Seharusnya Marsha menikah dengan Joseph Sebastian Abraham, seorang duda dengan anak satu yang merupakan founder sekaligus CEO perusahaan kosmetik dan parfum ternama. Setidaknya, mereka saling mencintai.
Namun, takdir tak berpihak kepadanya. Ia harus menerima perjodohan dengan seorang Presdir yang merupakan rekan bisnis ayahnya.
Saat keluarga datang melamar, siapa sangka jika Giorgio Antonio Abraham adalah kakak kandung pria yang ia cintai.
Di waktu yang sama, hati Joseph hancur, karena ia terlanjur berjanji kepada putranya jika ia ingin menjadikan Marsha sebagai ibu sambungnya.
~Haaai, ini bukuku yang ke sekian, buku ini terinspirasi dengan CEO dan Presdir di dunia nyata. Meskipun begitu ini hanya cerita fiksi belaka. Baca sampai habis ya, Guys. Semoga suka dan selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Malam Pertama
Malam semakin larut. Malas berdebat, Marsha meninggalkan Joseph di koridor. Dengan langkah lunglai, ia berhenti di salah satu sudut koridor. Seakan kebingungan mencari di mana kamar yang sudah dipesan oleh suaminya.
Gadis itu lupa, jika ia pergi begitu saja tanpa bertanya di mana kamarnya? Bahkan kunci kamarpun ia tidak pegang.
"Sedang apa bersandar di sana?" Suara bariton khas Giorgio mengagetkannya.
"Aku gak tahu di mana aku harus tidur," sahut Marsha jujur.
Giorgio tersenyum, ia melangkah cepat mendekati Marsha. Gadis itu nyaris menghindar, tetapi Giorgio langsung memeluknya erat sambil berbisik.
"Ada banyak orang sedang memperhatikan kita. Jika kamu tidak suka denganku, setidaknya kamu bisa berakting 'kan?"
Marsha masih mencoba mencerna kalimat yang diucapkan Giorgio. Tetapi dengan gerakan cepat, tangannya yang kekar langsung meraih pinggang perempuan yang baru dinikahinya.
Giorgio lalu menggendongnya, membawa Marsha ke salah satu kamar termewah di hotel ini.
Gaunnya yang panjang menjuntai menyapu lantai yang mereka lewati.
Selama melangkah,sesekali Marsha mencuri pandang. Memperhatikan bagaimana pahatan wajah suaminya yang tampak tegas dan nyaris sempurna. Jarak mereka begitu dekat.
"Kenapa? Kau tertarik padaku? Aku yakin kamu baru sadar kalau wajahku lebih tampan dari idolamu itu 'kan?" Giorgio berbicara sambil mendekatkan wajahnya.
"Jangan macam-macam!" seru Marsha yang nyaris berontak.
"Sssstttt ... diam, banyak orang sedang memperhatikan kita sekarang," bisik Gio. Menyebalkan.
Marsha langsung memalingkan wajahnya, tetapi melihat ada Joseph, ia langsung memalingkan ke arah dada bidang suaminya. Darahnya berdesir, jantungnya terpacu cepat. Marsha memejamkan.
Lalu ....
CEKLEK!
Giorgio menutup pintu kamarnya setelah menjatuhkan tubuh Marsha perlahan di ranjang.
Gadis itu langsung duduk, keringat seketika mengucur deras dari tubuhnya.
Kamar suite tempat mereka menginap luas dan mewah, tetapi Marsha tidak bisa merasakan kenyamanan sama sekali.
Gadis itu berdiri di dekat jendela sambil memeluk dirinya sendiri. Ia menikmati indahnya lampu kota yang terlihat gemerlap dari kamarnya.
Namun, keindahan kota rupanya tidak cukup mampu menenangkan kegelisahan hatinya.
Suara derap langkah Giorgio mendekat langsung membuatnya refleks menoleh.
"Apa kau sedang gugup melewati malam ini, Istriku?" Suara khasnya yang berat, terdengar menakutkan.
Bahkan, tanpa sadar tangan Marsha meraba tengkuknya sendiri. Sikapnya semakin membuat Giorgio menyadari jika gadis itu sedang gugup atau justru takut.
"Tidak," jawab Marsha cepat. "Aku hanya lelah."
Giorgio kemudian berjalan mendekat, langkahnya sangat tenang. "Tentu saja. Karena ini hari yang panjang bagimu 'kan?"
Marsha masih tetap diam, tetapi tubuhnya semakin kaku saat suaminya mulai mengikis jarak dengannya.
Pria itu mengangkat tangannya, buku jemarinya meraba lembut ke pipi Marsha sambil menatapnya tanpa kedip. "Kamu sangat cantik malam ini."
"Terimakasih," jawabnya pelan, karena ia tak tahu lagi harus menjawab apa.
Namun, sebelum ia berjalan melangkah mundur. Jemari Giorgio turun ke dagu Marsha, lalu mengangkatnya sedikit agar mereka berdua saling bertatapan.
"Kenapa kamu terlihat ketakutan," bisik Gio sedangkan tatapan matanya tidak sedikitpun terlepas dari paras cantik di hadapannya.
"Tidak, aku tidak takut," sangkal Marsha, meski kenyataannya suaranya terdengar bergetar.
Giorgio tersenyum kecil, lalu perlahan ia mulai menunduk. Napasnya perlahan mulai terasa menghangat saat menerpa wajah Marsha. Bibirnya hampir bersentuhan dengan bibir Marsha, tapi gadis itu langsung bergerak cepat memalingkan wajahnya.
