Ini bukan tentang harga diri lagi, ini hanya tentang mencintai tanpa dicintai.
Aruna nekat menjebak calon Kakak iparnya di malam sebelum hari pernikahan mereka. Semuanya dia lakukan hanya karena cinta, namun selain itu ada hal yang dia perjuangkan.
Semuanya berhasil, dia bisa menikah dengan pria yang dia inginkan. Namun, sepertinya dia lupa jika Johan sama sekali tidak menginginkan pernikahan ini. Yang dia cintai adalah Kakaknya, bukan Aruna. Hal itu yang harus dia ingat, hingga dia hanya mengalami sebuah kehidupan pernikahan yang penuh luka dan siksaan. Dendam yang Johan punya atas pernikahannya yang gagal bersama wanita yang dia cintai, membuat dia melampiaskan semuanya pada Aruna. Perempuan yang menjadi istrinya sekarang.
"Kau hanya masuk dalam pernikahan semu yang akan semakin menyiksamu" -Johan-
"Jika perlu terluka untuk mencintaimu, aku rela" -Aruna-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya Rasa Bersalah
Johan keluar dari kamarnya, menuruni anak tangga. Hari ini adalah akhir pekan dan dia tidak akan pergi bekerja. Saat pergi melewati ruang tengah, Johan melihat laptop yang masih berada di atas meja. Johan tidak mengerti kenapa ada laptop di atas meja disana. Namun, dia tidak ingin terlalu memperdulikan.
Melirik ke arah pintu kamar Aruna, Johan melihat pintu kamar yang tertutup rapat. Tepat pada saat itu, Mia melewatinya. "Apa dia sudah bangun? Apa dia sudah makan?"
Mia menatap Johan sekilas, lalu dia menunduk. Ingin rasanya dia mengatakan semuanya pada Johan. Tapi, siapa Mia? Dia juga tidak begitu berani. Meski dia ikut sakit dengan keadaan Aruna sekarang.
"Nona masih belum keluar kamar hari ini. Mungkin dia kelelahan dan ingin tidur lebih lama. Semalam tidur cukup larut"
Mia sudah ingin berlalu dari hadapan Johan, tapi tangannya di tahan sejenak. "Dia menungguku sampai jam berapa?"
Mia menghela nafas pelan, menahan segala gemuruh di dadanya yang penuh emosi pada pria ini. "Nona bahkan sudah begitu bersemangat sejak tadi pagi. Bahkan kue itu juga dia yang buat, Tuan. Tapi, sampai karena Tuan tidak datang, dia tetap menunggu sampai larut. Sampai akhirnya dia menyerah dan meniup lilin seorang diri di jam 12 malam tadi. Nona bilang, ingin jadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun pada Tuan, tapi tidak terlaksana"
Johan terdiam mendengar itu, dia menatap ke arah sofa tempat tadi malam dia menemukan kue dan kado dari Aruna. Tiba-tiba hatinya berdenyut sakit sekarang.
"Saya permisi dulu, Tuan"
Johan bahkan mengabaikan ucapan Mia, dia masih menatap ke arah sofa. Semalam dia melihat kue ulang tahun dan sebuah kado berada disana. Lalu, sebuah laptop yang sampai sekarang masih berada disana. Perlahan Johan melangkah mendekat pada meja itu. Duduk di sofa dan ingin meraih laptop di atas meja. Namun, sebuah tangan lebih cepat menutup laptop dan mengambilnya. Johan mendongak dengan terkejut.
"Aruna?"
Aruna memeluk laptop dalam dekapannya, dia menatap Johan dengan sedikit cemas. "Aku lupa menyimpannya, semalam habis nulis"
Aruna segera berbalik dan ingin pergi kembali ke kamarnya, tapi suara berat Johan menghentikan langkah kakinya.
"Run, mari tiup lilin sekarang dan makan kue buatan kamu. Aku menyimpannya di lemari es"
Aruna terdiam dengan segala perasaan yang tak karuan. Kenapa? Kenapa Johan harus berlaku seperti ini, di saat Aruna sudah hampir menyerah dengan harapan rapuh yang dia punya. Sekarang bahkan tidak tahu harus melakukan apa, saat ternyata Aruna yang sudah mulai ingin menyerah.
"Aku simpan dulu laptop di kamar"
Johan tersenyum tipis, senyuman yang tanpa alasan sebenarnya. Kenapa dia harus tersenyum saat Aruna setuju untuk meniup lilin bersamanya sekarang.
Johan meminta Evi untuk mengambilkan kue semalam dan juga dia mengambil kotak hadiah yang semalam. Menyimpannya di posisi semula di atas meja. Hanya ingin mengulang suasana semalam, meski mungkin sangat terlambat.
Aruna kembali menyimpan laptop di tempat biasa. Menatapnya dengan nanar. Memang seharusnya dia tidak menunjukan video itu pada Johan. Dia tidak akan peduli, mungkin hanya sebatas rasa kasihan saja. Dan Aruna tidak ingin dikasihani.
Aruna kembali keluar kamar, menemui Johan yang sedang menyalakan lilin di atas kue yang dia buat semalam. Aruna terdiam melihat itu, seharusnya semalam hal ini juga terjadi. Tapi semuanya gagal karena Johan yang tidak kembali.
