Rosa kembali ke Bandung setelah enam tahun menghindari Papa dan Rama, Kakaknya. Selain kembali beradaptasi dengan sekolah baru dan menguatkan hatinya untuk bertemu Rama, Rosa yang kaku juga dikejutkan dengan kedatangan Angkasa. Kakak kelasnya yang adalah anggota geng motor.
Perasaannya dibuat campur aduk. Cinta pertamanya, kebenciannya pada Rama dan Papa, juga rasa kehilangan yang harus kembali dia rasakan. Bagaimana Rosa yang sulit berekspresi menghadapi semuanya?
Apakah Rosa bisa melaluinya? Apakah Rosa bisa mengembalikan perasaan damainya?
Update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noey Ismii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembicaraan Adik-Kakak
Jawaban Rosa menghentikan kegiatan Rama yang sedang membersihkan meja tempatnya tadi menguleni adonan cookies.
“Mau kemana?” tanya Rama.
“Aku belum bayar traktirannya,” jawab Rosa.
Rama tersenyum, “Oh, yaudah buat bekal kamu sama Angkasa aja kalau gitu,” jawabnya santai.
Rosa memicingkan matanya, tak percaya dengan jawaban kakaknya, “Kenapa sekarang gak ngelarang?” tanyanya sedikit curiga.
“Karena gak bisa,” jawab Rama.
Dia tahu, dia tidak bisa membuat Rosa hanya diam saja di rumah seperti ini. Rosa juga butuh keluar. Butuh refreshing. Dan butuh teman. Mungkin juga butuh pacar. Rama tidak suka dengan pikirannya itu sekarang.
Yang pasti, Rosa butuh bermain dan bernapas.
Seperti dirinya. Rama juga kadang merasa sesak berada di dekat Rosa. Dia juga sama tidak berdayanya dengan Rosa dalam keadaan sekarang.
Yang lebih pasti lagi, Rama sudah bertekad akan menjadi kakak yang baik untuk Rosa. Salah satu caranya adalah memastikan Rosa tidak merasa terkekang disini.
Ya, hanya itu.
“Berangkat jam berapa besok?” tanya Rama memecah hening.
“Jam sepuluh,” jawab Rosa. Dia sudah menyiapkan uang tunai di dompetnya. Selain uang bekalnya yang banyak, Rosa juga punya sedikit tabungan dan kartu hitam dari Papa. Jadi dia tidak khawatir kalau nanti ternyata Angkasa memintanya untuk dibelikan es krim mahal.
Dia ingat es krim yang dibelikan Rama saat hari minggu kemarin, sepulang menginap di rumah Enin dan Aki. Harga satu cupnya bisa untuk beli sepuluh es krim paling mahal di toko Ceu Emoh di desa.
Rosa jadi mengerti kenapa Papa memberikannya uang bekal yang lumayan besar untuk ukuran anak SMA.
Rama juga lah yang sudah membuatkan dompet digitalnya. Mengajari cara memakainya dan mengisi saldo. Rosa merasa keberatan saat Rama tidak mau diganti uangnya. Katanya itu kompensasi untuk tiap permen dan kue yang gak dibaginya dengan Rosa selama mereka gak bareng.
“Bentar lagi mateng. Kamu mau jus?” tanya Rama lagi. Dia sudah selesai dengan bersih-bersihnya.
Ternyata Rama sudah lebih dulu membuat kepakatan dengan Bu Asih. Untuk tidak membantunya saat dia ingin menggunakan dapur. Karena Rama akan dengan tiba-tiba membuat kue, cookies, atau puding, atau tiba-tiba saja membuat adonan pizza.
Sebulan sekali Rama akan pulang dan mencoba-coba resep yang sudah dipelajarinya.
Kira-kira sejak kelas dua SMP. Dia akan membawa hasil buatannya kembali ke asrama untuk dimakan dengan teman-temannya.
Begitulah sampai sekarang. Bu Asih tidak mencoba menginterupsi. Hanya sekali-kali melihat untuk memastikan Rama masih aman bermain dengan kreasinya.
Rosa terlonjak kaget saat didengarnya suara dari blender yang dinyalakan Rama.
“Maaf, Sa, kamu kaget?” Rama melihat Rosa yang membeku menekan dadanya.
“Aku kaget,” jawab Rosa membeo.
Rama segera menyerahkan segelas air putih yang langsung diterima Rosa. Dia meneguknya.
Matanya memicing, “Sengaja banget bikin aku kaget?” tanyanya.
Bibir Rama melengkung mendengar pertanyaan cewek di depannya, “Kamu gak denger aku tanya mau jus?”
Mata Rosa mengerjap, lalu kepalanya menggeleng.
Senyum Rama berubah jadi tawa kecil, tangannya terulur mengacak lembut rambut Rosa. “Bu Asih ngisi stok stroberi lagi. Tadinya aku mau bikin strawberry shortcake, tapi lama bikinnya, mending cookies dulu aja yang cepet,” katanya.
Rama kemudian mematikan blender, menuangkan jus berwarna pink ke gelas tinggi. Baru dia menyerahkannya pada Rosa. Ada binar kecil saat Rosa melihat jus favoritnya itu.
Rama lalu membuat kopi dari mesin kopi kapsul di dekat oven yang masih berdengung halus. Tak lama, kopinya sudah jadi. Rama membawa cangkirnya dan duduk di sebelah kanan Rosa.
“Aku selalu inget kalau kamu suka banget sama stroberi,” kata Rama. Dia menatap Rosa yang menyedot jusnya. “Tapi cookies enaknya sama coklat panas. Mau aku bikinin?”
