Sayangi aku.. Dua kata yang tidak bisa Aurora ucapkan selama ini.. Ia hanya memilih diam saat mendapatkan perlakuan tidak adil dari orang- orang di sekitarnya bahkan keluarganya. Jika dulu dia selalu berfikir bahwa kedua orang tuanya itu sangat menyayangi dirinya karena mereka yang tidak pernah memarahi bahkan menuntut dirinya untuk melakukan apapun dan sangat berbanding terbalik dengan perlakuan ke dua orang tuanya pada kakak dan adiknya.. Tapi semakin dewasa Aurora menyadari bahwa selama ini ia salah.. Justru keluarganya itu sedang mengabaikan dirinya.. Keluarganya tidak peduli dengan apapun yang ia lakukan ...
INGAT !!! Ini hanya cerita fiksi dimana yang mungkin menjadi tidak mungkin dan yang tidak mungkin menjadi mungkin..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#17
Happy Reading...
.
.
.
"Boleh tidak sih kamu menginap saja di rumahku?" Tanya Dika setelah mengantarkan Rora ke rumah Elina. "Atau kamu saja yang menginap di rumahku." Usul Dika.
Wajah Rora memerah. Ia tidak menyangka bahwa Dika bisa bersikap semanja ini kepada dirinya. "Ini sudah malam Dik. Kamu pulang ya. Aku tidak enak dengan tante Elina." Terang Rora. "Lagi pula kita sudah menghabiskan waktu cukup lama."
"Tapi aku masih ingin dengan kamu." Rengek Dika.
"Kalau begitu kamu harus cepat mengumpulkan uang supaya bisa bersamaku terus." Ucap Rora sambil mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Dika. Rora mengusap pipi Dika sambil memberikan senyum manisnya.
Bara menatap dari balkon kamarnya dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Besok sepulang dari kantor aku mampir lagi kesini ya." pinta Dika sambil menggenggam tangan rora yang masih berada di pipinya.
Rora menghela nafasnya lalu menganggukkan kepala. Ingin mencegah pun percuma.
.
.
.
Dua minggu sudah Dika pergi mengerus pembangungan perusahaannya yang baru di Bali. Awalnya ia ingin mengajak Rora untuk ikut bersamanya tapi di tentang oleh Elina. Ia takut jika nanti disana Rora akan di abaikan oleh Dika.
Setelah urusan pekerjaannya selesai, Dika benar- benar memutuskan untuk langsung pulang tanpa menunggu lagi.
Tak lupa sebelum pulang Dika mampir untuk membeli bermacam- macam coklat, ada Falala Chocolate, Heavenly Chocolate Bali, Mason Chocolate, dan Junglegold. Ia masih ingat betul waktu itu Rora pernah mengatakan sangat suka coklat. Dika membeli coklat sangat banyak karena hanya itu yang sempat ia beli. Dika sudah sangat rindu dan segera ingin bertemu dengan sang pijaan hati.
Dengan wajah berseri- seri Dika langsung menuju kerumah Elina dari bandara. Ia sengaja untuk tidak memberi kabar kepada siapapun karena ingin memberikan kejutan untuk Rora.
"Dika." Sapa Rora sambil tersenyum senang saat ada yang tiba- tiba memeluknya dari belakang. "Kenapa tidak memberitahuku kalau kamu pulang hari ini?" Tanya Rora.
Dika mengerucutkan bibirnya. "Ingin memberi kamu kejutan. Tapi ternyata kamu sudah bisa menebaknya." Ucap Dika dengan sedikit kecewa.
Rora kembali tersenyum sambil mengusap tangan Dika yang masih ada di perutnya. "Memangnya siapa lagi yang berani memelukku seperti ini selain kamu?"
"Ck. Tetap saja. kamu kan masih bisa berpura- pura untuk menebak dulu." Protes Dika lalu melepaskan pelukkannya. Ia meraih tangan Rora lalu menuntunnya untuk duduk di sofa yang ada di dalam kamar Rora. "Aku punya sesuatu untuk kamu." Ucap Dika lalu meraih paper bag yang berisi coklet lalu meletakkannya di atas pangkuan Rora.
"Apa ini?"
"Coba tebak."
Rora memasukkan tangannya ke dalam paper bag lalu meraba isi di dalamnya. Ia pun kembali tersenyum. "Terima kasih." Ucap Rora.
Dika membaringkan tubuhnya dan menjadikan paha Rora sebagai bantalannya lalu ia memejamkan kedua matanya. Rora tahu Dika pasti lelah jadi ia memilih untuk membiarkannya saja. Tidak sampai tiga puluh menit Dika kembali membuka kedua matanya lalu bangun dari tidurnya. Ia mendudukan dirinya sambil menghadap ke arah Rora.
