NovelToon NovelToon
Menjemput Cahaya

Menjemput Cahaya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Spiritual
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Lianali

Sekuel dari cerita Jual Diri Demi Keluarga.

Setelah melewati masa kelam yang penuh luka, Santi memutuskan untuk meninggalkan hidup lamanya dan mencari jalan menuju ketenangan. Pesantren menjadi tempat persinggahannya, tempat di mana ia berharap bisa kembali kepada Tuhannya.

Diperjalanan hijrahnya, ia menemukan pasangan hidupnya. Seorang pria yang ia harapkan mampu membimbingnya, ternyata Allah hadirkan sebagai penghapus dosanya di masa lalu.



**"Menjemput Cahaya"** adalah kisah tentang perjalanan batin, pengampunan, dan pencarian cahaya hidup. Mampukah Santi menemukan kedamaian yang selama ini ia cari? Dan siapa pria yang menjadi jodohnya? Dan mengapa pria itu sebagai penghapus dosanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16_Ros Scarf

Setelah pertemuan di gazebo berakhir, Santi kembali ke asramanya dengan hati yang campur aduk. Ia menggenggam erat amplop putih pemberian Fahri, seakan di dalamnya tersimpan lebih dari sekadar lembaran uang—tetapi juga kebaikan, perhatian, dan mungkin sesuatu yang belum ia pahami sepenuhnya.

Sementara itu, Fahri dan Kiyai Nasir masih duduk di gazebo, melanjutkan obrolan mereka. Mereka berbincang tentang berbagai hal—tentang pesantren, perkembangan santri-santri, hingga kondisi masyarakat sekitar. Sesekali, tawa kecil terdengar di antara keduanya, mencairkan suasana sore yang semakin teduh.

Tak lama kemudian, suara azan Ashar berkumandang dari masjid pesantren. Suara muazin yang merdu menggema di seluruh lingkungan pondok, mengundang setiap orang untuk menghentikan aktivitas mereka dan bersujud kepada Sang Khalik.

Fahri dan Kiyai Nasir segera beranjak dari tempat duduk mereka. "Mari, Ustadz Fahri, kita salat dulu, nanti lagi kita lanjut obrolannya" ujar Kiyai Nasir dengan senyum hangat.

"Tentu, Kiyai," sahut Fahri.

Mereka berjalan berdampingan menuju masjid, bergabung dengan para santri yang juga menuju ke sana. Setelah mengambil air wudu, mereka masuk ke dalam masjid dan menempati saf terdepan.

Seusai salat, Fahri masih duduk bersimpuh, melantunkan doa-doanya dalam hati. Kiyai Nasir pun melakukan hal yang sama, khusyuk dalam keheningan ibadah.

Setelah beberapa saat, mereka bangkit dan berjalan kembali ke rumah Kiyai Nasir. Matahari sudah mulai turun ke ufuk barat, mewarnai langit dengan semburat jingga keemasan yang memancarkan ketenangan. Angin sore berembus lembut, membawa aroma khas pesantren yang penuh kedamaian.

Saat mereka sudah tiba di rumah, Kiyai Nasir menatap Fahri dengan senyum khasnya, "Fahri, kamu jangan pulang dulu," ujarnya dengan nada yang tidak bisa ditolak, "sudah sore, lebih baik menginap di sini."

Fahri tertawa kecil, sadar bahwa ajakan itu lebih menyerupai perintah yang tidak mungkin ia tolak. "Tentu saja, Kiyai," jawabnya dengan nada bercanda, "saya juga tidak ada niatan untuk buru-buru pulang."

Kiyai Nasir ikut tertawa, lalu menepuk-nepuk bahu Fahri dengan penuh kehangatan, "bagus, bagus. Lagipula, sudah lama kita tidak berbincang panjang. Malam ini kita bisa duduk santai sambil menikmati teh."

Fahri tersenyum, merasa senang bisa menghabiskan waktu lebih lama di pesantren ini. Ia selalu merasa rumah Kiyai Nasir memiliki kehangatan tersendiri, membuatnya nyaman dan tenteram.

Saat itu, Adam muncul dari arah luar, baru saja kembali dari tugasnya di pondok. Ia mengenakan baju koko sederhana dengan sarung yang dililitkan di pinggangnya. Langkahnya mantap, tetapi ketika ia melewati ruang tamu, matanya menangkap sosok yang duduk bersama pamannya.

"Ah, sini, Adam," panggil Kiyai Nasir dengan ramah.

Adam menghentikan langkahnya sejenak, menatap Fahri beberapa detik sebelum akhirnya mendekat. Ia duduk dengan tenang di hadapan mereka, menunggu pamannya berbicara.

"Iya, Paman?"

Kiyai Nasir tersenyum, lalu menunjuk Fahri dengan jemarinya, "silahkan duduk, Adam. Paman ingin mengenalkan mu dengan seseorang."

Adam mengalihkan pandangannya kepada Fahri. Lelaki itu tersenyum kepadanya, dan ia membalas senyuman itu dengan sedikit kaku.