Rosa menggeleng. “Ini aja cukup,” jawabnya.
Rama menatap Rosa yang duduk diam dengan gelas berisi jus strawberry di tangannya. Adik kecilnya yang sejak dulu menyukai stroberi. Adik kecilnya yang sejak dulu selalu dikepang oleh mama. Adik kecilnya yang sekarang sudah besar.
Dia mengerti, selama berjarak dengan Rosa, dia pasti sudah banyak berubah. Tapi Rama masih ingat mata cokelat terang itu, lalu bagaimana Rosa menyukai setiap gaun di lemarinya, bagaimana Rosa tersenyum dengan memamerkan giginya, dan bagaimana Rosa yang selalau menggenggam tangannya.
Rama dan Rosa sudah sering berantem sejak kecil dulu. Tapi mereka tahu mereka saling menyayangi. Rama adalah satu-satunya kakak untuk Rosa. Juga Rosa adalah satu-satunya adik untuk Rama.
Tangan Rama mengusap puncak kepala Rosa,
“Kamu kok udah gede aja? Aku jadi kangen Rosa kecil.”
Mata Rosa mendelik. Dia mengembuskan napas dengan kasar. “Kamu gak pernah ke nenek waktu kita kecil,” katanya tak acuh.
Sedikit menyesal, tapi Rama mengakuinya, "Aku memang jarang banget bisa pergi. Tapi kamu juga gak mau ngobrol sama aku kalau aku telepon ke nenek," jawabnya.
Rosa mengerjap, "Karena aku gak mau ngomong," jawabnya sekenanya.
Rama tertawa, lalu melihat jus di gelas Rosa yang tinggal separuh, “Aku lupa sama beberapa bagian. Tapi tiap liat stroberi aku pasti inget kamu.” Rama sedikit mengingat tentang waktu kecilnya.
Tapi ingatannya tidak sampai kemanapun. Dia hanya ingat poin-poin yang dia pikir penting. Selebihnya, dia seperti kehilangan ingatan.
Sebenarnya, Rosa juga merasa banyak potongan ingatannya yang menghilang. Dia hanya ingat kepedihannya, bentakan Papa, dan sekelebatan kejadian di pantai.
Rosa mengerjap. Napasnya tercekat. Dia mencium bau coklat. Tangannya menggapai gelas jus, kemudian langsung menyeruputnya lagi. Dia menyembunyikan gemetar bibirnya dengan menggigitnya.
Untunglah, Rama tidak melihatnya. Rosa melirik kakaknya yang fokus pada cangkir kopi di tangannya.
“Udah mulai betah tinggal disini?” tanya Rama.
Rosa masih menyedot jus stroberinya. Dia berbalik menatap Rama dengan pipi menggembung. Lalu menggoyangkan kepalanya. “Aku kangen ke desa. Kangen ke nenek.” Matanya menerawang jauh.
“Meskipun perasaanku sama aja, tapi di sini makin bikin sesak. Aku bahkan gak tau siapa aku sekarang, gimana aku sekarang. Rasanya cuma bertahan supaya gak mati-“
“-Rosa,” Rama menghentikan celotehan Rosa.
“-Supaya aku gak ngikutin kata kepala.” Rosa baru menyelesaikan kalimatnya. Matanya lurus menatap Rama.
Rosa tersenyum. Senyum yang cantik kalau saja dia tidak kembali bicara, “Aku hanya mau ketemu mama, tapi aku gak akan ke surga kalau aku bunuh diri.”
Rosa menyadari perubahan tatapan Rama.
Sambil memindahkan arah pandangnya, Rosa bergumam, “Kapan cookiesnya mateng?”
-o0o-
Rama marah.
Dia meninggalkan Rosa begitu saja setelah pembicaraan itu. Rosa tahu dari perubahan sikap Rama. Dia hanya berdiri kemudian pergi. Sesaat kemudian Rosa mendengar suara mesin mobil meninggalkan rumah.
Rosa masih mematung. Bahkan saat oven berbunyi menandakan waktunya sudah selesai.
Gadis itu juga tidak mengerti kenapa dia bicara seperti itu. Tapi Rosa menyadari dia terlalu merasa nyaman. Sampai-sampai, dia mengutarakan pemikirannya begitu saja.
Dia mendengus. Sudah untung aku hanya bicara. Tidak bertindak, pikirnya.
-o0o-
Rama menghentikan laju mobilnya setelah merasa cukup jauh dari rumah. Tangannya mengepal kuat di setir sampai buku jarinya terlihat memutih. Napasnya tercekat. Deru jantungnya memburu. Tatapannya tidak fokus.
Dia mengeryit sambil menyelusupkan jemarinya ke sela-sela rambutnya.
Baru dua minggu dia bertekad untuk menjadi kakak yang baik. Baru selama itu dia bertekad ingin mengembalikan Rosa. Tapi mendengar Rosa bicara begitu dia sudah kehilangan fokusnya. Dia bahkan terlihat marah, tadi.
Kaget dengan apa yang dikatakan adiknya itu, Rama sesak. Dia tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Dia bingung. Dia tidak bisa melakukan apapun.
Dia baru akan mengabari Papa tentang Rosa saat diingatnya ponselnya tertinggal. Disimpan di dekat Rosa duduk.
“Kita terlalu jauh, Pah. Kita terlambat. Aku gak bisa. Aku merasa akan gagal,” bisiknya dalam. Dia menyesali semuanya. Dia menyesal sudah membuat adiknya menjadi begini.
-o0o-