NovelToon NovelToon
Cinta Sang CEO Dan Gadis Gendut Season 2

Cinta Sang CEO Dan Gadis Gendut Season 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Dikelilingi wanita cantik / Pelakor jahat
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Irh Djuanda

Almira Dolken tidak pernah menyangka hidupnya akan bersinggungan dengan Abizard Akbar, CEO tampan yang namanya sering muncul di majalah bisnis. Sebagai gadis bertubuh besar, Almira sudah terbiasa dengan tatapan meremehkan dari orang-orang. Ia bekerja sebagai desainer grafis di perusahaan Abizard, meskipun jarang bertemu langsung dengan bos besar itu.

Suatu hari, takdir mempertemukan mereka dengan cara yang tak biasa. Almira, yang baru pulang dari membeli makanan favoritnya, menabrak seorang pria di lobi kantor. Makanan yang ia bawa jatuh berserakan di lantai. Dengan panik, ia membungkuk untuk mengambilnya.

"Aduh, maaf, saya nggak lihat jalan," ucapnya tanpa mendongak.

Suara berat dan dingin terdengar, "Sepertinya ini bukan pertama kalinya kamu ceroboh."

Almira menegakkan tubuhnya dan terkejut melihat pria di hadapannya—Abizard Akbar.

"Pak… Pak Abizard?" Almira menelan ludah.

Abizard menatapnya dengan ekspresi datar. "Hati-hati lain ka

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Abizard jatuh pingsan

Di sisi lain, Abizard duduk di kamarnya yang gelap. Ia menatap foto Almira di ponselnya, jemarinya gemetar. Hatinya ingin sekali menghubungi Almira, meminta maaf atas semua kebohongan yang ia ciptakan. Namun, rasa takut menahannya—takut Almira akan membencinya lebih dari sebelumnya.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Nama Almira muncul di layar. Abizard menghela napas berat, sejujurnya Abizard sangat merindukannya.

"Almira" gumamnya.

Abizard menatap layar ponselnya dengan jantung berdegup kencang. Jemarinya ragu untuk menggeser tombol hijau, namun rasa rindunya jauh lebih besar daripada ketakutannya. Dengan napas tertahan, akhirnya ia menjawab panggilan itu.

"Almira..." suara Abizard terdengar pelan, hampir berbisik.

Di ujung sana, Almira terdiam sejenak, mencoba menenangkan perasaannya yang berkecamuk. Suaranya terdengar tegas, namun getarannya tak bisa disembunyikan.

"Kita perlu bicara, Zard. Aku butuh penjelasan—langsung dari kamu," ucap Almira tanpa basa-basi.

Abizard terdiam, menelan ludah berat. Ia tahu momen ini akan datang, tapi ia tak pernah benar-benar siap menghadapinya.

"Al... aku pikir nggak ada lagi yang perlu dibicarakan," jawab Abizard, berusaha menjaga suaranya tetap tenang meski hatinya berontak.

"Jangan bohong lagi, Zard," potong Almira cepat.

"Aku tahu ada sesuatu yang kamu sembunyikan. Aku nggak akan pergi sebelum aku tahu kebenarannya."

Abizard meremas rambutnya, frustasi. Ia ingin melindungi Almira dari rasa sakit, namun ia juga tahu Almira bukan orang yang mudah menyerah.

"Baiklah,"

Abizard akhirnya menyerah, suaranya terdengar lelah.

"Kalau kamu mau tahu yang sebenarnya... temui aku di tempat biasa."

Almira menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdegup lebih cepat.

"Baik, aku akan ke sana sekarang," jawab Almira mantap, lalu memutuskan panggilan.

Ibu Abizard yaitu Melisa ,langsung masuk ketika melihat putranya melepas selang infus ditangannya ,

"Mau kemana Zard? Kau akan menemui Almira dan membuatnya menderita?." ucap Melisa.

Abizard menatap sang ibu dengan wajah sulit ditebak,namun Melisa bisa membaca segala sesuatu yang dipikirkan putranya itu.

"Apakah dengan menemuinya semua kembali normal?" sambung Melisa.

Melisa pun menahan putranya, mencoba menghentikan niat Abizard.

"Tidak Zard, kau akan semakin membuatnya menderita dan ibu yakin Almira akan merasa bersalah melihatmu seperti ini." tambah Melisa.

