9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Kesedihan dan duka masih begitu terasa di pemakaman Nasila, putri sulung Tuan Ardan Nugroho. Suara tangis terdengar begitu memilukan dari semua orang. Baik dari keluarga Nugroho sendiri maupun dari keluarga besan mereka, Askara.
Sean, laki-laki yang merupakan menantu keluarga Nugroho terlihat sangat terpukul. Ia memeluk nisan sang istri dengan mengaung hebat. Tak lagi ia pedulikan air hujan yang kini tengah membasahi tubuhnya. Seakan, hujan 'pun turut menangis atas meninggalnya sang istri tercinta.
"Kenapa kau pergi dengan cepat Sayang, kau sudah berjanji padaku untuk bersama-sama mengurus Naina, tapi kenapa kau meninggalkanku sendiri," ucap Sean.
Zonya yang sudah berada di dalam mobil bersama keluarganya memilih kembali keluar dengan payung untuk menemui Sean, Kakak Iparnya. Ia berdiri memayungi Sean dari belakang tubuh laki-laki itu.
"Mas, Kak Nasila pasti sudah tenang di sana. Mas juga harus tenang melepas kepergiannya," ucap Zonya.
"Tidak, aku tidak akan bisa hidup tenang tanpa istriku. Kau tidak tahu apa-apa Zoe, istriku adalah segalanya bagiku."
"Tapi tangisan Mas tidak akan bisa membuat Kak Sila hidup kembali. Sebaliknya, ia pasti merasa sedih karena melihat Mas yang begitu terpuruk. Apalagi, ada Naina yang harus Mas urus, Mas harus memikirkan putri Mas."
Sean berdiri dengan menatap gundukan tanah merah yang kini menjadi tempat peristirahatan terakhir sang istri. Ia menghapus jejak air matanya, lalu berbalik dan mengambil payung yang sedari tadi Zoe gunakan untuk memayunginya, ia melempar payung itu sembarangan. Lalu berlari menuju mobilnya untuk pulang.
Beberapa saat Sean habiskan dalam perjalanan hingga akhirnya ia telah tiba di kediamannya. Ia langsung berjalan masuk, tanpa mempedulikan tubuhnya yang basah dan membuat lantai rumah ikut menjadi kotor. Ia langsung berlari menaiki tangga menuju kamarnya dan sang istri. Begitu tiba di sana, bayang-bayang kehangatan rumah tangga mereka menjadi sambutan pertama bagi Sean. Segala tindakan romantis, canda dan tawa semua melintas bagai sebuah kaset yang diputar.
"Sayang... Bagaimana aku harus menjalani hari-hariku tanpamu," tubuh Sean merosot tanpa bisa ia cegah.
Untuk kali ini saja, biarkan ia berlarut dalam kesedihannya. Biarkan ia menumpahkan segalanya agar dadanya terasa lega. Karena bagaimanapun, kepergian istri yang sangat ia cintai membuat jiwanya terpukul hebat.
...****************...
Zonya tengah duduk di ruang keluarga bersama kedua orang tuanya, Sean dan kedua orang tua dari Sean. Untuk beberapa saat, keheningan menyapa ruangan itu, sebab tidak ada satupun yang membuka pembicaraan. Hingga akhirnya, suara deheman dari Ayah Ardan membuat mereka menatap pada laki-laki paruh baya itu.
"Ayah dan Bunda sudah menyepakati hal ini bersama Tuan Boris dan Nyonya Sinta. Bahwa demi kebahagiaan Naina, maka kami memutuskan untuk menikahkan kalian berdua, Zonya dan Sean."
Deg!
Bagai sebuah petir yang menyambar di siang hari, itulah gambaran keterkejutan Zonya atas ucapan sang Ayah. Tidak jauh berbeda dengan Zonya, Sean 'pun ikut merasa terkejut mendengar penuturan dari mertuanya.
"Apa yang kalian bicarakan, makam istriku bahkan belum kering dan kalian memintaku untuk menikah lagi dengan adik dari istriku sendiri. Lelucon macam apa ini?" ucap Sean.
"Iya Ayah, lagipula Zoe tidak mungkin menikah dengan Mas Sean, kami ini saudara ipar," timpal Zonya.
"Kalian boleh menikah," Ayah Ardan menatap putri dan menantunya bergantian, "Ini demi Naina."
"Tapi Mas Sean bisa menikah dengan wanita lain Ayah, tidak harus dengan Zoe."
