Hanya karna Elis mencintai suaminya, wanita 28 tahun itu membiarkan Arjuna suaminya untuk menikah lagi.
Bukan, bukan karna Elis merupakan wanita shaliha melainkan Elis tengah menghabiskan sisa cintanya terhadap sang suami.
Elis akan membiarkan hatinya terus tersakiti hingga cinta yang ia miliki tak bersisa.
Tidak ada kesalahan yang ia lakukan. Hanya saja tuntutan keluarga Arjuna yang menginginkan seorang putra. Sedangkan Elis sampai saat ini hanya bisa memberikan tiga putri saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indahnya halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meragukan diri sendiri
Arjuna membawa ketiga putrinya untuk makan terlebih dahulu sebelum melanjutkan permainannya.
Dengan telaten Arjuna menyuapi si bungsu, karna jika di biarkan makan sendiri Valery akan makan dengan sangat lama.
"Papa Vale mengantuk." gadis kecil berumur 6 tahun itu menghampiri Arjuna dan mulai merengek. Sepertinya memang Vale benar benar ingin tidur lagi pula ini dudah sore.
"Sebentar Papa bilang ke kak Rose dan kak Mine dulu." Arjuna memanggil ke duanya untuk mendekat. Hal itu juga tak lepas dari perhatian Naina dan Riska.
"Kak, adik Vale mengantuk. Kita pulang ya?" Arjuna berujar lembut, benar benar pria idaman pikir Riska, sungguh dewa keberuntungan berpihak ke padanya jika sampai Arjuna berhasil ia dapatkan.
"Papa. Kami masih ingin bermain. Papa sama Vale istirahat saja di kursi biar kak Rose temenin Mine bermain." Rose memberikan opsi kepada Papanya. Dengan telunjuk yang mengarah ke kursi stainles yang juga di duduki oleh Riska dan Naina.
Padahal niat mereka pergi ke mall untuk berbelanja. Tapi akhirnya mereka lebih tertarik untuk berdiam diri sembari menikmati pemandangan di depannya, seorang pria tampan juga mapan tengah memanjakan ketiga putrinya.
Arjuna menggendong tubuh Valery dan menimangnya sebentar, hingga mata bulat gadis kecil itu terlihat sayup sayup mulai terlelap.
Dengan sangat hati hati Arjuna mulai duduk membawa, putri bungsunya yang sudah mulai terlelap. Arjuna tersenyum teduh saat melihat wajah damai putrinya. Gadis kecil itu terlelap di pangkuan sang ayah. "Beberapa tahun kedepan Papa akan kesulitan menggendungmu." Arjuna tak kuat, ia kembali mengecup pipi gembil putrinya.
"Bapak terlihat sangat menyayangi putri putri bapak." ujar Naina. Wanita itu benar benar salut akan perlakuan Arjuna kepada para gadis kecilnya.
"Tentu saja. Mereka buah hatiku, harta berharga yang ku miliki." ucap Arjuna datar. Telapak tangannya mengusap kening Valery yang mengeluarkan keringat.
Riska mengabadikan moment itu dengan kamera ponsel miliknya dan membagikannya di group wa kantor mereka.
Beberapa pujian mengalir kepada Riska yang memberikan hastag menemani calon imam.
Tidak sedikit di antara mereka teman kantor Riska yang mengucapkan selamat. Mereka mudah sekali mempercayai hal hal yang belum jelas kebenarannya.
Arjuna meraih ponselnya, ia mengecek beberapa hal sembari memangku putrinya, ia juga memastikan jika makanan yang ia kirim untuk Elis sudah sampai. Sayangnya sang drever mengatakan jika alamat rumah yang di berikan Arjuna tidak terdapat orang, atau dalam ke adaan kosong. Kemana perginya Elis? Pertanyaan itu muncul begitu saja di benak Arjuna.
Arjuna memangku putrinya hingga beberapa waktu berlalu. Riska dan Naina bahkan menawarkan diri untuk bergantian memangku Valery. Sampai Rose dan Mine selesai bermainpun Valery masih terlelap di pangkuan Arjuna. Sepertinya Valery memang benar benar lelah.
Arjuna memilih undur diri dari para karyawannya, untung saja ia tidak harus repot membawa belanjaannya karna sudah di antar lebih dulu.
Valery tidak terbangun sekalipun Arjuna menidurkannya di kursi penumpang, sepanjang perjalanan mereka tertidur. Membuat Arjuna sedikit kerepotan mengangkut ketiga buah hatinya yang terlelap di mobilnya, karna jarak parkir mobil Arjuna kerumah mereka cukup jauh. Arjuna menitipkan mobil serta putrinya ke pada orang yang berada di parkiran.
Arjuna mengernyitkan kening saat rumah Elis kosong. Bahkan makanan yang ia kirimkan pun masih tergantung di atas handel pintu.
Arjuna menyingkap serbet yang terdapat di depan pintu ia meraih kunci yang di gantungi tali sepatu berwarna merah, kata Elis supaya jika hilang kunci itu cepat ketemu karna adanya warna merah yang mencolok yang akan menjadi penanda keberadaan kunci itu. Elis memang benar benar selalu memiliki pemikiran yang sederhana.
Dengan tidak kesulitan sama sekali Arjuna membuka kunci serta mengangkut putri putrinya untuk memasuki rumah. Arjuna juga mengangkut banyak belanjaan yang di inginkan putrinya. Termasuk ponsel, mukena juga beberapa putong pakaian untuk Elis.
Meski Arjuna sudah tiba sejak beberapa waktu lalu tapi Elis masih belum menunjukan batang hidungnya.
Arjuna bahkan mulai berpikir yang tidak tidak tentang kepergian Elis.