Abizard terdiam sejenak, lalu ia berusaha meyakinkan ibunya lagi,

"Tapi Bu, Almira pasti sudah menungguku. Aku tak ingin mengecewakannya." sahut nya.

Melisa tersenyum singkat,

"Bukankah itu yang kau inginkan? Ketika Almira datang ingin menemui mu , kau meminta ibu untuk berbohong. Dan sekarang kau tambah lagi dengan kebohongan soal pernikahanmu dengan Fara. Wanita yang tampak benar-benar ada."

"Apakah kau tidak berpikir, tindakan mu ini terlalu jauh ,Zard." ungkap Melisa.

Abizard terdiam, tubuhnya seolah kehilangan kekuatan. Ia tahu ini adalah momen yang sulit, momen yang akan menghancurkan hati Almira lebih dalam. Tapi ia merasa ini satu-satunya cara untuk membuat Almira pergi dan tidak kembali lagi.

Melisa menatap putranya dengan tatapan penuh ketidaksetujuan.

"Zard, jangan buat keputusan yang akan kamu sesali seumur hidupmu. Kalau kau mengatakan itu padanya, kau akan benar-benar kehilangan Almira."

Namun, Abizard justru tersenyum getir.

"Mungkin ini memang yang terbaik, Bu. Jika dengan kebohongan terakhir ini Almira bisa melupakanku, aku akan melakukannya."

Di tempat biasa, Almira duduk menunggu dengan hati yang tak menentu. Malam semakin larut, namun Abizard belum juga datang. Rasa gelisah mulai menyelimuti hatinya. Hingga akhirnya, langkah kaki terdengar mendekat.

Almira menoleh dan melihat Abizard berjalan pelan ke arahnya. Wajahnya pucat, namun senyumnya masih terlukis tipis di bibirnya.

“Kamu datang juga…”

Almira mencoba tersenyum, meski hatinya terasa berat.

Abizard berdiri di depannya, matanya menatap Almira dengan penuh rasa bersalah.

“Almira, sebelum aku bicara, aku mau kamu tahu… aku nggak pernah bermaksud menyakitimu,” ucap Abizard pelan.

Almira mengangguk, mencoba menahan gemuruh di dadanya.

“Katakan semuanya, Zard. Aku sudah siap.”

Abizard menarik napas dalam-dalam, lalu menatap Almira dengan tatapan yang sulit ditebak.

“Almira… tentang pernikahanku dengan Fara… itu benar,” ucapnya, suaranya terdengar berat namun tegas.

Deg

Almira tertegun, matanya membesar. Jantungnya seolah berhenti berdetak.

“Apa… kamu serius?” suaranya bergetar.

Abizard mengangguk pelan, berusaha tetap tenang meski hatinya hancur.

“Ya, Al. Aku menikah dengan Fara. Aku pikir itu yang terbaik… untuk kita berdua.”

Air mata mulai mengalir di pipi Almira. Ia tertawa kecil, getir, penuh luka.

“Terbaik? Kamu meninggalkanku dan menikah dengan Fara… dan kamu pikir itu keputusan terbaik?”

Abizard menunduk, tidak berani menatap Almira.

“Aku hanya ingin kamu bahagia, Al. Aku nggak bisa memberikan masa depan yang layak untukmu… Fara bisa. Dia bisa memberiku ketenangan di sisa waktuku.”

Almira menggelengkan kepala, air matanya jatuh semakin deras.

“Ketenangan? Jadi aku ini apa, Zard? Bagian dari masa lalu mu yang ingin kamu tinggalkan demi ‘ketenangan’?”

Abizard mencoba mendekat, namun Almira mundur selangkah. Pandangannya tajam, penuh kekecewaan.

“Kenapa kamu nggak pernah memberiku pilihan? Kenapa kamu memutuskan segalanya sendirian?”

Abizard terdiam lalu,

"Aku menyerah padamu, aku bosan menunggumu Al."

Almira menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis.

“Bosan? Baiklah kalau memang kamu sudah memilih jalanmu dengan Fara… maka ini akan jadi pertemuan terakhir kita.”

Suaranya bergetar saat ia melanjutkan,

“Selamat tinggal, Zard. Aku harap kamu tidak bosan dan benar-benar menemukan ketenangan itu… meski aku tahu kamu harus membayarnya dengan menghancurkan hatiku.”

Almira berbalik, berjalan menjauh dengan langkah berat, meninggalkan Abizard yang berdiri mematung di tempatnya.