"Tidak!" kali ini Nyonya Sinta yang bersuara, "Kami tidak ingin cucu kami diasuh oleh orang asing, dan jalan satu-satunya untuk menghindari itu semua adalah menikahkan kalian berdua."
"Tapi Tante—"
"Zoe... Ayah dan Bunda juga sudah memikirkan semua ini dan membicarakannya bersama kedua orang tua Sean. Bagaiamanapun, Naina adalah cucu kami, dia juga keponakanmu. Bagaimana kalau nanti istri baru Sean tidak bisa menerima kehadiran Naina. Bagaimana kalau dia malah berbuat jahat dan mencelakai Naina. Bunda tidak bisa membayangkan semua itu Nak," ucap Bunda Gita.
"Tapi Bun, solusinya tidak harus menikahkan kami," ucap Zonya.
"Harus Sayang."
Sean yang sejak tadi mendengar pembicaraan para orang tuanya memilih berdiri dari duduknya dengan wajah datar, "Tidak akan ada pernikahan antara aku dengan siapapun, sampai kapanpun. Karena aku tidak akan pernah menyetujuinya!" ucapnya dan langsung melangkah keluar tanpa permisi.
"Sean!" seru Tuan Boris, "Kalau kau tidak mau menikah dengan Zonya, maka kau harus menikah dengan Anggi."
Sean menghentikan langkahnya. Dua nama wanita yang barusaja ayahnya katakan adalah nama dari dua adik iparnya. Zonya dan Anggi adalah adik dari Nasila. Apakah memang jalannya harus seperti ini, ia akan kembali menikah dengan anak perempuan keluarga Nugroho demi putrinya. Tapi bagaimana mungkin.
"Tidak ada pilihan lain Sean," ucap Tuan Boris lagi.
Sean kembali memantapkan langkah dan pergi meninggalkan kediaman Nugroho. Setelah kepergian Sean, Zonya juga ikut beranjak dan pergi menuju kamarnya. Meninggalkan orang tuanya dan orang tua Sean di ruang keluarga yang kini saling pandang dan menghela napas bersamaan.
*
Di kamar, Zonya memandang lurus dengan tatapan sendu. Sungguh, pilihan ini tidak ada dalam daftar pernikahan impiannya. Pernikahan yang semula ia cita-citakan, kini ia hapus dari daftar keinginannya. Sebab, permintaan konyol kedua orang tuanya membuatnya tidak lagi berpikiran untuk menuliskan apa saja yang ia inginkan dalam pernikahannya. Seketika itu juga, pikiran Zonya berkelana pada percakapannya dengan sang Kakak tiga bulan yang lalu.
"Zoe... diantara kau dan Anggi, Kakak jauh lebih mempercayaimu untuk merawat anak Kakak nantinya," ucap Nasila, sesaat sebelum ia memasuki ruang operasi.
"Kakak ini bicara apa? Semuanya akan baik-baik saja, aku pastikan itu. Aku juga sudah meminta Dokter Surya untuk bekerja dengan baik. Perlu Kakak tahu, Dokter Surya adalah dokter terbaik di rumah sakit kita dan dia pasti akan memastikan keselamatan Kakak."
Nasila terkekeh mendengar penuturan Zonya, "Dengar, kau 'pun tahu bahwa seorang Dokter itu tidak memiliki kuasa penuh atas nyawa seseorang, begitupun dengan Dokter Surya. Dia mungkin bisa menjalankan tugasnya dengan baik, tapi dia tidak bisa menentukan hidup dan mati seseorang."
"Tapi Kak—" ucapan Zonya terpotong saat ia melihat perawat yang mendekat.
"Maaf Dok, Dokter Surya meminta agar pasien segera dibawa masuk ke ruang operasi," ucap perawat tersebut pada Zonya.
"Baiklah, silahkan Sus." Zonya kembali menatap Kakaknya yang berbaring di brankar, "Kak, berjanjilah padaku untuk tetap bertahan." bisik Zonya yang hanya dibalas senyum kecil oleh Kakaknya.
Zonya kembali tersadar dari lamunannya tentang kejadian tiga bulan yang lalu. Ya, setelah operasi, Kakaknya memang baik-baik saja. Namun setelah tiga bulan pasca operasi, Kakaknya merasakan kesakitan luar biasa di perutnya yang membuatnya dilarikan ke rumah sakit dan dinyatakan meninggal dunia.