Hingga beberapa waktu berlalu Arjuna dapat mendengar suara motor yang berjenti di teras rumah istrinya. Arjuna langsung keluar menghampiri, Elis terlihat tengah membuka helmnya. Wanita itu terlihat membawa satu kresek sedang berisi buah rambutan.
"Kau dari mana El? Ini sudah sore. Mengapa kau baru pulang?"
"Aku habis jalan jalan. Kau pikir kau saja yang bisa bersenang senang. Aku juga mampu." Elis berujar sinis memasuki rumahnya, membiarkan Arjuna yang tengah mengecek suhu kenalpot serta mesin motor Elis. "Sangat panas, sepertinya Elis habis perjalanan jauh." Arjuna bergunam, kemudian mengikuti langkah Elis ke dalam rumah.
Elis dapat melihat ketiga putrinya terbaring di kasur busa di depan televisi. "Sepertinya kalian sangat kelelahan bersenang senang tanpa mama." Elis memasukan buah rambutan yang ia bawa dia ke dalam lemari pendingin yang di belikan Arjuna.
"Kau dari mana Elis?" Arjuna mengambil air putih dan menyerahkannya kepada Elis. Elis meraih gelas itu tapi tak langsung menjawabnya, ia terlebih dahulu membuka jaket yang tengah ia kenakan. Namun tanpa sengaja sebuah kartu nama terjatuh ke atas lantai dari saku jaket Elis.
Kartu nama yang Yudha berikan kepada Elis rupanya tanpa sengaja terjatuh.
Arjuna segera meraih kartu nama itu dan membacanya, belum selesai ia membaca, tatapannya sudah berubah menjadi tajam dan menusuk ke arah Elis, nama Yudha Barata di kartu nama itu yang menjadi pemicu emosinya.
"Kau menemui Om Yudha Elis?" pertanyaan itu terdengar penuh selidik.
Elis diam karna memang ia tengah minum.
"Kau lebih memilih menemui orang lain dari pada menghabiskan waktu dengan keluargamu?"
"Aku tidak menemuinya." Sangkal Elis.
"Lalu kau ingin mengatakan jika kau tak sengaja menemuinya begitu?" nada tidak suka terdengar jelas di pendengaran Elis.
"Aku memang tidak sengaja bertemu dengannya." ujar Elis sangat santai, meski ia menyadari Arjuna tengah marah tapi sebisa mungkin ia tidak terpengaruh.
"Kau pikir aku percaya?" sarkas Arjuna.
"Kau kira aku ingin membuatmu mempercayaiku? Tidak Arjuna. Kau bebas berpikir apapun tentang diriku!" Elis tak perduli sekalipun Arjuna akan memarahinya.
"Kau masih istriku Elis!" meski perkataan Arjuna pelan, tapi begitu banyak tekanan di dalamnya.
"Terserah jika kau berpikir begitu! Bagiku hubungan kita sudah berakhir. Aku membiarkanmu tetap berada di sini karna anak anak. Jangan terlalu percaya diri Arjuna!"
Arjuna mendekat, memangkas jarak di antara keduanya. Arjuna menangkup rahang Elis cukup kencang menggunakan kedua belah tangannya, meski begitu Arjuna tak membiarkan Elis tersakiti. Arjuna mendongakan wajah Elis untuk menatap ke arahnya, sehingga Arjuna dapat melihat manik berwarna kenari di antara mata indah Elis.
"Seribu kalipun kau mengatakan cintamu telah habis untukku. Nyatanya aku masih bisa melihat kilatan cinta yang sama di matamu Elis. Mulutmu bisa berkelit, tapi tidak dengan mata ini." Arjuna menyapukan ibu jari tanga kanannya ke ujung mata Elis. Ia kembali tenggelam dalam manik itu.
"Nyatanya bara api cinta yang pernah berkobar itu tidak benar-benar padam. Aku hanya perlu menghidupkannya kembali." ibu jari Arjuna kini mulai berpindah, yang tadinya mengusap ujung mata Elis kini berada di bibir ranum Elis, mengusap sekaligus membelah bibir Elis yang sudah menjadi candu untuknya sejak beberapa tahun lalu.
Arjuna tetgugah untuk membenamkan bibirnya di sana. Dengan sedikit tergesa Arjuna mengecup sekilas bibir Elis. Bukan ia tak rindu dengan rasa manis bibir itu. Hanya saja Arjuna masih membiarkan Elis untuk menyembuhkan lukanya lebih dulu.
Arjuna yakin setiap luka akan sembuh, ini hanya perkara waktu. Mungkin akan meninggalkan jejak di bekas luka itu. Ini sudah menjadi resiko untuknya.
"Beraninya kau mengecupku!" Elis mendorong Arjuna dan se gera memasuki kamar mandi yang letaknya tak jauh dari sana.
Elis memandangi pantulan wajahnya, di cermin usang yang terdapat di kamar mandi sederhana miliknya. Ia juga tengah meneliti maniknya sendiri. Mencoba memastikan sesuatu, benarkah di manik itu masih terdapat cinta untuk Arjuna? Tapi yang Elis lihat hanya kesalahan kesalahan Arjuna saja. Namun sebersit pemikiran mincul, jika ia sudah tidak mencintai Arjuna seharusnya ia tidak akan membesar besarkan masa lalu mereka. Jika Elis sudah tidak mencintai Arjuna harunya Elis bisa legowo dengan apa yang terjadi di antara mereka, bukan sedikit sedikit merasa kecewa dan tersakiti.
"Apa yang sebenarnya terjadi dengan hati ini?" Bukankah cintanya telah habis? Apakah Elis mulai meragukan dirinya sendiri?
"Aku sudah tak mencintainya lagi. Dia hanya mempengaruhi perasaanku saja!"