"Kamu serius Jas? Kamu merestui mama pacaran sama Arjuna? Temen kamu?" tanya Cahaya tak percaya. Senyum lebar mengembang di bibirnya.
"Lo nggak bohong kan Jas? Lo beneran bolehin gue pacaran sama nyokap Lo kan?" tanya Arjuna. Meskipun merasa aneh, tapi dia juga cukup senang. Berharap jika Jasmine tidak mengecewakan mereka.
Jasmine melihat sorot kebahagiaan dari mamanya dan Arjuna. Hatinya terasa sesak, benci. Sulit baginya menerima kenyataan bahwa Mamanya bahagia bersama Arjuna.
*
*
*
Hmm, penasaran dengan kelanjutannya? baca sekarang, dijamin bakal suka deh:)))
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Mie Instan
"Tapi gue suka sama Arjuna. Arg!! b0do amatlah, nggak peduli gue!! B0do!!" gumam Jasmine, kembali merebahkan dirinya di ranjang. Bantal empuk itu ia taruh di atas mukanya.
Tak lama setelah itu dia menyingkirkan bantal yang menutupi wajahnya. Jasmine menatap kearah langit-langit ruangan, lalu bangun dan menatap ke depan dengan penuh pemikiran. Di kepalanya sedang terlukis banyak hal, tentang kedua orang yang sangat ia kenal. Arjuna dan mamanya.
"Tapi tunggu! Mereka deket-deketan gitu pacaran bukan sih?! atau cuma lagi akrab aja? kenapa mama yang biasanya tegas ke karyawannya langsung hangat ke Arjuna?
Bener-bener aneh, kayaknya gue emang harus ketemu sama orang kemaren terus nanya semuanya. Kayaknya dia tau sesuatu. Hmm, sekarang masih jam berapa ya?" Jasmine lantas menoleh kearah jam bundar yang tergantung di dinding di depannya.
"Ah masih jam delapan. Masih kurang beberapa jam lagi. Btw taman itu kan jauh ya, gue kesana naik apa? Ojek? Atau angkot? Kalo taksi nggak mungkin, gue gada duit." Jasmine terdiam, matanya menatap lurus ke depan, pikirannya melayang entah ke mana.
Sejenak kemudian, ia tersadar dari lamunannya. Beranjak dari tempat tidur, ia melangkah keluar kamar, menuju dapur.
Setibanya di sana, Jasmine sedikit berjinjit meraih bungkus mie instan dari lemari kecil di depannya. Setelah mendapatkannya, ia beranjak ke rak, mengambil panci dan mengisi penuh dengan air dari keran. Panci itu ia letakkan di atas kompor, lalu menyalakan api.
Hari ini, seperti hari-hari sebelumnya, mie instan kembali menjadi santapan Jasmine. Uang tabungannya sudah menipis. Jika ia membeli beras dan lauk pauk, pasti uangnya akan habis. Tidak akan cukup. Mau tak mau, ia terpaksa menyantap mie instan setiap hari.
Beberapa saat kemudian, mie instan buatannya sudah matang. Jasmine membawa mangkuk berisi mie instan itu ke meja makan lalu memakannya. Karena telat bangun, dia sangat lapar. Dalam sekejap saja mie instan itu sudah ludes dia makan.
Setelah mie instan di piringnya habis, Jasmine meraih gelas berisi minuman yang sudah disiapkannya di meja. Ia meneguknya hingga tandas, lalu meletakkan gelas itu kembali.
Tak lama setelah gelas itu ia taruh, ponselnya berbunyi. Ada pesan yang masuk di ponselnya. Dengan sembari kening mengerut, Jasmine meraih ponselnya yang ada di atas meja, lalu membukanya.
Ketika layar ponselnya menyala, dia mendapati bibinya, Kate mengiriminya beberapa pesan. Jasmine membuka pesan itu dan mulai membacanya.
(Jas, kamu udah sarapan Sayang?)
(Sarapan sama apa? Beras masih ada kan? Kamu udah bangun?)
(Nanti malam bibi ke rumah kamu ya, nginep, nemenin kamu. Kamu ada acara apa hari ini Sayang? Kuliah nggak?)
Begitulah beberapa pesan yang bibi Kate kirimkan kepada Jasmine. Senyum mengembang di wajahnya, meresapi setiap kata yang terukir di sana. Rasa hangat menyelimuti hati, seolah-olah ia menemukan kasih sayang seorang ibu yang selama ini tak pernah ia rasakan, bahkan dari mana kandungnya sendiri.
