Cerita ini berlatar 10 tahun setelah kejadian di Desa Soca (Diharapkan untuk membaca season sebelumnya agar lebih paham atas apa yang sedang terjadi. Tetapi jika ingin membaca versi ini terlebih dahulu dipersilahkan dan temukan sendiri seluruh kejanggalan yang ada disetiap cerita).
Sebuah kereta malam mengalami kerusakan hingga membuatnya harus terhenti di tengah hutan pada dini hari. Pemberangkatan pun menjadi sedikit tertunda dan membuat seluruh penumpang kesal dan menyalahkan sang masinis karena tidak mengecek seluruh mesin kereta terlebih dahulu. Hanya itu? Tidak. Sayangnya, mereka berhenti di sebuah hutan yang masih satu daerah dengan Desa Soca yang membuat seluruh "Cahaya Mata" lebih banyak tersedia hingga membuat seluruh zombie menjadi lebih brutal dari sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Foerza17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Helikopter Penyelamat
Kereta berjalan semakin cepat diikuti pintu keluar gerbong yang kembali tertutup rapat. Aku mengamati setiap kondisi dalam kereta. Terlihat siluet para penumpang yang berlarian kesana-kemari dan saling bertubrukan satu sama lain. Cipratan darah semakin lebih banyak tercipta. Juga teriakan histeris setiap penumpang yang menyayat hati semakin menambah pemandangan kereta malam yang sangat memilukan. Aku menggigit bibir bawahku melihat neraka sebelumnya kembali terjadi.
"Ada yang datang!" seru Shima sembari memalingkan wajahnya kearah hutan di belakang kami. Aku pun langsung mengangkat pisauku dan bersiap menghadapi serangan dadakan.
Sayup-sayup terdengar suara langkah kaki yang bergerak cepat menembus semak. Jantungku berdetak cepat menunggu sosok zombie apa yang akan datang menyerang. Hingga kemudian seorang zombie melompat dari dalam hutan dengan wajah sobek dan penuh darah disana. Dia langsung menggeram dengan liur darah yang mengalir dari mulutnya. Aku menatapnya tajam dan hendak menunggunya menyerang terlebih dahulu.
Tiba-tiba terdengar suara siulan samar dari kedalaman hutan yang membuat zombie itu tampak tertegun dengan menatap langit dan terlihat bingung. Sesaat kemudian, dia langsung pergi meninggalkan kami begitu saja.
"Apa yang terjadi?" tanyaku sembari mengendurkan tanganku.
"Aku seperti mendengar suara siulan samar dari kedalaman hutan yang jauh," sahut Shima sembari menutup telinganya seakan ingin menajamkan pendengarannya.
"Benarkah? Sebuah siulan?" tanyaku lagi. Shima mengangguk lirih sembari masih menatap jauh diantara hutan.
Disisi lain, para zombie mulai menabrakkan dirinya kearah pintu gerbong yang tertutup rapat. Gerbong bagian belakang sudah sangat tidak aman bagi para penumpangnya disana. Suara benturan antara tubuh dengan pintu semakin bersahutan terdengar. Beberapa kaca juga sempat pecah sebab huru-hara yang terjadi di dalam kereta.
Mayat tergantung menancap pada jendela yang pecah. Darah segar mulai menjadi cat pengganti warna dasar kereta yang berwarna hitam. Hingga suara teriakan penumpang yang terjebak dan tak bisa keluar lagi mengalahkan deru mesin diesel yang bersuara. Bulu kudukku semakin merinding melihatnya tragedi itu.
"Tunggu! Aku juga seperti mendengar suara baling-baling helikopter di kejauhan," ucap Shima.
"Helikopter?" aku terkejut mendengar pernyataan itu.
"Iya helikopter. Sepertinya dari arah sana!" jawab Shima sembari menunjuk kearah tempat kami beristirahat sebelumnya.
"Apakah itu jemputan kita yang sebenarnya?" tanyaku dengan mata berbinar.
"Mungkin saja?" ucap Shima.
"Kalau begitu, tunggu apalagi? Ayo kita kesana!" ucap Amin sembari berlalu meninggalkan kami. Kami langsung mengikutinya.
Benar saja, aku juga mulai mendengarkan suara kibasan baling-baling yang semakin kuat terdengar. Aku menjadi semakin bingung. Apakah penjemputan melalui kereta memang bukan diperuntukkan untuk kami? Apakah telah terjadi sebuah miss komunikasi dengan pihak KAI dan tim SAR? Sehingga mereka mengirimkan dua jenis kendaraan penjemputan sekaligus? Aku masih tak habis pikir, tapi mungkin melalui helikopter-lah kami seharusnya dijemput.
Di sekeliling kami, zombie-zombie nampak hanya berlalu saja melewati kami. Mereka terlihat lebih memilih untuk mendatangi kereta yang semakin lama berjalan semakin cepat.
"Ada yang aneh ya, Pak?" ucap Hadi dengan kamera digital yang masih merekam pelarian kami.