"Ini Ustadz Fahri," lanjut Kiyai Nasir. "Orang yang dulu Paman ceritakan kepadamu. Orang yang sudah banyak membantu pesantren ini."

Fahri mengulurkan tangannya dengan ramah. "Fahri," katanya memperkenalkan diri.

Adam menerima uluran tangan itu dengan sedikit ragu, tetapi akhirnya menjabatnya dengan cukup erat. "Adam," balasnya singkat.

Sejenak, mereka saling menatap. Fahri menyadari bahwa tatapan Adam bukanlah tatapan biasa. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang sulit dijelaskan.

"Jadi, Ustadz Adam," ujar Fahri, mencoba mencairkan suasana, "kamu sudah lama tinggal di sini?"

"Baru beberapa minggu yang lalu, ngomong-ngomong panggil saya Adam saja, jangan panggil Ustadz" jawab Adam tidak mau dipanggil Ustadz, sebab ia merasa tidak layak untuk itu.

Fahri mengangguk dengan pemahaman, "baiklah Adam," sahut Fahri tersenyum.

Adam tersenyum tipis. Ia tidak mengatakan apa-apa, tetapi pikirannya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan tentang lelaki di hadapannya ini. Selama ini, ia hanya mendengar nama Fahri dari cerita Kiyai Nasir dan Bu Nyai Halimah. Namun, sekarang, ia bisa melihat langsung sosoknya. Ada sesuatu dalam diri Fahri yang membuatnya penasaran—wibawa yang tenang, senyum yang tulus, dan tatapan yang tajam tapi penuh kelembutan.

Kiyai Nasir, yang telah lama mengenal Adam, menyadari perubahan sikap keponakannya. Ia menatap Adam dengan pandangan penuh makna, lalu tersenyum sebelum berbicara, "Adam ini anak yang cerdas, Fahri. Dia ini keponakanku, yang dulu pernah aku ceritakan kepadamu. Dia sebaya denganmu, lulusan universitas terkenal di Singapura, dan juga tamatan pesantren sebelumnya."

Fahri mengangguk sambil tersenyum, "wah, keren sekali," pujinya tulus.

Adam hanya tersenyum kecil, tidak terlalu nyaman dengan pujian. Ia memang bukan tipe orang yang suka menonjolkan dirinya sendiri.

Saat itu, Bu Nyai Halimah muncul dari dalam rumah dengan nampan berisi teh hangat dan beberapa kudapan. Aroma teh yang khas memenuhi ruangan, membawa suasana kehangatan.

"Silakan diminum, Fahri, Adam," ujarnya dengan ramah.

Fahri mengambil cangkirnya dengan kedua tangan, meniup permukaannya yang masih mengepulkan uap sebelum menyesapnya perlahan. Begitu juga dengan Adam, yang meminum tehnya dalam diam, sambil sesekali melirik Fahri.

Kiyai Nasir kembali membuka pembicaraan. "Fahri, Adam ini juga pandai berceramah, sama sepertimu. Selama beberapa minggu di pesantren ini, ia sudah beberapa kali mengisi kajian untuk santri dan santriwati."

"MasyaAllah, hebat kamu, Adam," ujar Fahri sambil menoleh ke arah Adam dengan senyum lebih lebar.

Adam tersenyum kecil, menggeleng pelan, "jangan berlebihan memuji, Ustadz," katanya rendah hati.

"Saya dengar dari Bibi, Ustadz Fahri ini tak kalah hebatnya. Lulusan dari Cairo, Mesir, sering diundang bertausiyah dari acara satu ke acara lainnya, dari kampung satu ke kampung lainnya. Dan juga memiliki banyak cabang usaha kuliner. Kalau dibandingkan dengan saya, saya ini tidak ada apa-apanya."

Fahri terkekeh kecil, mengangkat tangannya, "ah, jangan memanggil saya Ustadz. Panggil Fahri saja. Toh kita seumuran, kan?"

Adam menatap Fahri sejenak, lalu mengangguk. Kini, sikapnya tidak lagi sekaku tadi, "baiklah, Fahri, tapi benarkan apa yang saya katakan barusan, kalah saya ini tidak ada apa apanya kalau dibandingkan Fahri," ujarnya sambil tersenyum.

Obrolan mereka terus mengalir. Adam mulai merasa nyaman berbincang dengan Fahri. Ada sesuatu dalam cara Fahri berbicara yang membuatnya terasa akrab, seperti seorang teman lama yang baru bertemu kembali.

Setelah beberapa saat, Adam melihat jam di dinding, lalu beranjak dari duduknya, "saya tinggal dulu. Saya mau menyiapkan beberapa keperluan untuk besok," katanya.

Fahri mengernyitkan dahi, "menyiapkan apa?"

Kiyai Nasir tersenyum, tampak sudah menunggu pertanyaan itu, "ah, itu... saya lupa memberi tahu kamu, Fahri," ujarnya.

"Pesantren sedang memiliki gagasan baru, dan ini juga berkat ide brilian Adam."

Fahri menoleh ke arah Adam dengan penuh minat. Adam hanya tersenyum kecil, menunggu Kiyai Nasir melanjutkan.