(Aku udah selesai sarapan bi. Sarapan pake mie instan.)
(Beras udah habis. Aku makan pake mie instan akhir-akhir ini.)
(Oke bi. Makasih ya udah mau nemenin aku. Aku kesepian banget di rumah. Kangen papa. Bibi bisa dateng.)
Bibi Kate langsung membaca pesan yang Jasmine kirimkan. Lalu membalasnya.
(Loh kok mie instan sih sayang? Nggak baik loh banyak-banyak makan mie instan itu. Lambung kamu bisa kena.)
(Kalau kamu butuh makanan, beras kamu bisa bilang sama bibi nanti bibi kasih. Jangan makan mie instan sayang. Kamu bisa sakit. Jangan lagi ya.)
(Yaudah nanti bibi dateng. Sekalian nanti bibi bawain kamu beras sama bahan makanan. Kamu mau makan apa sayang nanti? Biar bibi beliin bahannya dari luar, terus kita masak bersama?)
Bibinya ini perhatian sekali. Jasmine tidak henti tersenyum membaca pesan yang bibinya kirimkan. Lalu jari-jari lentiknya bergerak di layar, mengirimkan balasan.
(Aku nggak ada pilihan lain bi. Semua bahan makanan habis, jadi aku terpaksa beli mie instan. Uangku cuma cukup buat beli itu.)
(Aku nggak mau ngerepotin bibi. Sejauh ini bibi sudah banyak bantu aku. Aku nggak mau ngerepotin lebih jauh lagi.)
Bibi Kate membalas.
(Nggak ngerepotin sayang. Kamu itu ponakan bibi. Sudah seharusnya bibi bantuin kamu kayak gini.) - Bibi Kate
(Nanti kamu mau makan apa? Semur daging mau? Atau tumis sayur-sayuran? Nanti bibi beliin bahannya di pasar dulu saat mau otw ke rumah kamu.) - bibi Kate
Jasmine tersenyum, lantas mengirimkan balasan.
(Makasih ya Bi. Bibi baik banget sama aku. Aku sayang bibi.) - Jasmine
(Ehm, aku terserah bibi aja. Apapun yang bibi beli, bibi masak, aku pasti makan. Masakan bibi kan enak, aku suka masakan bibi.) - Jasmine
Bibi Kate terlihat mengetikkan pesan. Ada lama bibi Kate mengetikkan pesan hingga akhirnya ia menekan tombol kirim.
(Sama-sama sayang. Yaudah nanti bibi beliin kamu bahan masakan itu ya. Terus nanti kita masak bersama. Bibi kangen masak bareng kamu.) - Bibi Kate
(Aku juga kangen masak bareng bibi. Yaudah bi nanti bibi dateng aja. Aku nggak kemana-mana hari ini. Nggak kuliah juga. Bibi jam berapa kesini?) - Jasmine
Bibi Kate mengetikkan pesan, lantas mengirimnya.
(Malam sayang. Habis magrib. Nanti suami bibi yang nganterin kesana. Dia sama anak-anak di rumah.) - bibi Kate
Jasmine mengerutkan keningnya. Lalu jari-jarinya bergerak-gerak di layar mengirimkan balasan.
(Maaf ya bi kalo karena aku bibi harus ninggalin suami sama anak bibi di rumah.) - Jasmine
Wajah Jasmine bersemu sendu. Dia senang dengan perhatian bibi Kate untuknya. Tapi tetap merasa tidak enak. Bibi Kate juga punya keluarga sendiri. Tapi malah mengurusinya.
(Nggak papa Jas. Ini kehendak bibi pribadi. Suami sama anak bibi juga bolehin kok. Mereka nggak masalah. Mereka malah kasian sama kamu. Titip salam katanya.) - bibi Kate
Jasmine tersenyum. Bibi Kate dan keluarganya memang orang yang baik. Dia beruntung bisa memiliki keluarga seperti mereka.
(Yaudah kalo gitu. Makasih ya Bi sekali lagi. Aku tunggu bibi di rumah.) - Jasmine
(Iya Jas. Yaudah bibi tinggal dulu ya, mau ke pasar dulu buat beliin bahan makanan nanti.) - bibi Kate
(Iya bi, hati-hati ya.) - Jasmine
Setelah percakapan itu selesai dan bibi Kate terlihat offline. Jasmine meletakkan ponselnya di meja, lalu beranjak. Piring dan gelas bekas minumannya ia bawa ke wastafel untuk di cuci. Setelah bersih, ia menata kembali piring dan gelas itu di rak.