"Aku lelah, Mas Gio," bisik Marsha menangis.
Giorgio sempat terdiam sejenak. Lalu ia tertawa sambil menatap Marsha.
"Lelah?" tanya Gio tak percaya.
Kemudian Marsha mengangguk. "Kita bisa bicara lagi besok 'kan?"
Giorgio menatapnya lama, sebelum akhirnya ia berkata, "Bukankah aku ini adalah suamimu sekarang?"
Mendengarnya, membuat Marsha merinding. Jantungnya semakin berdegup kencang.
Giorgio masih menatapnya, sementara itu ia terus menelusuri garis tegasnya dengan jarinya, tatapannya semakin dalam dan teduh. "Dan sebagai suamimu, aku berhak atas setiap bagian atas dirimu. Bukan begitu?"
Marsha menelan ludah, ia hanya bisa membeku membalas tatapan mata suaminya.
Giorgio tersenyum, lalu ia mengecup pipinya pelan sebelum akhirnya ia berbisik, "Jangan khawatir, Marsha. Aku bukan monster yang menakutkan. Aku akan menunggu."
Kemudian, Giorgio melepaskan tangannya lalu ia mulai bergerak mundur perlahan, menatap wajah istrinya yang masih tegang. Lalu tanpa berkata apa-apa lagi, Giorgio berjalan menuju sofa, sambil melepas jasnya dengan santai.
"Pergilah tidur," katanya, sambil menyalakan laptop yang ternyata sudah di sediakan seseorang di atas meja. "Aku akan di sini."
Marsha terdiam. Ia tidak tahu harus lega, atau semakin waspada.
***
Malam semakin larut, Marsha yang lelah akhirnya memutuskan untuk pergi ke kamar mandi dengan langkah berhati-hati, karena merasa sedikit canggung dengan situasi di dalam kamar.
Giorgio masih duduk di sofa, jemarinya menari cepat di atas keyboard laptop miliknya. Pria itu memang gila kerja.
Marsha benar-benar sedang mengumpulkan keberanian menjauhi pria itu sekarang.
Setibanya di dalam kamar mandi, ia terkejut.
Kelopak mawar merah tersebar di lantai dan di bathtub yang sudah berisi air hangat. Lilin aroma terapi dinyalakan di sudut ruangan. Seolah sengaja menciptakan cahaya temaram yang membuat suasana menjadi intim dan terkesan menenangkan.
Marsha menggigit bibirnya. Apakah uni sudah disiapkan oleh suaminya sebelumnya?
Wajahnya memerah membayangkan bagaimana pria itu mengatur semua ini. Ia menghela napas, mencoba membuang jauh pikirannya. Tidak ada salahnya menikmati momen ini. Toh ia hanya bertujuan untuk membersihkan diri, bukan melakukan hal lain.
Meski ada keraguan di pikirannya, ia mulai melepaskan gaun pengantinnya, lalu membuka perhiasannya yang sejak tadi dirasa berat satu demi satu.
Setelah itu, kaki jenjangnya perlahan masuk ke bathtub. Menyentuh air di dalamnya yang rasanya sangat hangat. Semua itu membuatnya bernapas lega.
Aroma mawar yang khas menguar memenuhi ruangan. Terasa menusuk hidung karena terlalu menyengat tapi Marsha memang sangat menyukainya.
Marsha akhirnya mulai memejamkan matanya, menikmati kehangatan yang seakan membelai tubuhnya.
Namun, ketenangan itu akhirnya buyar dalam hitungan menit.
Tssssshhh....
Marsha membuka matanya dengan cepat. Itu ... suara air?
Perempuan cantik itu menoleh ke samping, dan apa yang dilihatnya hampir membuatnya menjerit.
Giorgio.
Sudah berdiri di bawah shower tanpa sehelai kainpun menutupi tubuhnya.
Marsha membelalakkan matanya, sebelum akhirnya buru-buru memalingkan wajahnya. Pipinya seketika merona hebat.
"Apa yang kamu lakukan?!" serunya, panik sambil menutupi wajahnya dengan telapak tangannya.
Sementara itu, Giorgio yang ternyata baru menyadari Marsha berada di ruangan yang sama lalu menoleh santai. Air mengalir deras membasahi tubuhnya. Menelusuri kulitnya yang putih ala pria Asia, membasahi setiap lekuk otot perutnya yang sempurna seperti pahatan seni.
"Apa maksudmu?" tanyanya, santai. Seolah tidak merasa ada yang aneh dengan semua ini.
"K-Kenapa kamu mandi di sini? Aku masih di dalam!" Marsha masih tergagap, tak berani menatap ke arah suaminya lagi.
Giorgio terkekeh. "Ini kamar mandi kita 'kan?"
Marsha memejamkan matanya, kali ini lebih erat dari sebelumnya.
"D-Dasar tak tahu malu!" gumamnya kesal, sementara itu tangannya masih menutupi wajahnya.
Giorgio tertawa kecil. "Kamu istri yang sangat pemalu sekali, Sya."
Mendengarnya, membuat Marsha benar-benar ingin menenggelamkan wajahnya di dalam bathtub saat itu juga.
Bersambung....
~Hei, kamu ... iya kamu, yang lagi baca tulisan Author kesayangan sambil senyum-senyum sendiri. jangan lupa minta like, love dan ratenya ya. Salam hangat penuh cinta para kesayangan aku.