Rumah tangga yang telah aku bangun selama dua tahun dengan penuh perjuangan, mulai dari restu dan segala aspek lainnya dan pada akhirnya runtuh dalam sekejap mata. Aku yang salah atau mungkin dia yang terlalu labil dalam menyelesaikan prahara ini? berjuang kembali? bagaimana mungkin hubungan yang telah putus terbina ulang dalam penuh kasih. Berpaling? aku tidak mampu, segalanya telah habis di dia. Lalu aku harus bagaimana? menerima yang datang dengan penuh ketulusan atau kembali dalam rasa yang setengah mati ini? aku hancur dalam cintanya, segala hal tentang dia membuat aku hancur berantakan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lissaju Liantie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab_017 Teman Lama
Mata Deria segera menoleh kearah suara yang memanggil namanya, ia langsung melangkah mundur dengan membawa serta Hanin bersamanya saat mendapati bahwa orang yang tadi memanggil namanya adalah Roni, teman sekelasnya ketika SMA lalu berubah menjadi musuh saat ia mencoba membuat Calvin dan Anand bertengkar hebat karena hasutannya dan sejak kejadian itu Roni menjadi musuh mereka berenam.
"Apa kamu masih marah pada ku?" Tanya Roni yang perlahan bangun lalu menatap dalam sosok Deria yang terlihat jelas begitu menjaga jarak dari dirinya.
"Hanin, kembalilah ke ruang kerja mu, aku akan segera menyusul." Pinta Deria.
"Tapi, apa kak Ria mengenalnya?" Tanya Hanin penasaran.
"Hmmm, kami teman lama." Jawab Deria.
"Baiklah, aku duluan." Ujar Hanin dan lekas kembali ke ruangannya.
"Kalian semua bubar lah, kembali ke pekerjaan kalian masing-masing." Pinta Deria.
"Tapi dok, dia terlihat seperti mafia..." Bisik Nita.
"Apa bisa kita bicara sekarang?" Tanya Roni yang sejak tadi terus diabaikan oleh Deria.
"Dia teman lama ku, kembalilah bekerja." Pinta Deria yang langsung mendapat anggukan dari Nita lalu bergegas kembali bekerja.
"Apa yang kamu lakukan pada Anand?" Tanya Deria serius.
"Apa kamu tidak melihat keadaan aku? Wajah ku lebam dan lutut ku terluka, lalu apa kamu masih berfikir kalau aku yang mengalahkan Anand?" Jelas Roni dengan suara tegas.
"Kenapa mendatanginya?"
"Karena dia bisa menyelamatkan Gio, jika harus bersimpuh di kakinya akan aku lakukan asalkan dia mau menyelamatkan Gio." Jelas Roni.
"Apa kamu sudah melupakan semuanya?"
"Lupa? Bagaimana aku bisa lupa pada kejadian itu. Cepat lambat semuanya akan terungkap dan kamu akan sadar bahwa bukan aku yang berbohong!"
"Kamu masih saja sama seperti dulu, bahkan tujuh tahun tidak membuat mu berubah sama sekali, kamu masih Roni yang dulu." Tegas Deria.
"Lalu apa bedanya dengan kamu dan Anand? Kalian juga masih sama seperti dulu, tidak ada yang berubah sama sekali."
"Terserah apa kata mu, aku tidak ingin ikut terlibat lagi dalam pertengkaran hebat seperti waktu itu, jika kamu ada masalah sama Anand, maka carilah dia." Tegas Deria lalu pergi dari sana.
"Ria..." Teriakan Roni yang memanggil kembali nama Deria membuat langkah kaki sang pemilik nama kembali terhenti.
Kaki Roni segera berlari menghampiri Deria lalu di menit berikutnya tangan Roni menyentuh kasar bahu kiri Deria.
"Setelah ini kamu yang akan bersimpuh dan menangis dihadapan ku!" Tegas Roni.
"Ada apa ini?" Tanya Sean.
Kedatangan Sean membuat Roni menjauh dari Deria, Sean datang setelah menerima aduan dari Hanin lalu segera meluncur ke IGD dan mendapati Roni yang sedang berlaku kasar terhadap dokter Deria.
"Aku akan ke ruang operasi. Ria, camkan ucapan ku tadi baik-baik!" Tegas Roni dengan tatapan sangar dan segera melangkah menuju ruang tunggu operasi.
"Dokter Ria baik-baik saja?" Tanya Sean lalu mendekat pada Deria.
"Hmmmm, apa Hanin yang meminta pak Sean datang kemari?" Tanya Deria.
"Hmmm, dia khawatir karena katanya laki-laki tadi sama sekali tidak terlihat seperti teman lama mu, lebih cocok disebut musuh lama." Jelas Sean.
"Hmmm, matanya memang selalu jeli. Tapi aku baik-baik saja." Ujar Deria.
"Kembalilah ke ruangan mu, aku akan menyusulnya." Jelas Sean.
"Baiklah dan terima kasih." Ucap Deria lalu melangkah menyusul Roni.