Jasmine berbalik, mengambil ponselnya, dan melangkah kembali menuju kamarnya.
*********
Pada pukul sebelas siang, seperti yang sudah dijanjikan lewat pesan kemarin, Jasmine menuju ke taman raja zebra untuk menemui orang asing yang kemarin menghubunginya.
Tak lama setelah itu tibalah Jasmine di taman itu. Taman yang ada di pinggiran kota, di sekitar pemukiman padat, namun saat itu sedang sepi. Jasmine turun dari ojek yang dinaikinya, membayar ongkos, lalu melangkah masuk ke taman.
Setelah di dalam dia mengedarkan pandangannya ke segala arah. Lalu pandangannya terhenti pada seorang wanita berpakaian kantoran, duduk tenang di sisi lain taman. Wanita itu terlihat sangat cantik dan modis. Berbeda dengan Jasmine yang terlihat sangat sederhana dan terkesan tomboy.
Saat Jasmine melihatnya wanita itu sedang memainkan ponselnya. Lalu Jasmine berjalan menuju ke wanita itu. Setelah berada tepat di hadapannya Jasmine berdehem. Wanita itu sontak mendongak, matanya bertemu dengan mata Jasmine.
Sejenak keduanya hanya saling menatap tanpa bicara. Mata wanita itu melebar, mungkin terkejut melihat Jasmine ada di hadapannya.
"Mbak yang menghubungiku kemarin kan?" tanya Jasmine, matanya menyipit sedikit.
Wanita itu berdiri, matanya menyapu Jasmine dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Kamu anaknya Bu Cahaya, ya?" tanyanya balik.
"Iya saya anaknya. Mbak yang kemarin menghubungiku kan? Mbak menyuruhku kemari itu mau menjelaskan apa?" tanya Jasmine, langsung to the point.
Wanita itu langsung tersenyum, "Duduk dulu," katanya sambil menunjuk kursi di sebelahnya.
Jasmine pun duduk di sebelah wanita itu. Lalu ia menatap ke arahnya, menunggu jawabannya. Wanita itu menoleh ke arah Jasmine.
"Kamu cantik sekali. Mirip Bu Cahaya. Ehm, nama saya Elin, karyawan di kantor Bu Cahaya," ujar wanita itu sambil mengulurkan tangannya, memperkenalkan diri.
Jasmine, sedikit ragu, membalas uluran tangan Elin. "Jasmine," jawabnya singkat.
Jabatan tangan mereka pun lepas. Wanita itu kembali bicara, suaranya lembut,
"Begini, sebelumnya saya minta maaf karena kemarin saya menghubungimu tiba-tiba. Pasti kamu bingung kan, dari mana saya dapet nomor kamu dan tau kalau kamu anaknya Bu Cahaya?
Sebenarnya, awalnya aku juga nggak tau. Bu Cahaya nggak pernah kenalin kamu ke karyawan-karyawannya. Dia cuma bilang anaknya sekolah di luar negeri, tapi bukan kamu. Dan--" wanita itu tidak melanjutkan ucapannya karena Jasmine tiba-tiba memotong ucapannya.
"Nggak usah bertele-tele lagi, langsung to the points aja! Kamu mengajak saya ke sini itu mau menjelaskan apa? Apa ini ada hubungannya sama mama?" tanya Jasmine kemudian. Meskipun dia penasaran dari mana wanita itu mendapatkan nomornya dan tahu dirinya anaknya bosnya, tapi yang lebih membuatnya penasaran saat ini adalah tentang apa yang ingin wanita itu jelaskan kepadanya.
Senyum tipis mengembang di bibir wanita itu, diiringi anggukan kepala. "Kamu benar," jawabnya, suaranya lembut. "Ini memang ada hubungannya dengan Bu Cahaya. Tapi, bukan hanya beliau yang terlibat. Ada orang lain, dan aku sendiri terkejut melihatnya."
Wanita itu meraih ponselnya dari dalam tas, jari-jarinya lincah mengusap layar. Jasmine mengikuti setiap gerakannya. Dalam hati dia menggumam.
"Arjuna. Orang itu Arjuna kan? Ada hubungan apa antara mama sama Arjuna?" Pikirannya berputar, menebak-nebak berbagai kemungkinan.
Tatapannya tajam, tertuju pada wanita di sebelahnya yang sibuk dengan ponselnya. Tak lama kemudian, wanita itu mengulurkan ponselnya kepada Jasmine. Di layar, terlihat siluet dua orang yang sedang berpelukan.
"Ini...siapa?"
Bersambung ...