Mendapatkan ancaman tentang aib keluarga yang akan terkuak membuat Leon terpaksa menerima untuk menikah dengan Moira. Gadis bisu yang selama ini selalu disembunyikan oleh keluarga besarnya.
Menurut Leon alasannya menikahi Moira karna sangat mudah untuk ia kendalikan. Tanpa tahu sebenarnya karena sering bersama membuat Leon sedikit tertarik dengan Moira.
Lalu, bagaimana dengan kelanjutan kisah mereka? Apakah Moira yang bisu bisa memenangkan hati Leon?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35
Didalam mobil Moira terus memikirkan harus apa sekarang, malah Leon tetap kekeh ingin mengantarkan dirinya. Padahal murni Moira ingin bertemu dengan Theo yang terus mengirim pesan menanyakan keberadaannya. Sementara Moira sedari tadi terus mengalihkan Leon ke sembarangan jalan. Mungkin Leon sudah curiga sekarang karena Moira selalu mengelak setiap kalo ditanya mau kemana sebenarnya.
"Sebenarnya tempat apa yang mau kau datangi ini?" Tanya Leon disaat mobil berhenti di lampu merah. Sudah lebih dari dua kali terus memutari jalan tapi Moira tidak kunjung menemukan alamat yang sebenarnya. "Apa kau sedang mempermainkan aku?"
Dengan cepat Moira menjawab menggelengkan kepala, ia bingung harus mengatakan apa. Apa lagi Leon menatapnya penuh menyelidik, Moira semakin panas dingin.
"Ayo Moira, pikirkan sesuatu! Cepat!" Moira terus berpikir ide berlian yang sangat bisa membantunya sekarang.
Mobil mulai melaju karena lampu rambu-rambu sudah menunjukkan hijau. Leon masih menunggu Moira memberikan alamat yang sebenarnya, lebih tepatnya Leon sekarang lagi menahan rasa amarahnya.
"Moira, cukup aku_" Omongan Leon terhenti karena Moira menunjukkan alamat Restoran.
"Kau yakin tempat itu?" Tanya Leon memastikan, Moira mengangguk mantap. Leon menambah kecepatannya karna waktu juga sudah mulai malam. Takutnya Kalvin sudah lelah menunggu disana Leon hanya tidak mau Moira kena marah nantinya.
Tidak berapa lama mobil Leon berhenti didepan parkiran Restoran mewah. Kedua mata tajam Leon menatap serius Restoran tersebut, cukup terbuka tidak memungkinkan jika Kalvin mengajak Moira makan di tempat yang ramai seperti ini.
"Terimakasih, aku usahakan akan pulang cepat nanti." Moira menuliskan di ponselnya, Leon menatap datar saja setelah membaca. Masih merasa aneh dengan Moira kali ini, karena wanita itu masih terlihat gugup padahal hanya bertemu dengan Kalvin saja.
Disaat Moira mulai membuka pintu mobil ingin sekali rasanya Leon menghentikan Moira. Mengatakan tidak usah pergi, bagaimana kalau Kalvin hanya mau memarahi saja nanti.
"Bagaimana kalau aku menemani kau bertemu dengan Kalvin?" Tanya Leon lebih tepatnya menawarkan diri.
Tangan Moira yang ingin menutup pintu mobil menjadi terhenti, ia sedikit merasa jika Leon khawatir padanya. "Begini, aku akan melindungimu jika sempat Kalvin melakukan tindakan yang_" Leon tidak melanjutkan ucapannya, ia lebih menahan semuanya karena merasa semua sikap itu berlebihan.
Moira tersendiri tipis sembari mengetikkan sesuatu diponselnya. "Tidak apa, aku bisa menghadapi semuanya sendiri. Kau pulang saja, jangan pikirkan aku." Langsung Moira menutup pintu mobil setelah merasa jika Leon sudah membaca semuanya.
Sebelum melanjutkan langkahnya Moira menarik napas dalam-dalam, mulai tersenyum manis. Moira tidak sabar bertemu dengan Theo, ia penasaran hal apa yang ingin dikatakan pria itu sebenarnya.
"Apa seperti ini yang dinamakan dinner?" Moira tersipu sendiri sepanjang langkahnya tidak memikirkan Leon sedikitpun.
Sementara Leon masih menatap kepergian Moira dari jendela mobil, hati Leon masih belum tenang melepaskan Moira begitu saja. Mengingat perlakuan buruk yang mungkin saja Moira dapatkan dari Kalvin. Selama ini tidak pernah Leon mengkhawatirkan orang sedalam ini, Moira telah mengacaukan rasa tenangnya.
