Memilik cinta yang begitu besar tak menjamin akan bertakdir. Itulah yang terjadi pada Rayyan Rajendra. Mencintai Alanna Aizza dengan begitu dalam, tapi kenyataan pahit yang harus dia telan. Di mana bukan nama Alanna yang dia sebut di dalam ijab kabul, melainkan adiknya, Anthea Amabel menggantikan kakaknya yang pergi di malam sebelum akad nikah.
Rayyan ingin menolak dan membatalkan pernikahan itu, tapi sang baba menginginkan pernikahan itu tetap dilangsungkan karena dia ingin melihat sang cucu menikah sebelum dia menutup mata.
Akankah Rayyan menerima takdir Tuhan ini? Atau dia akan terus menyalahkan takdir karena sudah tidak adil?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Berusaha Menjadi Tempat Ternyaman
Rayyan terkejut ketika dia membuka mata wajah Anthea sudah begitu dekat dengannya. Bukannya beranjak, dia malah menatap Anthea dengan begitu Lamat. Wajah yang begitu tenang, tapi terdapat siluet banyak beban pikiran.
Rayyan hendak beranjak, tapi Anthea malah mengerarkan pelukannya sehingga tubuhnya kembali terkunci. Senyum pun terukir di wajah Rayyan.
"Pasti susah ya hidup lu kemarin-kemarin. Gua janji, gua akan membuat hidup lu lebih mudah."
Kembali Rayyan memejamkan mata. Ikut terlelap di dalam dekapan hangat Anthea. Dan ketika menjelang sore, mereka berdua hanya terdiam karena sudah saling terjaga di posisi yang masih sama.
"Enggak terjadi apa-apa kok. Kita cuma pelukan."
Blush!
Wajah Anthea memerah mendengar kejujuran Rayyan. Ingin rasanya dia masuk ke dalam selimut. Rayyan tersenyum melihat raut Anthea, puncuk kepala Anthea dia usap dengan pelan.
"Cuci muka! Terus makan!" Anthea masih terdiam.
"Nanti gua bawain ke sini makannya."
"Ray, aku bisa sen--"
"Bawa buah aja perut lu sakit," potong Rayyan.
"Jangan sok-sokan kuat kalau lu sendiri lagi lemah. Boleh kok lu istirahat," lanjutnya sembari menatap Anthea dengan dalam.
"Datanglah ke gua kalau lu lagi merasa capek. Gua akan berusaha menjadi tempat ternyaman untuk lu beristirahat sejenak dari berisiknya isi kepala dan lelahnya bekerja."
Mata Anthea kembali memerah. Di hari di mana dia masih kedatangan tamu membuatnya semakin melankolis. Dia tak bisa mendengar kalimat yang menyentuh, langsung saja hatinya terenyuh.
"Jangan nangis, jelek."
Anthea merengutkan wajahnya dan itu membuat Rayyan tertawa karena gemas. Ingin rasanya dia mencubit pipi putih Anthea. Namun, dia tahu dia tak sedekat itu dengan Anthea.
Baru saja sampai meja makan, Mbok Arum sudah mendekat dan memberikan info terkini.
"Mas, tadi cowok yang kemarin nganter Mbak Abel datang ke sini. Maksa buat ketemu Mbak Abel. Padahal, Mbak Abel lagi tidur nyenyak dipeluk Mas Rayyan."
Rayyan terkejut mendengar kalimat akhir dari Mbok Arum. Tapi, dia bersikap santai untuk menutupi rasa malunya.
"Untungnya Mas Rayyan gak buru-buru lepasin pelukan ke Mbak Abel. Jadinya, Mbak Abel gak buru-buru terbangun."
Dahi Rayyan mengkerut mendengar kalimat lanjutan ini. Tatapan seriusnya membuat Mbok Arum kembali menjelaskan.
"Baru sejam lalu orang itu pulang. Dia kekeh ingin ketemu Mbak Abel."
"Ba jingan!"
Rayyan tak menyahuti apapun. Dia segera mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.
"Saya ingin dipasang hari ini. Berapapun yang kalian minta akan saya bayar."
