NovelToon NovelToon
KAISAR IBLIS TAK TERKALAHKAN

KAISAR IBLIS TAK TERKALAHKAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur / Iblis / Akademi Sihir / Light Novel
Popularitas:982
Nilai: 5
Nama Author: NAJIL

Menceritakan perjalanan raja iblis tak terkalahkan yang dulu pernah mengguncang kestabilan tiga alam serta membuat porak-poranda Kekaisaran Surgawi, namun setelah di segel oleh semesta dan mengetahui siapa dia sebenarnya perlahan sosoknya nya menjadi lebih baik. Setelah itu dia membuat Negara di mana semua ras dapat hidup berdampingan dan di cintai rakyat nya.

Selain raja iblis, cerita juga menceritakan perjuangan sosok Ethan Valkrey, pemuda 19 tahun sekaligus pangeran kerajaan Havana yang terlahir tanpa skill namun sangat bijaksana serta jenius, hidup dengan perlakukan berbeda dari ayahnya dan di anggap anak gagal. Meskipun begitu tekadnya untuk menjadi pahlawan terhebat sepanjang masa tak pernah hilang, hingga pada akhirnya dia berhasil membangkitkan skill nya, skill paling mengerikan yang pernah di miliki entitas langit dengan kultivasi tingkat tertinggi.

Keduanya lalu di pertemukan dan sejak saat itu hubungan antara bangsa iblis dan ras dunia semakin damai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAJIL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17

Kata-kata itu mengalir lembut, tetapi memiliki beban emosional yang mendalam. Di tengah hamparan alam yang sunyi, api unggun berderak pelan, seakan menjadi saksi tekad baru yang mulai terbentuk di hati Enzo. Tidak lagi dibayangi masa lalu yang gelap, ia memandang masa depan dengan harapan baru—mencari cahaya yang selama ini tersembunyi di balik bayangan dirinya.

Tempat ini benar-benar membuat pikirannya tenang. Enzo bersandar di bawah naungan pohon besar, kedua matanya memandang takjub ke arah danau yang tenang di hadapannya.

Gerombolan burung berterbangan di langit biru, sayap-sayap mereka membentuk pola indah yang beriringan. Di tepi danau, hewan-hewan dari berbagai jenis datang silih berganti, menunduk untuk meminum air jernih yang memantulkan bayangan langit.

Siapa sangka, di balik reputasinya sebagai hutan paling berbahaya, Hutan Kematian ternyata menyimpan keindahan yang begitu memukau. Udara segar yang berhembus dari pepohonan raksasa menyapu wajah Enzo lembut bagai pelukan alam yang membawa kedamaian di hatinya.

“Ok, sudah ku putuskan!” seru Enzo tiba-tiba, suaranya memecah kesunyian, penuh semangat yang tak tertahan. Senyum lebar terukir di wajahnya. “Aku akan menjadikan tempat ini sebagai rumah baruku!”

Namun, keputusannya tak berhenti di sana. Ia menatap ke sekitar, matanya menyipit, menimbang-nimbang langkah berikutnya. “Tapi sebelum itu, aku harus membangun tempat peristirahatan yang layak…” lanjutnya sambil mengangkat dagu, seakan-akan berbicara pada dirinya sendiri.

Setelah mengisi perutnya dengan hasil tangkapan danau, semangat Enzo berkobar. Dengan langkah ringan, ia mulai mencari pohon yang tepat—batang-batang kokoh, lurus, dan berdiameter besar.

Satu per satu ia pilih dengan cermat, meski sebenarnya keahlian arsitektur hanyalah naluri spontan yang muncul saat itu. Namun, baginya, ini lebih dari sekadar membangun rumah—ini adalah simbol awal kehidupan barunya.

Dengan kekuatannya, Enzo mulai memotong batang-batang kayu itu menggunakan dua pedang hitam yang pernah memporak-porandakan Kekaisaran Surgawi. Ayunan tangannya begitu presisi, setiap tebasan menciptakan suara gemuruh yang bergetar di udara.

Dia memutar, melihat dari berbagai sudut, memastikan setiap potongan sesuai dengan keinginannya. Mungkin orang lain akan berpikir ini hanya asal-asalan, tetapi di mata Enzo, setiap batang kayu itu adalah bagian dari mimpi barunya.

Ia bisa saja menggunakan energi kutukan untuk memindahkan kayu dan menyusunnya dengan mudah. Namun, Enzo memilih untuk melakukannya dengan tangannya sendiri—dengan keringat dan kerja keras, bukan dengan kekuatan destruktif yang selama ini membayangi dirinya.

Baginya, rumah ini harus mencerminkan semangat baru—tempat yang ia bangun dengan usaha, harapan, dan kegembiraan.

Jam demi jam berlalu. Matahari yang sebelumnya tinggi kini mulai condong ke barat. Namun, Enzo tak berhenti. Tubuhnya dibanjiri keringat, rambutnya basah, namun senyum kecil tak pernah lepas dari wajahnya.