"Ra.. Aku ingin segera menikahi kamu." Ucap Dika tiba- tiba.
"Eung?"
Aku ingin kamu menjadi teman hidupku.. Aku ingin kamu menjadi istriku.. Secepatnya." Ucap Dika yang membuat Rora mengerutkan keningnya.
"Menikah? Tapi Dik..."
"Aku ingin bisa bersama terus dengan kamu. Aku merasa kita sudah bukan waktunya lagi untuk berpacaran. Aku serius dengan kamu Ra.. Aku ingin segera menikah dengan kamu.. Aku ingin menghabiskan seluruh waktuku dengan kamu.. Aku ingin menua bersama kamu."
"Tapi Dika.."
"Aku tidak tahu apa aku bisa menjadi seorang suami yang baik untuk kamu. Tapi aku akan berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk kamu. Asalkan itu dengan kamu aku yakin aku pasti bisa." Ucap Dika sambil menggenggam tangan Rora. "Menikah denganku ya." Mohon Dika.
Cukup lama Rora terdiam. "Aku mau." Jawab Rora. "Tapi Dik.. Aku mungkin akan sangat merepotkan kamu.. Aku mungkin hanya akan menjadi beban untuk kamu.."
"Aku sudah mengatakannya berulang kali..Tidak apa- apa.. Repotkan aku.. Asalkan itu kamu, aku tidak akan pernah menyesal." Potong Dika. "Minggu depan kita akan menemui keluarga kamu."
"Untuk apa?" Tanya Rora.
"Tentu saja untuk meminta restu." Jawab Dika.
.
.
.
Dika benar- benar mengajak Rora untuk menemui keluarganya seperti apa yang sudah di rencanakan. Ia ingin meminta restu kepada seluruh keluarga Rora terutama papa dan mamanya. Meskipun Rora yakin keluarganya itu tidak akan peduli.
"Kamu yakin?" Tanya Rora saat merasakan mobil Dika yang sudah berhenti.
"Tentu saja." Jawab Dika penuh keyakinan meskipun awal pertemuannya dengan keluarga Rora sedikit tidak mengenakkan.
Tok.. Tok... Tok...
"Selamat malam om." Ucap Dika sambil sedikit menun dukkan kepalanya saat pintu rumah terbuka.
"Selamat malam." Balas Evan lalu beralih menatap gadis yang ada di sebelah Dika. "Rora."
"Maaf saya baru sempat untuk berkunjung kemari dan menemui anda." Ucap Dika basa- basi.
"Lebih baik langsung saja." Saut Laura dengan tatapan tidak sukanya.
Dika yang awalnya sedikit gugup menjadi merasa kesal saat mendengar ucapan Laura namun ia berusaha untuk mengendalikan dirinya.
"Maaf karena di pertemuan pertama saya mungkin sudah meninggalkan kesan yang kurang menyenangkan untuk anda. Saya kesini dengan niat baik dan tulus ingin membuat komitmen dengan anak om dan tante. Saya ingin menikahi anak om dan tante. Saya ingin menikahi Rora untuk menghabiskan hidup bersama saya selamanya sampai maut memisahkan kami.
"Apa yang membuat kamu yakin dengan adik saya?" tanya Ezra pada Dika.
Karena Rora satu- satunya perempuan yang sudah membuat saya merasa nyaman. Rora membuat saya selalu merasa menjadi laki- laki yang selalu di butuhkan. Bukan berarti Rora merepotkan." Ucap Dika. "Dengan Rora saya menemukan rumah untuk pulang. Jadi tidak ada yang membuat saya merasa tidak yakin dengannya.
Ezra menatap serius kepada Dika. Berbanding terbalik dengan Laura yang memberikan tatapan seolah- olah meremehkan.
"Apa aku bisa mempercayai kamu untuk menjaga dan melindungi Rora adikku?" Tanya Ezra lagi.
"Saya tidak bisa memberikan janji. Karena kepercayaan adalah sesuatu yang hanya bisa di buktikan bukan di janjikan. Tidak ada satupun alasan yang cukup untuk membuat seorang kakak rela begitu saja untuk percaya dan memberikan kepercayaan kepada orang lain untuk menjaga adiknya." Ucap Dika sambil menatap Ezra. Sedangkan Ezra balik menatap Dika dengan lebih serius lagi.
"Saya hanya ingin meminta satu kesempatan." Ucap Dika. "Beri saya satu kesempatan untuk membuktikan bahwa saya layak untuk di berikan kepercayaan untuk menjaga dan melindungi Rora. Beri saya kesempatan untuk membuktikan bahwa saya layak untuk bersanding dengan Rora seumur hidup saya." Lanjut Dika.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak..