Kisah cinta diantara para sahabat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunshine_1908, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Paviliun VIP
"Cya!!" pekik mereka bersamaan.
Tanpa menunggu aba-aba, Jaryan langsung maju dan memeluk tubuh Nicya dengan erat. Darah segar mengucur dari kepalanya. Ia sudah tak sadarkan diri. Jaryan berusaha menepuk pipinya beberapa kali, namun tak ada jawaban.
"Berani maju lo semua, mati lo sama gue!" Keenam anggota Dreamers lainnya maju hendak ikut menolong, terkhusus Ranendra. Karena Nicya jatuh tepat di hadapannya.
Ia begitu shock melihat kejadian tersebut, hingga ia masih mematung dan memaksa Jery untuk maju lebih dulu.
Jaryan pun mengangkat tubuh Nicya dan membawanya masuk ke dalam mobilnya yang terparkir tak jauh dari sana. Diikuti oleh Juan, yang menjadi satu-satunya orang yang bisa mengendalikan emosi Jaryan terutama disaat genting seperti ini.
Sementara yang lain masih butuh waktu untuk mengembalikan kesadaran mereka, terutama Ranendra. Karena Nicya terluka akibat menolongnya. Sudah pasti ia takkan baik-baik saja bukan?
Tubuhnya menggigil parah, ia nyaris saja pingsan jika Marvin tak menyadarkannya dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya dengan sangat keras. Ia masih sadar namun seluruh tenaganya seolah lenyap, hilang tak bersisa.
"Ren, kebiasaan deh. Lo dokter psikologi, kendalikan diri lo?" bentak Marvin berusaha menyadarkannya.
"Di...di...di..a luka karena gu...gu...gue..." ujarnya gemetar.
"Karena kita, bukan karena lo." ketus Jishan, yang langsung melenggang pergi menggunakan motornya untuk menyusul Jery dan juga Cya.
Sesampainya di rumah sakit pusat AT Medical, Jery meminta perlakuan khusus. Akses ruangan VIP yang tidak bisa dimasuki oleh sembarangan orang. Serta penanganan dari Dokter VIP terbaik.
"Saya putra keluarga Edgarda, dan ini istri saya Nona muda Hazel Quincy. Tolong rahasiakan identitas kami, dan berikan penanganan terbaik untuk istri saya." Tim Medis darurat UGD langsung memberikan tanda darurat pada identitas Nicya dan membawanya masuk ke Kamar VIP utama.
"Meski dalam keadaan darurat, namun untuk akses VIP di AT Medical akan tetap ditangani di ruangan khusus dan juga rahasia. Mereka mendorong bangkar, berisi tubuh Nicya ke dalam lift khusus yang menghubungkan rumah sakit dengan area Paviliun belakang.
"Apa yang terjadi Jer?" Ciara yang menjadi dokter khusus di bangsal VIP, langsung mengenali Jaryan dan menghampirinya.
"Dia terkena pukulan di bagian kepala belakang. Lebih tepatnya kena tonjok, lalu jatuh dan kepalanya membentur trotoar. Gue udah coba tahan pendarahannya, tapi sepertinya tidak banyak membantu, karena lukanya di area kepala." untungnya Jery masih bisa bersikap tenang. Ia mencoba menjelaskan segalanya kepada Ciara untuk membantu Ciara dalam melakukan tindakan.
"Lo gak nyetir sendiri kesini kan?" Ciara masih menampakkan kekhawatirannya dengan tangan serta matanya yang masih begitu fokus untuk mengurus Ciara.
"Juan yang nyetir, gue cuma bisa fokus ke Hazel sekarang Kak."
"Tekanan darahnya melemah, pupilnya juga gak merespon cahaya." Ciara mengamati monitor tepat setelah perawat memasangkan alat monitor jantung kepadanya. Ia juga memeriksa reaksi pupil, serta responnya terhadap rasa sakit, namun nihil.
"Suster, bantu saya untuk mengambil beberapa kantung darah dengan golongan darah A. Lalu bantu saya untuk menyiapkan CT Scan." instruksinya kepada para perawat.
"Lo boleh tunggu di luar dulu, nanti gue akan update perkembangannya. Gue takut ada pendarahan dalam di kepalanya. Sepertinya benturannya cukup keras, dia benar-benar gak sadar sekarang." jelas Ciara yang nampak tak kalah cemas.
"Lo percaya sama gue. Gue akan selamatkan dia." Jery mengangguk paham, lalu beralih ke arah ruang tunggu untuk menanti bersama Juan.
"Gimana?" Juan menghampirinya dengan raut wajah yang tak kalah serius.
"Gue belum tau Ju, Kak Ciara lagi periksa dia sekarang."
"Kak Ciara tahu hubungan kalian?" Jery mengangguk.
"Lu tahu gue sering berantem, dan gak jarang gue sampai hampir mati." Juan menyimak cerita Jery dengan raut wajah yang dibuat begitu serius.
"Kak Ciara yang selama ini bantu gue. Di ruangan private ini, kita sharing cukup banyak hal Ju."
"Termasuk hubungan kalian?" Jaryan mengangguk.
"Gue percaya Hazel gak akan kenapa-kenapa." optimis Jaryan. Ia sengaja tak membahas kemungkinan terburuknya bersama Juan.
Bagi Jery yang sudah berkali-kali lolos dari maut. Membicarakan soal kemungkinan terburuk, apalagi soal kematian adalah hal yang tidak akan pernah dilakukannya.
Ia akan selalu berbaik sangka kepada sang pencipta sambil terus mendoakan yang terbaik bagi keadaan Nicya.
"Jer, gue butuh persetujuan lo untuk operasi. Ada paku berkarat yang menancap di kepalanya. dan itu melukai pembuluh darah......
...----------------...
Sementara itu, di klinik praktek Narendra, ia makin nampak histeris hingga Marvin, Caelen, dan Khaizan nampak begitu kebingungan.
"Please guys, ini bukan waktunya. Kita harus susul Nicya." ujar Khaizan geram.
"Ini...Ini...ini..." Ren tak bisa menyelesaikan kalimatnya dan terus menangis histeris ketika ia menatap jejak benturan dari Nicya.
Khaizan awalnya berniat pergi. Mengurusi traumatik Ren terhadap darah di saat seperti ini bukanlah hal yang tepat baginya. Ia ingin pergi, namum begitu ia fokus terhadap arah pandangan Narendra. Ia menemukan sesuatu.
"Itu ranjau Ren? Itu paku karatan?" ia nampak begitu terkejut, hingga ikut memancing perhatian Marvin juga Caelen yang masih nampak kebingungan mengatasi Narendra.
"Iya, itu maksud gue. Dengan jejak darah sepanjang itu, bisa jadi melukai pembuluh darahnya. Cya gak baik-baik saja." penjelasan Ranendra terdengar begitu lancar kali ini. Ia hanya butuh pencetus, ia bisa menyelesaikan kalimatnya begitu dipancing oleh Khaizan.
"Yaudah tunggu apa lagi? Stop sekarang Ren, kita harus ke rumah sakit sekarang."
Khaizan meraih kunci mobilnya, dan memboyong ketiga sahabatnya untuk masuk. Ia memilih untuk menyetir mobil itu sendiri. Meskipun ia masih berada dalam keadaan panik, namun ia masih yang paling waras di banding ketiga temannya untuk bisa mengemudi.
"Telfon Jishan sekarang, cari tahu dimana rumah sakitnya." titah Khaizan kepada Marvin yang duduk di kursi penumpang samping pengemudi.
"Halo Ji," Marvin menurut, dan langsung menekan tombol dial di ponselnya.
"Dia ada di rumah sakit lo Zan, tapi Jishan gak bisa menemukan Nicya di rawat di ruangan mana." ujar Marvin membuat suasana semakin menegang.
"Gue tau.."
...----------------...
Di Rumah Sakit AT Medical, Jishan nampak bersitegang dengan pihak administrasi untuk bisa mencari keberadaan Nicya.
"Tidak ada pasien bernama Nicya disini Mas." kekeuh sang perawat yang berdiri di area front office.
"Tolong dicek lagi Mbak. Dia baru datang beberapa menit lalu, karena kecelakaan."
"Saya sudah mengecek nya berulang kali Mas, tidak ada pasien bernama Nicya. Untuk operasional Ambulance kami hari ini juga tidak ada pasien perempuan."
"Aishhh..., Halo!" Jishan mengangkat telfonnya, ketika muncul nama Marvin tertera disana.
"Dia di AT Medical, tapi gue gak bisa nemuin dia." ujarnya panik.
"Gue tau, ada akses rahasia untuk VIP di bangsal paviliun rumah sakit." jelas Khaizan.
Khaizan terdengar memacu kendaraannya menuju rumah sakit milik keluarganya. Jishan paham dan memilih untuk menunggu di pintu masuk parkiran rumah sakit untuk menunggu kedatangan teman-temannya.