"Ayo duduk, kita tiup bersama" ucap Johan.
Aruna mengangguk pelan, dia mendekat pada Johan dan duduk disampingnya. Mata Aruna berkaca-kaca, untuk pertama kalinya dia bisa merayakan ulang tahun bersama pria yang dia cintai. Mungkin ini juga yang terakhir. Karena dia tidak akan bisa melakukan ini di tahun depan. Karena mungkin waktunya sudah benar-benar habis.
"Buat permohonan Kak, semoga semuanya semakin membaik, dan kamu bisa terus bahagia, Kak" ucap Aruna.
Johan mengangguk, melihat senyuman Aruna yang begitu tulus dan tatapan mata yang selalu menunjukan penuh luka. Ada sebuah debaran menyakitkan dalam dadanya.
Setelah mengucapkan doa dalam hatinya, Johan langsung meniup lilin di atas kue ulang tahun itu. Aruna tersenyum melihat Johan yang akhirnya meniup lilin di atas kue yang dia buat kemarin dengan susah payah.
"Ayo potong kuenya, aku sudah penasaran dengan rasanya. Kau tahu jika aku suka kue coklat?"
Aruna tersenyum, dia mengambil pisau kue dan mulai memotong kue ulang tahun itu. Memindahkannya ke atas piring kecil yang tersedia. Lalu, memberikan pada Johan.
"Cobalah, tapi kalau tidak enak, jangan di makan. Aku baru pertama kali buat kue. Ini juga lihat resep dari internet"
Johan tersenyum tipis, dia mengambil sendok kue di atas piring kecil yang berada di tangan Aruna. Mengambil satu sendok kecil kue dan memakannya. Rasa manis dan sedikit pahit dari coklat terasa sangat pas di dalam mulut. Ini enak, sungguh Johan merasa ini enak.
"Bagaimana?" tanya Aruna dengan sedikit cemas. Dia takut kue ini tidak enak. "Apa bisa di makan? Aku takut bahkan kue ini tidak bisa di makan"
Johan tersenyum, sungguh sebuah senyuman yang selalu ingin Aruna lihat. Hanya ingin melihat pria yang dia cintai, tersenyum tulus dan bahagia seperti itu. Sudah cukup bagi Aruna yang tidak mempunyai banyak waktu untuk bisa bersamanya.
"Ini enak, dan tentu bisa di makan. Kau cobalah"
Aruna terdiam saat melihat Johan yang menyodorkan satu sendok kue itu ke arahnya. Dia menyuapinya? Apa ini hanya sebuah mimpi? Atau mungkin hanya sebuah apresiasi dari Johan karena dia sudah membuatkan kue ulang tahun untuknya. Atau hanya sebatas rasa bersalah atas kejadian semalam, dan Johan membiarkan Aruna menunggunya?
Entahlah, tapi yang jelas hati Aruna berdebar senang. Seolah mendapatkan sedikit saja dari perhatian Johan padanya. Meski dia tidak tahu bagaimana isi hatinya sekarang.
"Enak 'kan?" ucap Johan saat Aruna sudah menerima suapan darinya. Dan Aruna hanya mengangguk saja.
Hatiku benar-benar tidak aman. Aruna hanya mampu berteriak dalam hati. Bahkan dirinya saja tidak pernah membayangkan jika hal ini akan terjadi. Johan menyuapinya? Apa ini sekadar mimpi?
"Ayo kita makan lagi, sampai kue ini habis" ucap Johan.
Aruna tertawa pelan, meski tidak terlalu besar, tapi kue itu jelas tidak akan mungkin bisa mereka habiskan berdua saja.
"Kita bagi Evi dan Mia ya" ucap Aruna.
Johan menatapnya dengan tersenyum tipis, lalu dia mengangguk. Melihat Aruna yang memotong kue dengan ukuran sama, lalu memindahkan ke dalam piring. Dan membawanya ke arah belakang.
"Sial, kenapa aku merasa bersalah karena semalam tidak pulang dan membuatnya menunggu. Biarlah hanya rasa bersalah"
Johan menatap punggung Aruna yang pergi ke arah dapur. Namun, ada perasaan yang belum bisa Johan jelaskan, yang jelas dia merasa tidak nyaman dengan perasaan ini. Seolah memang dia sendiri tidak mengerti perasaannya ini. Suara dering ponsel membuat Johan menatapnya, itu telepon dari Jesika. Segera dia menerima telepon itu.
"Hallo Honey, kamu dimana? Aku kangen. Bukannya janji ingin membawaku ke Kantor kamu hari ini, mumpung libur. Jadi aku bisa belajar sama kamu, kan tahu aku juga akan mengurus Perusahaan Ayah aku"
Johan terdiam, dia lupa akan hal itu. Janji yang dia buat karena Jesika yang terus memaksa ingin ke Perusahaannya dan ingin belajar tentang mengelola Perusahaan.
"Baiklah, sebentar lagi aku pergi. Ketemu disana saja"
"Oke Honey"
Bersambung
Aku kasih satu bab lagi. Bonus bonus. Jangan lupa Like komen di setiap chapter ya.. Oh ya, pada pengen banget Aruna pergi. Sabar ya.. Haha..
Semoga perjuangan mu selama 3 bulan berbuah manizzz
selamat ya Jo.... selamat menuai, yg slama ini kau tanam