Rian adalah siswa sekolah menengah atas yang terkenal dengan sebutan "Siswa Kere" karna ia memang siswa miskin no 1 di SMA nya.
Suatu hari, ia menerima Sistem yang membantu meraih puncak kesuksesan nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Quesi_Nue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 - Rp.500.000.000 dari Stave
Ayah liana menatap tangan Rian yang terulur dengan ekspresi datar. Rian menelan ludah, berpikir apakah tindakannya terlalu berani. Liana yang berdiri di sampingnya hanya menahan senyum melihat ekspresi canggung Rian.
Setelah beberapa detik yang terasa lama, Stave akhirnya mengangkat tangannya dan menyambut jabat tangan Rian. Pegangannya kuat, namun tidak berlebihan.
"Bagus. Setidaknya kau tahu sopan santun nak," ucap Stave dengan nada tenang namun tetap memiliki wibawa.
Rian sedikit mengendurkan bahunya, merasa lega karena ayah Liana tidak langsung menolaknya atau bersikap dingin.
"Terima kasih, Pak," ujar Rian sambil menarik kembali tangannya.
Stave atau ayah Liana menatapnya sejenak sebelum menggerakkan tangannya, memberi isyarat agar mereka duduk.
"Duduklah. Aku ingin mengenalmu lebih baik."
Rian dan Liana duduk di sofa yang nyaman berhadapan dengan Stave. Seorang pelayan datang membawakan teh hangat dan menyajikannya di meja.
Ayah liana menyandarkan punggung di sofa ruang tamu, menyesap teh sebelum berbicara.
"Jadi, Rian… ceritakan sedikit tentang dirimu. Apa yang sedang kamu lakukan saat ini?"
Rian yang masih sedikit canggung berusaha tetap tenang dan menjawab dengan percaya diri.
"Sebelumnya saya bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan. Sekarang saya sedang mendirikan usaha pakaian." Ucapnya berbohong namun diakhiri dengan kebenaran.
Ayah Liana mengangkat alis. "Usaha pakaian? Seberapa besar skala usahamu sekarang?"
Rian tersenyum tipis dan menjawab.
"Saat ini saya baru memulai dengan menyewa toko di mall. Saya sudah mengatur kerja sama dengan supplier yang merupakan teman lama saya, sehingga saya bisa mendapatkan harga lebih murah dibandingkan pasar biasa."
Ayah Liana masih menatapnya, mencoba menilai apakah Rian benar-benar serius atau hanya omong kosong.
"Hmm… jadi kamu masih di tahap awal? Modalnya dari mana?" Ujar Stave
Liana buru-buru menyela takut rian gelagapan "Ayah, rian sudah punya perhitungan matang. Aku sendiri yang lihat bagaimana dia mengurus semuanya."
Rian mengangguk. "Betul, Pak. Saya memang baru memulai pada bisnis ini, tapi saya yakin dengan strategi dan jaringan yang saya punya, usaha ini bisa berkembang pesat. Ujarnya.
Saat suasana masih tegang, membicarakan tentang usaha rian, terdengar suara langkah kaki pelan dari tangga rumah.
Seorang wanita agak tua dengan anggun muncul dari arah ruang tengah, menatap ke arah mereka dengan penuh rasa ingin tahu.
"Liana, ini pacarmu kan yang dibicarakan oleh ayah tadi?" tanyanya dengan suara lembut namun penuh wibawa.
Liana tersenyum sedikit canggung tersemat di bibirnya. "Iya, Bu. Kenalin, ini Rian." ucapnya.
Rian segera berdiri dan menghampiri ibunya Liana bernama Vivi Astrea. Rian mengulurkan tangan dan bersalaman.
"Selamat sore, Bu. Senang bertemu dengan ibu." Ucap Rian sambil bersalaman.
Ibu Liana tersenyum dan mengangguk.
"Mari duduk nak" Ucap Vivi Astrea kepada Rian.
Rian mengangguk dan mereka berjalan pelan menuju sofa tempat duduk Suami dan Liana saat ini.
Ibu Liana lalu menatap Rian dengan lembut "Jadi, Rian, ceritakan sedikit tentang dirimu. Bagaimana kamu bisa bertemu dengan Liana?" tanyanya dengan nada lebih ramah dibandingkan suaminya.
Rian melirik Liana sejenak sebelum tersenyum. "Kami bertemu secara kebetulan di sebuah kafe. Awalnya hanya mengobrol biasa, tapi ternyata kami punya banyak kesamaan, terutama dalam hal bisnis dan masa depan." Kilahnya
Liana mengangguk cepat. "Benar, Bu. Kami banyak berdiskusi soal usaha, dan aku kagum dengan kerja kerasnya."
"Begitu ya?" Ucap Ibu Liana tersenyum dan mengangguk mengerti.
"Hm, udah berapa lama kalian pacaran? Lanjut tanya Ibunya.
Rian tersenyum dan menjawab dengan percaya diri, "Udah satu tahun, Bu."
Liana mengangguk cepat, ikut menegaskan kebohongan mereka. "Iya, udah lumayan lama yah."
Ayah Liana mempersempit matanya, jelas masih curiga. "Satu tahun, ya? Tapi kenapa aku baru dengar tentangmu sekarang?"
"Kenapa Liana tak memberitahuku? Ucap Stave.
Liana langsung menegang mendengar pertanyaan ayahnya. Ia berpikir cepat sebelum akhirnya tersenyum canggung.
