Naura memilih kabur dan memalsukan kematiannya saat dirinya dipaksa melahirkan normal oleh mertuanya sedangkan dirinya diharuskan dokter melahirkan secara Caesar.
Mengetahui kematian Naura, suami dan mertuanya malah memanfaatkan harta dan aset Naura yang berstatus anak yatim piatu, sampai akhirnya sosok wanita bernama Laura datang dari identitas baru Naura, untuk menuntut balas dendam.
"Aku bukan boneka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Tiga
Sesuai dengan kesepakatan, akhirnya Naura pindah ke apartemen milik Rasya. Dia tak perlu membeli perabot lagi, karena semua sudah tersedia. Ruangannya juga sangat bersih. Mungkin pria itu meminta seseorang membersihkan sebelum Naura pindah.
Sore harinya Naura pergi ke supermarket. Dia ingin membeli bahan makanan dan susu untuk si kecil. Darren sudah tak menyusui lagi karena ASI Naura hanya sedikit.
Naura sengaja tak mengatakan keinginannya untuk membeli bahan makanan pada Rasya dan Lina, karena tak ingin membuat kedua orang itu repot. Jika mereka tahu, pasti keduanya yang akan pergi dan tak membiarkan dirinya keluar sendiri. Mereka memang sangat melindunginya. Rasa syukur memiliki sahabat seperti keduanya selalu Naura ucapkan.
Naura menggendong putranya dengan Soft structure carrier. Dengan berjalan kaki di sore hari dia menuju sebuah supermarket. Dia sengaja berjalan untuk menikmati suasana sore. Sudah hampir sembilan bulan, tak menikmati cuaca sore hari di luar rumah.
Naura yang penampilannya sudah jauh berubah, berani menampakkan diri lagi. Dia masuk ke gedung supermarket dengan langkah pasti.
Saat sedang asyik memilih, tak sengaja kereta belanja milik Naura terdorong sedikit keras sehingga menabrak tubuh seseorang. Dia merasa tak enak hati.
"Maaf, Bu. Aku tak sengaja," ucap Naura dengan ibu-ibu tersebut.
Ibu itu lalu membalikkan tubuhnya menghadap Naura. Keduanya terpaku dan terdiam beberapa saat. Tapi, wanita itu cepat mengendalikan diri dan bertanya.
"Maaf, Bu. Aku tak sengaja. Apa sakit?" tanya Naura lagi.
Siapa yang menduga jika wanita paruh baya yang Naura tabrak adalah mertuanya, Ibu Rini. Dia masih tampak syok. Memandangi wajah Naura tanpa kedip.
Naura menarik napas dalam untuk mengendalikan emosi. Mulai hari ini dia harus siap menghadapi orang-orang yang pernah hadir dalam kehidupannya lagi.
"Bu, apa ada yang sakit?" Kembali Naura bertanya. Dia tak mungkin pergi, Ibu Rini bisa curiga.
"Naura ...." Ibu Rini menyebut namanya dengan ragu.
Naura hanya memberikan senyuman, padahal jantungnya berdetak lebih cepat. Maklum saja, ini pertama kalinya dia berhadapan lagi dengan mereka yang pernah menyakitinya. Apa lagi ibu mertuanya ini sempat membuat dia sangat terluka dengan memintanya untuk lahiran normal dengan mengatakan jika dia tak akan menjadi ibu sempurna karena lahiran secara sesar.
"Aku tak sengaja, karena sambil menggendong putraku. Ibu tak apa-apa'kan?" Lagi-lagi Naura mengajukan pertanyaan.
"Aku tak apa-apa. Kamu Naura'kan?" tanya Ibu Rini.
Naura tersenyum. Dia lalu mengulurkan tangan. Menyebutkan namanya.
"Laura ... bukan Naura, Bu! Tapi ngomong-ngomong dari mana Ibu tau nama saya? Apakah kita pernah bertemu?" tanya Naura yang mengganti namanya dengan Laura.
Ibu Rini menarik napas dalam. Dia kembali menatap wajah Naura dengan intens. Setelah terdiam beberapa saat, barulah dia menyambut uluran tangan Laura.
"Maaf, wajahmu sangat mirip dengan menantuku yang telah tiada. Jika dia masih hidup, pasti juga memiliki putra seusia anakmu ini. Apakah Ibu boleh melihat wajah anakmu?" tanya Ibu Rini.
Darren yang tertidur dalam gendongan Naura, tak menampakan wajahnya. Dia juga menutupi dengan topi.
Ibu Rini mengulurkan tangannya, dia ingin membuka topi penutup wajah Darren. Naura dengan segera mencegahnya. Bisa-bisa mertuanya itu akan semakin curiga jika melihat wajah putranya yang sangat mirip dengan bapaknya.
"Maaf, Bu. Putraku akan terbangun jika menerima sentuhan di topinya. Bukannya aku tak mengizinkan untuk melihatnya, tapi semua karena dia sedang tidur. Aku tak tega membangunkannya," alasan Naura.
Tangan Ini Rini yang tadi terulur akhirnya dijatuhkan lagi. Dia lalu tersenyum ada Naura.
"Kamu sangat mirip dengan menantuku itu. Seperti kembar. Cuma kamu lebih cantik dan lebih ramah sepertinya. Kalau menantuku itu orangnya kurang ramah dan tak banyak bicara, sekali bicara pedih, menyakitkan," ucap Ibu Rini.
"Mungkin dia malas berdebat, dan di saat sudah sampai puncaknya, dia melawan semua ucapan orang itu. Diam itu bukan saja karena sombong, tapi terkadang dia tak mau bicara, karena apa pun yang dikatakan pasti salah!" seru Naura.
"Kenapa kamu berkata begitu? Seperti tau saja masalahnya?" tanya Ibu Rini.
"Aku bukan tau masalahnya, Bu. Aku hanya mengutarakan pendapat saja. Sekali lagi maaf. Jika Ibu memang tak apa-apa, aku pamit. Terima kasih," ucap Naura.
Naura lalu berjalan cepat meninggalkan Ibu Rini, sebelum wanita itu bertanya lebih banyak. Dia juga takut jika tiba-tiba putranya terbangun. Bisa-bisa Ibu Rini makin syok.
Beberapa saat terdiam, Ibu Rini tersadar. Dia lalu berjalan dengan cepat, bermaksud mengejar Naura. Dia ingin minta alamatnya.
Baru beberapa langkah, tangannya ditahan seseorang sehingga Ibu Rini menghentikan langkah kakinya.
"Bu, mau kemana?" tanya seorang wanita yang ternyata Weny.
"Weny, aku tadi seperti melihat Naura hidup kembali dalam versi yang lebih baik," ucap Ibu Rini.
"Apa maksud Ibu? Aku tak mengerti!" seru Weny.
"Tadi ada seorang wanita bernama Laura. Dia sangat mirip dengan Naura, tapi lebih cantik dan rapi. Ibu seperti melihat Naura hidup kembali," ujar Ibu Rini.
Mendengar ucapan Ibu Rini, tentu saja membuat Weny sedikit meradang. Tak suka jika mertuanya itu menyebut nama Naura.
"Apa Ibu sangat merindukan Naura sehingga mengatakan seseorang itu mirip dengannya?" tanya Weny dengan ketus. Tak suka jika wanita paruh baya itu masih mengingat menantunya itu.