NovelToon NovelToon
Andai

Andai

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Mamah Mput

Andai .... kata yang sering kali diucapkan di saat semua sudah berlalu. Di saat hal yang kita ingin gapain tersandung kenyataan dan takdir yang tidak bisa terelakan. Kadang aku berpikir andai saja waktu itu ibuku tidak meninggal, apakah aku masih bisa bersamanya? ataukah justru jika ibuku hidup kala itu aku bahkan tidak akan pernah dekat dengannya.

Ahhh ... mau bagaimana lagi, aku hanyalah sebuah wayang dari sang dalang maha kuasa. Mengikuti alur cerita tanpa tau akhirnya akan seperti apa.

Kini, aku hanya harus menikmati apa yang tertinggal dari masa-masa yang indah itu. Bukan berarti hari ini tidak indah, hanya saja hari akan terasa lebih cerah jika awan mendung itu sedikit saja pergi dari langitku yang tidak luas ini. Tapi setidaknya awan itu kadang melindungiku dari teriknya matahari yang mungkin saja membuatku terbakar. Hahaha lucu sekali. Aku bahkan kadang mencaci tapi selalu bersyukur atas apa yang aku caci dan aku sesali.

Hai, aku Ara. Mau tau kisahku seperti apa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamah Mput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

andai ibu masih ada

Setelah makan malam, aku dan Alan kembali ke rumah mama. Seperti biasa, jika sudah di sini dia akan berubah total menjadi orang yang dingin seolah tidak peduli padaku.

Setelah menyimpan tas ke kamar, aku pergi ke rumah belakang. Tempat para pekerja tinggal. Aku mencari nenek.

"Ada apa, Ra? Kenapa kamu datang jam segini?"

"Tadi habis pergi makan dulu sama kak Alan."

"Alan? Tumben banget dia mau ajak kamu pergi."

"Kan cuma dia yang ada di rumah ini, semuanya pergi. Kalau Ara kenapa-kenapa, dia juga yang akan kena marah sama mama."

"Iya, terus ada apa kamu nyari nenek? Bukannya tidur, istirahat."

"Nenek sebenarnya bener gak sih Ara udah gak punya ayah? Kalau memang sudah meninggal, kenapa nenek gak pernah ngasih tau di mana kuburan ayah Ara?"

"Bapak kamu meninggal bukan jasadnya, tapi nuraninya," ucap nenek ketus. Terlihat jelas di raut wajahnya gurat kemarahan yang teramat dalam.

"Maksudnya ayah Ara masih hidup? Terus di mana dia sekarang? Kenapa Ara gak dibawa sama dia pas ibu meninggal?"

"Jangankan bawa kamu pergi, mengakui kamu saat dalam kandungan saja nggak!"

Aku tertegun mendengar ucapan nenek barusan. Apa yang sebenarnya terjadi antara ibu dan ayahku. Kenapa tiba-tiba ayah datang mencariku.

"Ara, dengar. Nenek mohon sama kamu untuk tidak mengungkit dan mencari tau masa lalu ibu kamu. Buat apa? Ibu dan bapak sudah sangat baik dan sayang sama kamu. Kamu cukup berbakti saja sama mereka."

"Tapi Ara pengen tahu siapa ayah Ara, Nek. Bukan berarti Ara tidak akan berbakti dan lupa sama mama. Ara cuma ingin tahu aja."

"Untuk apa? Kamu hanya akan mendapatkan luka jika tahu semuanya. Sudahlah, nenek mau istirahat. Kamu kembali ke kamar kamu, jangan tanya hal itu lagi sama nenek."

Nenek merebahkan tubuhnya, menarik selimut hingga menutupi tubuhnya. Setelah itu dia tidak lagi berbicara padaku, melihat pun tidak.

Jika nenek sampai seperti itu, itu artinya dia sangat marah.

"Luka apa yang ayah torehkan pada ibu sampai nenek marah dan menganggap ayah sudah mati," gumamku. Aku berjalan di halaman belakang, melihat kebun mini sayuran yang nenek rawat. Melewati kolam renang yang sama sekali belum pernah aku pakai karena aku takut air.

Malam ini terlihat sangat cerah. bintang bertaburan dan bukan bersinar terang.

Dunia ini sangat luas, tapi kenapa begitu sempit. orang yang seharusnya tidak bertemu, akhirnya bertemu juga. Dari sekian banyaknya pria, kenapa harus Alan yang aku cintai. Dari semua ibu, kenapa harus ibuku yang pergi. Dari seluruh orang tua di dunia ini, kenapa harus mama dan papa yang mengadopsi diriku.

Perjalan hidup memang begitu penuh misteri. Hal yang tidak pernah kita duga, tetiba saja muncul di depan mata.

Angin malam mulai terasa dingin, aku bergegas mempercepat langkah kaki masuk ke dalam rumah.

Rumah besar nan mewah itu terasa sangat sunyi dan dingin. Tidak ada tanda-tanda kehidupan selain hiasan guci dan lukisan yang bertengger indah di dinding.

"Dari mana, Sayang?" suara Alan yang tiba-tiba membuat aku terkejut.

"Dari nenek. Kakak belum tidur?"

"Di luar dingin, kenapa gak pakai jaket?"

"Cuma sebentar doang kok."

"Ya udah istirahat gih, besok kan harus sekolah."

"Hmm. Tapi kok." Aku memperhatikan penampilan Alan yang tidak seperti orang hendak tidur. Dia memakai jeans, dan juga jaket kulit berwarna hitam. "Kakak mau ke mana?"

"Ada perlu sama temen-temen."

"Mau motoran? Malam gini?"

"Iya, kami mau ngopi bareng."