Abizard hanya bisa menatap punggung Almira yang semakin menjauh, hatinya hancur berkeping-keping. Tapi ia tahu, kali ini, ia harus melepaskannya… meski itu adalah keputusan paling menyakitkan dalam hidupnya.

Sementara itu, Melisa mengamati dari kejauhan, matanya berkaca-kaca. Ia tahu, putranya telah memilih jalan yang sulit, tapi ia tetap berharap—suatu saat nanti, takdir akan membawa Almira dan Abizard kembali bersama.

Almira berjalan pulang dengan langkah gontai, pikirannya penuh dengan percakapan terakhirnya dengan Abizard. Air mata masih membasahi pipinya. Sesampainya di rumah, ia langsung disambut oleh Debora, sahabatnya, yang sudah menunggunya di ruang tamu.

"Almira? Kamu kenapa?" tanya Debora khawatir, melihat wajah Almira yang kusut dan matanya sembab.

Almira tak menjawab. Ia langsung duduk di sofa, tubuhnya terasa lemas. Suara Debora yang penuh perhatian membuat tangisnya kembali pecah.

“Deb… aku… aku nggak tahu harus gimana lagi… semuanya berakhir…” suara Almira bergetar, air matanya tak bisa dibendung.

Debora segera duduk di sampingnya, menggenggam tangan Almira erat.

"Hei… tenang dulu. Ceritain semuanya ke aku. Apa yang terjadi?"

Almira menghapus air matanya, mencoba menenangkan diri.

"Abizard… dia… dia benar-benar menikah dengan Fara. Dia bilang itu keputusan terbaik. Dia memilih Fara demi… ketenangan hidupnya."

Debora terperangah.

"Apa?! Jadi dia beneran menikah? Oh Tuhan, Al… aku nggak nyangka dia tega melakukan itu!"

Almira mengangguk lemah.

"Dan dia bilang dia… bosan menunggu aku. Semua perjuangannya hanya palsu, Deb. Aku nggak tahu harus merasa apa. Marah, kecewa, atau justru harus mengikhlaskan semuanya…"

Debora memeluk Almira erat, mencoba menenangkannya.

"Aku ngerti perasaan kamu, Al. Kamu boleh marah, kamu boleh kecewa. Tapi jangan biarkan ini menghancurkan kamu. Abizard mungkin sedang dalam situasi yang sulit juga… pasti ada alasan di balik semua ini."

Almira menggeleng.

"Aku nggak tahu lagi, Deb. Kalau memang ada alasan, kenapa dia nggak pernah cerita? Kenapa dia harus menghancurkan aku seperti ini?"

Sementara itu…

Di rumah, Abizard duduk di ranjangnya dengan tubuh lemah. Kepalanya terasa berat, dan napasnya semakin pendek. Kata-kata Almira terus terngiang di kepalanya, menghantui pikirannya. Perasaannya campur aduk—antara rasa bersalah, rindu, dan kesedihan.

Melisa masuk ke kamar Abizard, membawa segelas air. Namun, langkahnya terhenti saat melihat wajah Abizard yang semakin pucat.

"Zard? Kamu kenapa?" Melisa bergegas menghampiri putranya.

Abizard mencoba tersenyum tipis, tapi tubuhnya tak lagi sanggup menahan beban.

"Bu… maaf…"

Setelah kata itu terucap, tubuh Abizard ambruk. Matanya terpejam, napasnya nyaris tak terdengar.

"Zard!!!"

Melisa berteriak panik, langsung memeluk tubuh putranya yang tak sadarkan diri. Ia segera berteriak memanggil bantuan.

"Zard, bangun! Tolong, jangan tinggalin ibu!"

Air mata Melisa mengalir deras, ketakutan menyelimuti hatinya.

Ambulans datang dengan cepat, membawa Abizard ke rumah sakit. Di dalam ambulans, Melisa terus menggenggam tangan putranya, berharap Abizard tetap bertahan.

1
Irh Djuanda
tunggu ya kak,author pengen cerita yang berbeda dari biasanya
amatiran
apalah ini Thor, buatlah Abizard sembuh jangan lama lama sakit, gak enak kalo pemeran utamanya menderita /Frown/
amatiran
is kok ada ya sepupu kayak Abigail. gedek aku.
amatiran
keren .
amatiran
waduh kok makin seru
amatiran
ser seran awak ikut bacanya /Drool/
amatiran
Almira jadi rebutan /Drool/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!