"Astaga, aku tidak bisa terus membiarkan dia sendiri menghadapi Kalvin." Leon ingin turun dari mobil tapi niatnya terhenti karena melihat dari kaca restoran sosok orang yang sangat tidak asing dimatanya.
Yaitu Theo, Leon melihat Theo duduk santai seperti menunggu seseorang. Duduk di bangku yang terlihat sudah dirias sangat romantis, sangat berbeda dengan bangku-bangku yang lain.
"Apa dia mau melamar wanita?" Leon merasa bodoamat dengan semua itu, yang terpenting tidak Moira yang dilamar oleh pria sok kaganjenan itu.
Tapi semua rasa bodoamat yang sempat ada dipikiran Leon menghilang. Tergantikan dengan keterkejutan disaat melihat Moira yang duduk di depan Theo. Keduanya saling tersenyum satu sama lain bahkan Theo menyambut Moira selayaknya kekasih. Tanpa sadar kedua tangan Leon saling mengepal erat, ia merasa ditipu habis-habisan oleh Moira.
"Ck, bertemu Kalvin katanya... Kau membohongi aku hanya karna pria tidak berguna itu?" Leon kesal sekali, ia tidak bisa membiarkan Moira tetap disana.
"Bagaimana bisa dia bertemu dengan Theo malah seakan dinner lagi? Apa mereka sudah sangat dekat sekarang? apa mungkin jika mereka sudah menjalin hubungan?" Banyak pertanyaan yang memutari Leon, tapi terlalu memalukan memberontak pada wanita itu.
Mengingat pernikahan mereka hanyalah rahasia, tidak akan bisa dipamerkan dipublik mengingat apa kedudukan Leon sekarang. Sikap Leon yang tiba-tiba saja membawa Moira kembali malah menjadi rasa curiga semua orang.
"Ah! Aku akan beri pelajaran tidak terlupakan padamu, Moira! Beraninya kau menipu aku?!" Leon memukul stir mobil, dan terus ia lakukan berulang-ulang kali sampai rasa emosi dihati mereda.
Merasa akan semakin terbakar melihat kemesraan Moira dengan Theo didalam Restoran tersebut maka Leon langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tidak ada yang Leon pikirkan sekarang kecuali segera memberi pelajaran pada Moira.
"Menyebalkan! Bagaimana bisa dia mengkhianati aku secepat ini?"
"Senyuman itu, mengapa Moira bisa tersenyum selebar itu pada Theo? Kenapa kalau denganku seakan tertekan?"
"Apa kurangnya aku?!" Leon semakin melaju kecepatannya, ia tidak mau mengingat semua pengkhianatan Moira ini.
Disisi lain Moira tengah menikmati makanannya bersama dengan Theo, sesekali Moira melihat kearah Theo yang terus tersenyum padanya. Wajah pria itu tidak teralihkan sedikitpun, terus memperhatikan Moira dengan senyuman manisnya.
"Moira, kau sangat cantik. Teruslah tersenyum seperti ini, karna kau semakin cantik jika ceria." Theo mengatakan pujiannya melalui bahasa isyarat.
Sampai pipi Moira tersipu malu, Theo selalu saja berhasil membuatnya terpukau dengan segala omongan manisnya. "Kau selalu saja pandai berkata manis padaku, apakah ini ciri-ciri seorang buaya?"
Theo tertawa karena apa yang Moira katakan, ia mulai membalas Moira dengan gerakan tangannya. "Kau mengatai aku buaya? Kenapa kejam sekali?"
Moira menundukkan wajahnya karena menyembunyikan senyuman manisnya. "Karena kau selalu mengatakan aku cantik, berhenti mengatakan itu, Theo. Aku tidak mau ada perasaan_"
Tangan Theo meraih tangan Moira, ia genggam sangat erat. "Perasaan cinta? Aku berharap segera ada perasaan itu dihatimu, Moira. Karena perasaan cinta sudah lama berlabuh di hatiku, semenjak kita pertama kali bertemu." Ungkap Theo, tatapannya sangat serius kepada Moira.
"Cinta? Apa secepat ini? Apa benar-benar cinta datang secepat ini?" Moira seakan mimpi, tapi tatapan mata Theo seakan telah membuktikan semuanya.
"Aku tidak memaksamu untuk segera membalas cintaku, jangan terlalu merasa terbebani dengan segala cintaku, Moi. Kau bisa balas kapanpun kau mau, aku selalu menunggu." Ungkap Theo lagi, ia menggenggam erat tangan Moira sampai keduanya saling merasakan kehangatan.