~~
"Buuuuuk!" Tubuh Roni kembali terjatuh keatas lantai tepatnya di depan ruang operasi.
Anand yang baru keluar dari ruangan operasi langsung disambut dengan tinju dari Roni yang menghantam kasar bagian perut kanannya dan hal tersebutlah yang membuat kaki kiri Anand mendarat tepat pada dada Roni hingga membuat Roni tersungkur ke lantai.
"Kenapa kamu keluar sebelum operasi selesai? Dimana Goi?" Teriak Roni sambil mencoba untuk kembali bangun dan berdiri tegap.
"Ahhhhh, siaaaal, haissssh!" Teriak Anand kesal disertai dengan suara meringis kesakitan.
"Apa kamu sengaja mengabaikan keadaan Gio? Anand, mana bisa dokter melakukan semua itu pada pasiennya? Apa kamu ini bukan manusia? Apa masih mau balas dendam?"
"Siaaaal! Iya, aku bukan manusia! Puas?" Gumam Anand yang semakin kesal.
"Bajingan!" Cela Roni lalu kembali menonjok pipi kiri Anand.
"Haissssh!" Teriak Anand frustasi lalu berakhir dengan kembali melayangkan tinjunya kearah Roni.
Namun tinju Anand terhenti sebelum mendarat diwajah lawan, suara lantang Sean membuat Anand menghentikan aksinya.
"Kalian berada di depan ruang operasi!" Gunam Sean kesal.
"Jika masih ingin lanjut berkelahi silahkan keluar dari rumah sakit aku! Disini yang diprioritaskan adalah keadaan dan kenyamanan pasien, kalian berdua keluarlah dari sini!" Lanjut Sean dengan terus perlahan melangkah mendekati Roni dan Anand yang masih saling menatap dalam tatapan yang begitu mematikan.
Sebelum langkah Sean sejajar dengan posisi Roni dan Anand, lampu ruangan operasi berubah menjadi merah, pertanda operasi selesai dan kurang dari semenit kemudian pasien pun keluar bersama dengan dua orang perawat dan satu dokter yang berada di sisi kanan dan kiri brankar, pasien langsung dibawa ke ruang rawat. Dariel muncul paling akhir dengan seragam ruang operasi yang masih lengkap di tubuhnya, tangan Dariel melepaskan masker yang menutupi wajahnya.
"Bagaimana keadaan adik saya dok?" Tanya Roni.
"Aku sudah mengeluarkan dua peluru dari lututnya, tapi dia harus menjalani operasi yang kedua karena banyak terjadi kerusakan pada tulang lututnya." Jelas Dariel.
"Apa dia akan baik-baik saja?" Tanya Roni yang masih begitu mengkhawatirkan keadaan sang adik semata wayang.
"Sejauh ini dia bertahan dengan sangat baik." Jelas Dariel.
"Dia masih akan bisa berjalan kan, dok?" Tanya Roni memastikan.
"Untuk operasi selanjutnya akan ditangani oleh dokter Anand, maka bicaralah dengannya. Kalau begitu aku permisi, aku harus ikut ke ruang rawat inap untuk memastikan keadaan pasien." Jelas Dariel lalu pergi dari sana.
"Apa kalian masih akan melanjutkan pertandingan tinju disini?" Tanya Sean saat mendapati Roni dan Anand yang sama-sama diam membisu.
"Huuuuf! Lakukan sesuka hati kalian tapi jangan di dalam rumah sakit aku!" Tegas Sean lalu mengikuti langkah Dariel.
"Anand, kejadian itu adalah salah paham terbesar diantara kita berdua." Jelas Roni.
"Sekarang aku adalah dokter adik mu, jadi yang akan kita bicarakan hanya tentang kondisi adik mu. Gio pasien ku dan kamu walinya, hanya itu hubungan diantara kita. Ayo ke ruangan ku!" Jelas Anand dan melangkah meninggalkan area operasi tersebut.
Sejenak terdiam, Roni pun terlihat kebingungan namun pada akhirnya ia tetap memutuskan untuk ikut bersama Anand.
~~
"Siaaaal! Lagi-lagi aku jadi boneka dia, ciiiih?" Gumam Dariel kesal.
Dariel terus melangkah tanpa memperhatikan arah langkahnya, ia sibuk bergumam dengan pikirannya sendiri, dia begitu kesal dengan dirinya sendiri yang selalu berakhir dengan mengiyakan perintah dari Anand. Langkah Dariel terhenti saat tanpa sengaja ia malah menabrak seseorang yang sedang berjalan berdampingan dihadapannya. Salah seorang diantara sepuluh orang yang berjalan beriringan tersebut terjatuh karena ulah Dariel.
"Dokter Dariel..." Ujar Sean yang kembali menyadarkan Dariel.
"Aaahhh, maaf!" Pinta Dariel yang kembali tersadar dari lamunannya, ia bahkan segera membantu korban tabrakannya untuk berdiri.
~~