"Ehm… itu karena aku takut Ayah nggak setuju." Ucapnya.
Ayahnya semakin menyipitkan mata.
"Takut aku nggak setuju? Kenapa begitu? Apa ada yang mencurigakan dari hubungan kalian?" Tanyanya.
Rian segera ikut menenangkan situasi. "Bukan begitu, Pak. Liana hanya ingin memastikan semuanya berjalan lancar dulu sebelum memberitahu keluarga kami masing-masing, kami sepakat saat saya sudah mendirikan usaha baru ingin memberitahukan keluarga." Jelas Rian
Ibu Liana yang sejak tadi diam akhirnya bicara dan mengangguk mengerti
"Hm, begitu yaa.. Kami mengerti."
Ayah Liana menatap Rian dengan ekspresi datar, tetapi matanya penuh selidik. Setelah beberapa detik hening, ia tiba-tiba berkata, "Kalau kalian sudah pacaran selama satu tahun, kapan kamu mau menikahi anak saya?"
Rian hampir saja tersedak udara, tapi ia cepat-cepat menutupi keterkejutannya dengan senyum tipis.
Liana juga langsung tegang mendengar ucapan ayahnya, "Ayah… kita masih muda. Nikah itu bukan hal yang bisa diputuskan buru-buru."
Ayahnya mengangguk pelan. "Oh, jadi pacar kamu nggak ada niat serius sama kamu?"
Rian cepat-cepat merespon, takut ayah liana curiga dengan hubungan mereka.
"Bukan begitu, Pak! Saya serius pak. Tapi saya ingin memastikan kehidupan saya stabil dulu, terutama usaha saya. Saya ingin ketika menikah nanti, saya bisa memberikan kehidupan terbaik untuk Liana." Ucapnya
Ibu Liana tersenyum kecil, dan mengangguk tampak puas dengan jawaban itu.
"Bagus sekali pemikirannya. Pria harus punya tanggung jawab sebelum menikah."
Ayah Liana masih menatap Rian dengan penuh selidik.
"Tapi coba tetapkan dulu perkiraan kasarnya. Kapan kamu akan menikahi anak saya?"
Rian berpikir cepat. Ia tidak bisa memberikan jawaban yang terlalu jauh di masa depan, tapi juga tidak bisa terlalu dekat karena usahanya baru dimulai apalagi dia dan liana pacaran bohongan saja.
Akhirnya, ia tersenyum dan menjawab dengan percaya diri,
"Saya perkirakan dalam tiga sampai lima tahun ke depan, Pak. Setelah usaha saya stabil dan saya bisa memberikan kehidupan yang layak untuk Liana."
Liana mengangguk cepat, ikut mendukung jawaban itu. "Iya, Ayah. Kami ingin memastikan semuanya siap dulu sebelum menikah."
Ayahnya mendengus kecil, lalu mengangguk pelan. "Hmph, baiklah. tiga sampai lima tahun, ya? Saya akan mengingat itu."
Ayah Liana menatap putrinya dengan serius. "Liana, kalau kamu memang percaya pada pacarmu, aku ingin dia membuktikannya."
Liana mengerutkan kening bingung dengan ucapan ayahnya.
"Maksud Ayah?" katanya
"Ayah ingin beri pacarmu modal," kata Ayahnya santai. "Aku ingin melihat apakah dia benar-benar serius dengan bisnisnya atau hanya bicara besar saja di depanku." Ucap Stave.
Liana tercengang dengan pernyataan serius ayahnya tiba - tiba.
"Berapa yah?"
Ayahnya tersenyum tipis. "Sekitar 500 juta." Ucapnya.
Rian terkejut dan tercengang mendengar pernyataan ayah liana.
"Pak, ini… jumlah yang sangat besar." Ucapnya.
Stave tertawa "haha, Itu besar buatmu tapi kalo buatku itu hanyalah uang 4 bulan jajan Liana anak saya." Ucapnya enteng.
Stave lalu menatap serius Rian
"Aku tak tahu kenapa anak saya ingin bersamamu tetapi aku ingin kau menjadikan liana sebagai ratu makanya saya ingin memodali usahamu tapi..." Ucapnya terhenti dan lanjut dengan kata sedikit lebih keras
"Jika aku mendengar berita tentang anak saya menangis karenamu, kau akan tau akibatnya!" Ayah Liana mengakhiri kata - katanya dengan mengarahkan tangan ke lehernya, dan gerakan tangannya seperti pisau ingin memotong leher.
Ruangan langsung terasa sunyi. Liana melotot ke arah ayahnya. "Ayah! Jangan menakut-nakuti rian seperti itu!"
Ibu Liana hanya menghela napas sambil tersenyum kecil, seolah sudah terbiasa dengan ancaman suaminya.
Rian, meskipun terkejut, mencoba tetap tenang. Ia tersenyum kaku dan berkata, "Tenang saja, Pak. Saya tidak ada niat untuk menyakiti Liana. Saya akan menjaganya dengan baik."
Ayah Liana masih menatapnya tajam, lalu akhirnya mengangguk. "Bagus kalau begitu. Aku harap kamu bisa menepati kata-katamu." Ucap Stave.
Rian merasa senang didalam hatinya saat ini ia mendapatkan modal besar maka ia memperkirakan usahanya akan berkembang lebih cepat apalagi di bantu oleh sistem pada tubuhnya saat ini.
mohon maaf lahir dan batin