"Pesantren akan mengadakan kursus jahit bagi para santriwati yang berminat," lanjut Kiyai Nasir.

"Harapannya, ini bisa menambah keterampilan mereka dan menjadi bekal setelah mereka tidak lagi nyantri di sini. Nantinya, di bawah pengawasan pesantren, para santri akan diajarkan bagaimana memproduksi barang, memasarkannya, hingga menghasilkan uang. Sehingga mereka bisa mandiri."

Fahri menatap Adam dengan semakin kagum, "wah, keren sekali," ujarnya tulus, "saya semakin salut dengan Adam."

Adam hanya tersenyum kecil, "ini bukan hanya ide saya. Kiyai dan beberapa pengurus juga banyak membantu. InsyaAllah, jika berjalan lancar, program ini bisa memberikan manfaat besar bagi para santri."

Setelah berpamitan, Adam melangkah pergi meninggalkan ruangan. Ia merasa ada banyak hal yang harus dipersiapkan, dan ia ingin memastikan semuanya berjalan dengan baik.

Fahri masih menatap kepergian Adam dengan senyum di wajahnya, " luar biasa sekali dia," gumamnya.

Kiyai Nasir mengangguk setuju, "iya, Adam memang memiliki banyak potensi. Tidak salah kalau dia dulu adalah lulusan luar negeri."

Fahri menyeruput tehnya sekali lagi, merasa bahwa pesantren ini semakin menarik baginya.

Setelah beberapa saat, Kiyai Nasir mengingat sesuatu dan melanjutkan, "oh ya, Fahri, Adam itu sebenarnya sedang menyiapkan segala sesuatu untuk besok, sebab besok pesantren akan kedatangan owner dari hijab brand Ros Scarf yang akan bermitra dengan pesantren ini. "

Mata Fahri berbinar, "Ros Scarf?" Fahri masih awam dengan merek itu.

Malam semakin larut, tetapi pembicaraan mereka terus mengalir dengan hangat. Banyak rencana besar yang sedang dirancang di pesantren ini.

1
Susi Akbarini
ya ampun sebenarnya Ros jga tahu Fahri...
tqpi kenapa ia cuek gtu..
apa yg membuatnya begitu..
atau emang orangnya gak mau gr..

klo gtu..
fahri harus swgera nembak.

biar Ros tau kalo fahri suka ama Ros..
❤❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
laahhhh..
Fahri harusnya sat set cari no wa Ros..
bisa tanya Adam kan..
kenapa Ros punya firasat gak enak..
aoa dia jga ada rasa ama Fahri ...

klao iya..
kenapa kesannya dia cuek seolah gak ibgat mereka pernah temenan saat SMA..

Adam..
Adam..
kok gak muncul2..
kangen ini..
😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
waduhhh..

Adam amna Adam.

kok gak munvil..
kangen ini..
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
ngaku aj Fahri klao Ros cinta pertama dan terakhirmu..
biar abi dan umimu pergi melamar Ros...
❤❤❤❤❤❤
0v¥
thor udah lama ngak up up
Susi Akbarini
jeng3..
klao sampai ketahuan gmna ya..
aoa mereka akan langsung dinikahkan?

apakah adam tidak kecewa saat tau santi gak perewan???
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
waaahh..

fahri bisa salah paham.

pasti ros yg dikira mau dijodohkan ama dia..
pasti fahri langsung terima..

atau ris yg akhirnya sadar ada rasa ke fahri saat tau fahri mau dijodihka ama sahabatnya...

penasarannn....
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
kak...

kok lama gak up..
kangen ama adam dan santi...
❤❤❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
kalao suka halalin aja..
jgn asal nyosor..
bahaya donk..
kan udah jadi ustad..
😀😀😀❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
sayang di pesantren gak ada cctv..

myngkin saja ada yg lihat mereka lagi ambil vairan pel atau saat nuang di lantai..
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
kalo suka ama santi..
halalin aja.

😀😀😀❤❤❤❤
Susi Akbarini
adam terciduk..
😀😀😀❤❤❤❤❤
Diana Dwiari
bakal ketahuan ga ya.....
Lianali
cerita yang penuh makna.
Susi Akbarini
Adam ..
dingin..
menghanyutkan..

❤❤❤❤❤❤😉
Susi Akbarini
sebagai mantan penikmat wanita.

pasti Adam.paham Santi punya daya tarik pemikat..

mudah2an..
Adam.mau halalin Santi lebih dulu...
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
oalah..
mudah2an karena sama2 pendosa..
jadi sama2 mau neryonat dan menyayangi..
❤❤❤❤❤
Susi Akbarini
tatapan Adam seperti menginginkan Santi..
Santi jadi gak kuat..
😀😀😀❤😉❤
Susi Akbarini
mungkin Adam ada rasa ama Santi.

atau jgn2 Dam pernah tau Santi sblm mereka ktmu di bus.

mungkinkah hanya Adam yg tulus mau nikahi Santi..
mengingat ibu Adam kan udah meninggal.. .
jadi gak ada yg ngelarang seperti ibu Fahri..
❤❤❤❤❤❤
Diana Dwiari
ada yang panas nih.....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!