Tangannya bergerak cekatan, menyusun kayu demi kayu, hingga rumah kecil sederhana mulai terbentuk. Untuk atap, ia menggabungkan batang pohon tipis dengan daun cemara panjang yang ia tata rapi. Meskipun terlihat sederhana, setiap detail mencerminkan tekad dan usahanya.

Saat akhirnya ia menyelesaikan pekerjaannya, delapan jam telah berlalu. Langit berubah jingga, menandakan senja telah tiba. Enzo berdiri beberapa langkah dari rumah yang baru ia bangun, memandanginya dengan rasa bangga yang tak terlukiskan.

Meski kecil dan sederhana, bagi Enzo, rumah ini adalah karya terbesarnya—sebuah simbol kebebasan dari masa lalu, dan awal baru yang selama ini ia cari.

“Akhirnya… tempat di mana aku bisa memulai segalanya dari nol.” Ucapnya pelan, suaranya penuh kelegaan.

Dengan langkah lelah namun puas, ia mendekati rumah itu dan duduk di tepi pintunya, memandang danau yang kini tenang. Angin senja berhembus lembut, membawa keharuman hutan dan suara nyanyian alam yang menyatu dengan detak jantungnya.

Sosok yang dulu ditakuti sebagai Raja Iblis, penguasa kegelapan yang pernah menghancurkan Kekaisaran Surgawi dan menebar teror di tiga alam, kini duduk sendirian di tepi danau dengan senyum sederhana.

Sosok yang dulu ditakuti, kini terlihat seperti seorang pria biasa—hanya seseorang yang ingin menikmati kehidupan barunya, jauh dari hiruk-pikuk peperangan dan kekuasaan.

“Mungkin ini yang dimaksud kakek tua…,” gumam Enzo pelan, senyum tipis merekah di wajahnya. Namun di balik senyum itu, ada rasa jengkel yang masih tersisa.

Sosok kakek tua itu, dengan segala wejangan dan rencana-rencananya, selalu berhasil membuat hidupnya berputar ke arah yang tak ia duga. Jika mereka bertemu lagi, Enzo bersumpah akan memberikan “pelajaran” kecil padanya.

“Aku akan membuat catatan rutinitas harian…,” lanjut Enzo, suaranya terdengar seperti orang sedang merencanakan hidup yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya. “Menjalani hidup seperti makhluk lemah pada umumnya.”

Malam pun tiba. Langit yang semula berwarna jingga kini berubah menjadi selimut gelap bertabur bintang. Enzo duduk di depan api unggun yang berderak pelan, kayu-kayu kering yang ia bakar mengeluarkan suara khas—retakan kecil yang menenangkan, seperti melodi malam yang bersahaja.

Sisa ikan yang ia tangkap siang tadi mulai ia panggang di atas api, aroma daging ikan yang hangat menguar ke udara, bercampur dengan embusan angin malam yang sejuk.

Cahaya api unggun memantulkan bayangan samar di wajahnya—wajah seorang penguasa yang pernah ditakuti, namun kini hanya ingin berdamai dengan dirinya sendiri. Enzo memandang ke langit. Bintang-bintang bersinar terang malam ini, seakan berkumpul hanya untuk menemani dirinya.

“Cinta akan membawamu menjadi sosok yang lebih baik.”

Ucapan itu kembali terngiang di telinganya. Kata-kata kakek tua yang sudah berulang kali ia dengar, bahkan setelah seratus ribu tahun berlalu. Namun, malam ini terasa berbeda. Kata-kata itu bukan lagi sekadar kenangan, melainkan prinsip yang ia genggam erat.

Enzo menarik napas panjang, seolah ingin menyimpan semua ketenangan malam ini di dalam hatinya. Senyum kecil menghiasi wajahnya, kali ini bukan karena kemenangan, melainkan karena penerimaan.

“Aku tidak akan mencari kedamaian dengan kekuatan lagi,” bisiknya pelan, seakan bersumpah pada dirinya sendiri. “Aku akan mencarinya melalui cinta.”

Ia tahu, dulu kekuatannya telah memporak-porandakan segalanya. Kekuatannya yang luar biasa, meskipun membuatnya ditakuti dan dihormati, tidak pernah membawa kedamaian—hanya kehancuran dan kesepian.

Sekarang, ia ingin mencoba jalan yang berbeda. Jalan yang lebih sulit, lebih panjang, namun lebih bermakna.

“Hehehe…” Enzo terkekeh pelan, malu pada dirinya sendiri. Ingatan akan masa lalunya membuatnya seperti seorang anak kecil yang salah langkah, namun berusaha untuk memperbaiki diri.

Bagaimana mungkin seorang Raja Iblis bisa berpikir seperti ini sekarang? Namun, ia tak peduli. Untuk pertama kalinya, ia merasa bebas dari belenggu masa lalunya.

Angin malam berhembus lembut, menyapu wajah Enzo yang masih memandang bintang-bintang. Malam ini, di tengah kesunyian alam yang damai, ia berjanji untuk hidup berbeda.

Hidup sederhana.

Hidup yang mencerminkan cinta.

Hidup yang akhirnya bisa ia banggakan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!