"Benar. Apa mereka takut menghadapi kita karena telah menghajar mereka sebelumnya ya?" jawabku. Hadi hanya mengangkat bahunya.
Tak berselang lama, terdengar suara helikopter yang tepat berada di atas kami. Dengan refleks kami pun langsung mendongak kearah langit dan terlihat remang-remang helikopter penyelamat dengan dominasi warna hijau zaitun tersebut. Mataku berbinar melihat helikopter itu dan jantungku berdegup kencang merasa tak sabar ingin segera pergi dari tempat mengerikan ini.
"Kita selamat!" ucap Shima dengan suara hangat.
Perlahan helikopter itu pun turun. Lalu, dalam jarak yang kira-kira hanya beberapa dari tanah, helikopter itu menurunkan sebuah tangga kayu yang terikat pada sebuah tali tambang yang panjang. Hempasan angin yang bertiup kencang seketika membuat mataku sulit untuk terbuka.
"Ayo! Kita harus bergegas menaiki ini!" teriakku kepada mereka masih yang terlihat ragu.
"Tapi aku belum pernah menaiki tangga seperti ini sebelumnya," sahut Shima dengan suara bergetar.
"Tidak apa-apa! Yang penting cengkraman tangan kalian kuat, kalian pasti kalian bisa memanjatnya hingga ke atas!" jawabku menyemangatinya.
"Ayolah! Helikopter tidak bisa turun lebih rendah lagi sebab pepohonan yang menghalangi!" aku kembali menatap mata mereka dalam. Walau terlihat ragu, mereka satu persatu mulai memanjat helikopter itu dengan berurutan.
Aku memutuskan untuk memanjat tangga itu di posisi yang paling terakhir sembari memantau mereka dari bawah. Mataku mengembara ke penjuru hutan. Aku pun turut menahan tangga kayu itu agar tidak terlalu bergoyang terkena terpaan baling-baling helikopter yang lumayan kencang.
Setelah aku merasa goyangan tangga sudah tidak terlalu bergetar, aku mendongak untuk memastikan apakah teman-temanku sudah sampai memasuki helikopter dengan selamat. Mereka nampak tersengal namun raut wajah lega tersorot jelas di mata mereka.
"Sekarang giliranku," gumamku sembari mulai menaiki tangga gantung itu.
Aku berusaha memanjat tangga gantung itu sesegera mungkin. Angin malam ditambah hembusan dari baling-baling helikopter membuat suasana semakin dingin di atas sini. Aku juga sesekali mengamati kondisi hutan yang ada di bawah kakiku. Suasana hutan tampak gelap karena tanpa cahaya apapun di dalam sana.
Namun, pandanganku tiba-tiba terpaku kepada sesosok bayangan seorang lelaki yang tidak seperti para zombie yang lain. Dia terlihat hanya berdiam diri di sana mematung seakan menatapku tajam. Ketika para zombie masih berusaha untuk menghampiri kereta yang semakin berjalan menjauh, dia hanya berdiam diri di sana. Angin malam seketika berhembus menyentuh wajahku, tetapi sinar rembulan yang pudar tak sanggup untuk menerangi wajahnya sehingga membuatku tak bisa mengidentifikasi siapakah dia sebenarnya.
"Ayo cepat!" teriakan Shima yang menembus deru pesawat seketika membuyarkan lamunanku.
Aku pun kembali memanjat tangga gantung itu dan bergegas memasuki helikopter. Walau dengan napas tersengal aku pun berhasil mencapai puncak dan segera menyandarkan tubuhku pada helikopter yang dingin. Aku masih kepikiran dengan siapakah sosok yang hanya tampak mematung di bawah sana.
Helikopter pun terbang semakin menjauh dari hutan itu yang membuatku tak sempat untuk menyoroti wajahnya agar terlihat lebih jelas dengan senterku. Aku kembali mengamati situasi di luar. Zombie-zombie masih tampak berlarian mengejar kereta yang berusaha pergi. Kondisi kedua kereta malam menjadi tampak mengerikan. Dengan badan kereta yang sudah terkoyak-koyak sebab serangan zombie yang menggila dan darah yang memuncrat semakin menambah seram kondisinya.
Walau begitu kereta kedua masih nampak berjalan dengan penumpang zombie yang masih menumpang di dalam sana. Aku pun memberanikan diri untuk bertanya kepada sang pilot tentang mengapa tim penyelamat mengirim kereta lagi dan juga mengirim sebuah helikopter?
Sebelum aku sempat bertanya sayup-sayup aku mendengar suara siulan misterius yang sebelumnya berbunyi saat aku masih di bawah. Kepalaku kembali mendongak keluar untuk melihat siapakah sebenarnya orang yang terus-menerus bersiul itu. Remang-remang nampak pria misterius yang terlihat berdiam diri tadi mulai bergerak dan pergi menjauh dan masuk di kedalaman hutan yang lebat.