Vina, seorang Ibu yang rela dan sabar menahan sakitnya perlakuan KDRT dari suami terhadap dirinya selama sepuluh tahun terakhir.
Ketika, Adit anak pertamanya berkata bercerailah bunda. Saat itulah dia tersadar akan sakitnya dan sia-sia semua perngorbanannya.
Akankah semua berjalan lancar?
Yuk, ikuti kisahnya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 21
Akhir yang ditunggu-tunggu tepat sehari sebelum pernikahan antara Iqbal dan Vina. Nadin, istrinya Anwar melahirkan. Nadin melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik. Anwar sangat bahagia begitu juga dengan Bu Fatma dan Sarah.
Bu Fatma, langsung memberikan satu rukonya untuk cucu perempuannya. Dan itu langsung diterima oleh Nadin dengan senangnya.
"Terimakasih Bu, kalo Ibu ngasih yang begini kan enak." kata Nadin.
Bu Fatma hanya tersenyum dengan perkataan Nadin. Sebab dia sudah kebal, padahal dia berjanji akan membeli perlengkapan untuk cucu perempuannya. Tetapi, niatnya di patahkan oleh orang tua Nadin. Mereka membeli semua keperluan calon bayi tersebut tanpa terkecuali. Bahkan mereka menghadiahkan satu lembar kartu atm dengan isi tabungan yang lumayan banyak untuk calon bayi tersebut.
Diluar ruangan persalinan, sarah berjalan-jalan di rumah sakit. Dia berharap bisa ketemu Iqbal. Sebab dia tahu jika Iqbal bekerja di rumah sakit Citra Husada. Sarah ingin menanyakan kepada Iqbal, kenapa nomornya selalu di blokir saat mengirimnya pesan. Padahal dia sudah berulang kali membeli simcard yang berbeda.
Saat berjalan, Sarah menanyakan tentang dokter Iqbal sama salah satu suster yang lewat.
"Maaf suster, ruangan dokter Iqbal dimana ya?" tanya Sarah.
"Dokter Iqbal yang umum atau yang spesialis penyakit dalam Mbak?" tanya suster tersebut.
"Dokter Iqbal yang memiliki ciri-ciri putih, ganteng, terus mukanya ada sedikit brewokan." jelas Sarah.
"Oo itu dokter umum. Dia lagi cuti untuk mengurus acara pernikahannya." jawab suster.
"Nikah? Kapan? Sama siapa?" berondong Sarah terkejut.
"Untuk lebih jelasnya, saya tidak bisa memberi tahu. Permisi." ucap suster ramah, terus berlalu pergi.
"Apa jangan-jangan dengan Vina ya. Aku harus cari tau." batin Sarah.
"Mas, aku izin keruangan temanku sebentar ya. Kebetulan dia juga lagi dirawat di rumah sakit ini." Sarah mengirim WA untuk Anwar.
"Iya." balasan Anwar kemudian.
Sarah langsung menuju ke kediaman Vina menggunakan taksi. Dia pernah di beritahu Nadin dimana Vina tinggal. Setelah sampai ke rumah Vina. Sarah tertegun. Sebab di rumah Vina sedang ramai-ramai.
"Ibu, maaf numpang tanya. Itu bukannya rumah Mbak Vina ya? Kok ramai-ramai gitu. Kalo boleh tau ada apa?" tanya Sarah sama orang yang kebetulan lewat.
"Oo ... Itu, besok Bu Vina nikah. Jadi dia membuat acara syukuran kecil-kecilan. Hanya untuk kerabat dan tetangga dekat saja." jawab orang tersebut.
"Oo ... Makasih ya Bu." ucap Sarah.
"Jadi dugaan aku benar, jika Dokter Iqbal menikahi mu Vina. Lihat saja, aku tak akan membuatmu bisa bahagia." lirih Sarah. Tanpa turun dari taksi. Kemudian dia meminta taksi untuk kembali ke rumah sakit.
"Mas keluar bentar, ada yang pingin aku omongin." Sarah mengirim WA pada Anwar.
Setelah Anwar keluar dari ruangan Nadin, Sarah mengajak Anwar untuk ke taman rumah sakit. Di sana dia menceritakan masalah yang diketahuinya.
"Maksud kamu mereka akan menikah, besok?" teriak Anwar terkejut dengan berita dari Adiknya.
"Iss,,, Mas. Kok teriak sih." Rajuk Sarah.
"Maaf, maaf. Aku terkejut. Tapi kok mereka gak undang-undang kita ya?" gumam Anwar.
"Mas, tolongin aku. Aku menyukai dokter Iqbal." ungkap Sarah.
"Kok ngomongnya baru sekarang sih. Kalau kemarin-kemarin kan, Mas bisa ngelamar dia untukmu!" seru Anwar.
"Kamu masuk ke dalam, bilang sama Nadin sama semuanya. Kalau Mas tadi di telpon sama orang kecamatan. Penting." ucap Anwar.
"Mas mau ke tempat Vina dulu." ucap Anwar.
Berangkatlah, Anwar menuju rumah Vina. Setelah, sampai Anwar langsung memasuki rumah Vina. Kedatangan Vina dilihat oleh Adit. Anak pertama mereka.
"Mau apa Ayah kesini? Jika ingin mengacaukan semuanya silahkan keluar. Anda tidak terima disini." ucap Adit.
