yang dikandung anak mu itu"

"Tentu saja aku akan menyuruh Mikha untuk menggugurkan bayi nya itu. Lagipula kalau dia hamil, dia nggak bisa menghasilkan uang untukku"

Mona mendecak. "Iya itu bagus, Lagipula kalau bayi itu lahir, dia hanya akan menjadi aib bagi keluargamu."

Setelah beberapa detik hening, akhirnya wanita itu menghela napas dan berkata, "Baiklah, saya mengerti Bu Mona."

Mona tersenyum puas. "Bagus. Aku nggak mau ada masalah di kemudian hari."

Panggilan berakhir, dan Mona meletakkan ponselnya dengan ekspresi penuh kemenangan.

"Dengan begini, Anand akan melupakan perempuan itu," gumamnya sambil tersenyum.

***

Mikha baru saja selesai menyiapkan makanan untuk neneknya ketika suara langkah kaki yang familiar membuat tubuhnya menegang. Ia berbalik dan mendapati Yani, ibu kandungnya, sudah berdiri di ruang tamu dengan wajah angkuh.

Yani masuk tanpa permisi, langsung duduk di kursi dengan santai seolah rumah ini miliknya.

Mikha menghela napas panjang, berusaha menahan amarah yang membuncah di dadanya. "Mau apa ibu ke sini?" tanyanya dingin.

Yani tak langsung menjawab. Ia merogoh tasnya dan mengeluarkan segepok uang, lalu melemparkannya ke meja. "Gugurkan anak itu."

Darah Mikha seolah membeku mendengar kata-kata ibunya sendiri. Ia menatap uang itu dengan tatapan tak percaya sebelum mendongak menatap Yani. "Aku nggak mau," jawabnya tegas.

Yani mendengus kesal, lalu bangkit dari duduknya. "Jangan keras kepala, Mikha. Kau sudah buat malu aku dengan hamil di luar nikah tanpa tahu siapa ayahnya, dan sekarang kau bilang nggak mau menggugurkan anak haram itu?"

Mikha mengepalkan tangannya. "Anak ini bukan anak haram!" teriaknya.

Namun, sebelum ia sempat bereaksi lebih jauh, Yani melayangkan tangannya dan menjambak rambut Mikha dengan kasar.

"Aku sudah cukup sabar menghadapi kelakuanmu! Apa kau pikir dengan mempertahankan anak ini, hidupmu akan lebih baik?! Kau pikir dunia akan menerimamu, hah?!"

Mikha meronta, kesakitan. Namun ia tetap bertahan. Dengan napas tersengal, ia berkata, "Aku akan melahirkan dan mengurus anak ini. Apa pun yang terjadi, aku nggak akan menggugurkannya."

Yani semakin murka. Ia mendorong Mikha hingga tersungkur ke lantai.

Dari dalam kamar, nenek Mikha mendengar suara keributan dan segera keluar. Begitu melihat cucunya tersungkur di lantai dengan Yani berdiri di atasnya, mata tuanya melebar ketakutan.

"Yani! Apa yang kau lakukan?!" serunya sambil menghampiri mereka.

Namun Yani justru menoleh dengan ekspresi penuh amarah. "Jangan ikut campur, Bu!" bentaknya sambil mendorong ibunya sendiri dengan kasar.

Nenek Mikha terhuyung ke belakang dan jatuh dengan keras ke lantai.

"Nek!" Mikha berusaha bangkit untuk menolong neneknya, tapi sebelum ia sempat bergerak, Yani meraih lehernya dan mulai mencekiknya.

"Dengar baik-baik," desis Yani dengan tatapan dingin. "Gugurkan bayi itu sendiri, atau tanganku yang akan bekerja untuk membunuhnya!"

Mikha terbatuk, berusaha menarik napas, tapi cengkeraman Yani terlalu kuat. Matanya mulai berkunang-kunang.

Air matanya menetes.

Tidak… Tidak mungkin…

Anak ini… harus hidup…

Namun tenaganya semakin melemah…