"Gak boleh! Pokoknya kakak jangan keluar malem-malem apalagi motoran. Ara gak mau."

Alan mendekat, lalu mengusap-usap kepalaku.

"Sebentar saja kok, ya?"

"Sekali jangan, ya, jangan."

"Sayang ...."

"Terserah, kalau gak mau dengerin Ara ya udah. Besok Ara juga gak mau dianterin sekolah sama kakak."

Alan yang hendak memelukku, aku dorong tubuhnya menjauh. Lalu dengan wajah yang mencucu, aku masuk ke dalam kamar.

Ceklek. Aku mengunci pintu kamar.

"Ra, sebentar aja kok. Aku janji gak akan lama. Oke?"

"Sok aja kalau berani pergi."

"Dah sayang, love you."

Suara Alan tidak terdengar lagi di depan pintu kamar, hingga aku mendengar suara motornya menyala, lalu semakin menghilang di tengah kegelapan.

"Lagi pula mana mungkin dia mau nurut, sepenting itukah aku sampai dia mau mendengar? Jangan mimpi Ara."

Aku bergumam sendiri dengan perasaan kesal.

Isi kepalaku sungguh berisik, memikirkan segala hal. Kenapa ayah dianggap meninggal oleh nenek? Benarkah dia tidak mengakui ku saat dalam kandungan ibu? Lalu kenapa ayah datang sekarang? Apa dia menyesal? Bagaimana jika mama dan papa tau hubunganku dengan Alan? Ah, kepalaku terasa berdenyut dan sakit sekali.

Alan, kenapa dia tidak mendengarkan aku dan malah tetap pergi. padahal aku butuh seseorang di sini. Meski tidak berdekatan tapi setidaknya aku tahu ada seseorang di rumah ini. Aku merasa kesepian tinggal seorang diri di rumah yang seharunya dihuni banyak orang.

"Nek, ara bobo di sini ya."

"Ada apa, Ara?" tanyanya setengah sadar karena sudah tertidur.

"Ara takut di rumah depan sendirian. Kak Alan pergi."

"Ya sudah, ayo sini."

Aku berbaring di samping nenek. Kamar nenek tidak kecil untuk ukuran seorang ART, toilet di dalam, ada AC dan juga televisi. Ada dispenser juga.

Sambil memeluk tubuhnya yang kecil, aku mulai memejamkan mata hingga benar-benar tidak ingat apa-apa.

Pagi harinya nenek membangunkan aku, dengan mata yang masih berat, aku kembali masuk ke dalam rumah utama.

Membersihkan diri lalu bersiap pergi ke sekolah.

"Kamu tidur di belakang?" tanya Alan saat kami sarapan.

"Hmmm."

"Kenapa? Kalau mama tahu dia pasti marah."

"Kenapa marah? Dia nenek aku sendiri."

"Seharunya nenek kamu yang masuk ke sini, bukan kamu yang ke sana."

"Rumah ini terlalu sepi. Ara gak suka."

"Kamu marah karena aku tetap pergi semalam?"

"Marah untuk apa?" tanyaku datar dan tidak menatap sama sekali.

"Aku cuma sebentar kok, langsung pulang lagi."

"Gak pulang lagi pun bukan urusan Ara. hidup, hidup kakak. Tidak ada hubungannya sama Ara."

Setelah minum susu, aku segera beranjak dari tempat duduk. Alan menyusul.

"Sayang, tunggu sebentar." Dia menghadang langkahku.

"Ingat, Kak. Ini rumah mama. Banyak mata dan telinga."

"Aku tidak peduli."

"Setidaknya pikirkan Ara. Oh, iya, sejak kapan Ara dipedulikan? Kakak hanya peduli pada apa yang kakak mau dan kakak inginkan. Orang lain? peduli apa sama orang lain."

"Ra, kamu seriusan marah hanya karena aku pergi semalam?"

"Nggak, kok. Kakak bebas mau pergi sama siapapun, kapanpun. Ara nya aja ini sih yang berlebihan. Emmm, mungkin karena sepi kali ya tinggal di rumah sebesar ini. Ara merasa sendiri dan kesepian. Ada hal yang ingin Ara ceritakan, tapi Ara tidak tahu harus cerita sama siapa. Toh kalaupun cerita, memangnya mereka peduli?"

Aku kembali melangkah dan meninggalkan Alan. Dia kembali mengejar bahkan menahan ku, tapi aku tidak peduli. Aku memilih pergi ke sekolah di antar supir.

Saat dalam perjalanan, aku tidak tahu kenapa tiba-tiba air mataku jatuh. Aku merasa sangat sedih tapi entah karena apa.

Ibu, andai ibu masih ada. Apa hidup Ara akan berbeda? apa Ara akan bahagia hidup layaknya anak-anak biasa lainnya.

1
Sahriani Nasution
wuih cool
Mamah Mput: iya dia cool banget, suami aku sebenarnya dia tuh 🤧😂😂
total 1 replies
mly
plot twist nya alan Sma ara suami istri wokwok
Mamah Mput: mau kondangan gak? hahaha
total 1 replies
nowitsrain
Ini visualnya Alan?
Mamah Mput: iya kak itu Alan.
total 1 replies
nowitsrain
Ayuhhh, yang dikerjain guru baru 🤣
nowitsrain
Yah, usil banget bocah
Timio
belum apa apa udah nyakitin aja kalimatnya tor 😭
Mary_maki
Bagus banget ceritanya, aku udah nggak sabar nunggu bab selanjutnya!
Mamah Mput: terimakasih kak. tiap hari aku up ya 💜💜
total 1 replies
y0urdr3amb0y
Suka banget sama ceritanya, harap cepat update <3
Mamah Mput: terimakasih 😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!