"Bunda mu mana? Ayah ingin bertemu." tanya Anwar.
"Bunda sibuk, gak bisa ditemui. Jadi keluarlah." tegas Adit.
"Vina, Vina. Keluar kamu." teriak Anwar.
Vina yang mendengarkan suara teriakan, langsung menuju ke tempat Anwar.
"Mas, kamu disini? Ada apa?" ucap Vina.
"Vin, bisakah kita ngobrol berdua? Ku mohon." ucap Anwar.
"Ayo kita ke samping." seru Vina.
"Bunda. Jangan." larang Adit.
Vina hanya mengangkat tangannya pertanda jangan bantah sama Adit.
"Ada apa?" tanya Vina, saat mereka sampai di halaman samping.
"Nadin sudah melahirkan, dan dia melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik." ucap Anwar.
"Syukurlah, akhirnya impianmu untuk mempunyai anak perempuan terwujud." ucap Vina tulus.
"Terus." lanjut Vina. Karena Anwar terdiam.
"Bisakah kita kembali, maksudku kita jalani lagi kehidupan kita yang dulu." mohon Anwar.
Vina menghembuskan napas kasar.
"Aku sudah memiliki anak perempuan. Nanti kita akan menjaganya bersama." lanjut Anwar lagi.
"Terus Nadin, akan Mas ceraikan?" tanya Vina.
"Iya, karena aku sadar, selama kami bersama dia sering kali merendahkan aku. Apalagi orangtuanya. Mereka sama sekali tidak menghargai ku." ucap Anwar berterus terang.
"Enak sekali hidupmu Mas, jika semua tidak sesuai dengan keinginanmu seenaknya saja kamu tinggalkan." cibir Vina.
"Pertama kamu sudah menalak ku, dengan talak tiga. Apa Mas lupa apa artinya? Ya, aku harus menikah dengan pria lain dulu. Agar kita bisa bersama lagi." terang Vina.
"Ya udah aku izinkan kamu menikah dengan dokter Iqbal. Tapi setelah satu bulan kalian cerai. Terus pas masa iddah mu habis. Kita akan menikah ulang." saran Anwar.
"Mas, memangnya aku sudah katakan bersedia? Tidak Mas. Aku menikah dengan Mas Iqbal memang karena aku mencintainya. Bukan karena sebuah status agar tidak lagi janda." ungkap Vina.
"Lagian, aku sudah pernah merasakan bagaimana rasanya aku menerima semua kesakitan yang kamu berikan. Jadi, aku menolak untuk bersamamu lagi." ungkap Vina.
"Tolong berikan aku satu kali kesempatan, aku janji akan memenuhi segala yang kamu inginkan. Lagipula anak-anak pasti akan sangat bahagia jika kita bisa kembali bersama." Rayu Anwar.
"Anak-anak bahkan lebih bahagia jika aku bahagia Mas. Jadi berhentilah menggangguku." ucap Vina, kembali masuk ke dalam.
Kemudian Anwar memilih kembali ke rumah sakit. Sampainya di rumah sakit.
"Dari mana?" tanya Bu Fatma saat melihat kedatangan putranya.
Dia yang menjaga Nadin. Sedangkan orang tua Nadin sudah pulang ke rumah. Katanya mereka mau menyiapkan acara akikah sekalian syukuran atas lahirnya cucu pertama mereka.
"Keluar bentar Bu, tadi orang kecamatan telpon." ungkap Anwar memberi alasan.
"Yang lainnya kemana? kok Ibu sendiri yang jaga?" tanya Anwar.
"Sarah ke kantin. Kami barusan makan bergantian. Sedangkan mertuamu pulang untuk menyiapkan acara akikah dan syukuran atas lahirnya putri kalian." jelas Bu Fatma.
"Kok mereka tidak menanyakan pendapatku sih Bu." tanya Anwar.
"Itulah Ibu juga lama-lama kesal sendiri sama sikap istri dan mertuamu." jelas Bu Fatma.
"Ini lagi istrimu, masa dia setuju saja dengan pendapat orangtuanya." tunjuk Bu Fatma pada Nadin yang tertidur pulas.
Tak lama kemudian Sarah kembali, dia minta izin sama Ibu dan Masnya untuk pulang ke rumah. Saat Sarah meminta uang sama Ibunya untuk ongkos taksi. Saat itulah Nadin terbangun.
"Kamu sarah, udah tua kayak gini kenapa gak kerja saja? Untuk diri sendiri saja masih mengharapkan orang tua." celetuk Nadin.
"Aku saja, yang anak satu-satunya aja kerja waktu gadis. Padahal orang tuaku lebih dari mampu untuk mencukupi kebutuhanku." terang Vina lagi.
"Ya beda lah Mbak, keluargaku yang gak kaya-kaya amat saja bisa mencukupi kebutuhanku tanpa aku harus bekerja. Semua yang aku mau dituruti. Lagian kenapa harus kerja jika uang saja kita banyak. Ya gak Bu." cibir Sarah. Mendapat anggukan dari Bu Fatma.
"Aku ngomong gini kasihan sama kamu lo Sarah, bukan maksud apa-apa." bela Nadin.
"Ya, aku ngomong gini juga tidak maksud apa-apa." jawab Sarah sekenanya.