Pemasangan cctv tanpa sepengetahuan Anthea. Ketika orang cctv datang, dia mengajak Anthea pergi untuk mencari makan di luar. Namun, dia mempercayakan satu orang untuk mengawasi para pekerja.
.
"Minum, yuk!"
Kalimat itu yang Rayyan dengar dari balik sambungan telepon . Kedua alis Rayyan menukik tajam karena tidak biasanya sang asisten mengajaknya mabuk. Biasanya dirinya yang mengajak Alvaro minum.
"Udah tobat," jawabnya sangat singkat.
"Bang ke!"
Rayyan tertawa dan itu membuat Anthea mengalihkan pandangan. Lelaki yang tengah menerima panggilan telepon terlihat sangat tampan. Apalagi dengan cincin yang melingkar di jari manisnya.
Hanya Rayyan yang memakai cincin pernikahan untuk menunjukkan bahwasannya dia sudah menikah. Sedangkan cincin milik Anthea sudah dia serahkan kepada Rayyan.
"Ayolah, Pak Bos. Gua lagi galau nih."
"Bisa juga lu galau?"
"Gua lagi overthinking."
Alvaro tetap memaksa, tapi tak membuat dia tergiur.
"Kenapa sama gebetan lu? Udah punya laki?"
Asal tebak Rayyan diiyakan oleh Alvaro. Dahi Rayyan kini berkerut. Alvaro menceritakan semuanya dan disambut tawa Rayyan dengan begitu renyah.
"Tapi, menurut informan gua dia single. Setahun yang lalu dia baru putus sama kekasihnya yang selingkuh sama kakaknya," beber Alvaro.
"Rumit banget kisah gebetan lu."
"Ya begitulah. Makanya gua tetep kekeh pengen sama dia karena dia bukan cewek gampangan. Buat dapat nomor dia aja gua harus nunggu enam bulan. Mana setiap chat gua jarang banget dibalas. Malah, sekarang nomornya mati."
Kembali Rayyan tertawa. Dan kembali Anthea menoleh ke arah Rayyan. Lelaki itu tersadar jika Anthea tengah menatapnya.
"Ganggu, ya?"
Anthea menggeleng dan kembali fokus pada tablet di depannya. Di mana Rayyan memberikan benda tersebut untuk Anthea menonton drama China atau Korea. Tujuan Rayyan bukan hanya itu saja, tapi untuk mengalihkan perhatian Anthea pada ponselnya.
"Annjiirlah! Yang udah punya bini mah temen juga dianggurin."
"Makanya cepat kawin!"
"Kayak lu udah kawin aja," cibir balik Alvaro.
"Bang sat!"
Kini giliran Alvaro yang tertawa. Dua lelaki itu sudah mengenal cukup lama. Dan sudah sehati masalah pekerjaan dan perasaan.
"Entar deh gua ajak lu ke tempat kerja gebetan gua. Dijamin lu bakal mangap pas liat gebetan gua."
"Oke. Penasaran juga gua."
"Tapi, lu juga harus kenalin bini lu ke gua. Soalnya gua penasaran guna-guna apa yang dipake buat hilangin kebodohan lu."
"An jing!!"
.
Sudah rapi dan memakai baju kerja. Dahi Rayyan mengkerut ketika Anthea pun sudah rapi.
"Emang mau langsung kerja?"
"Ada acara malam ini. Jadi, semuanya harus masuk."
"Pulang malam berarti?" Anthea pun mengangguk.
"Gua anter dan jemput lu hari ini."
"Tapi, Ray--"
"Ngebantah sama dengan gak ada ijin kerja. Lu belum sembuh bener, Anthea!"
Akhirnya, Anthea pun harus nurut daripada dia tidak bisa bekerja. Rayyan-lah yang memilih untuk berangkat lebih lambat.
"Bajing, gua mau jemput gebetan gua. Dia udah mulai masuk hari ini." Alvaro tak terima karena Rayyan sudah merusak jadwalnya dengan sangat tiba-tiba.
"Baru gebetan. Ini istri gua, Jing! Ibu bos lu! Mau gua potong gaji lu tujuh puluh persen."
"Si yalan!!"
Rayyan tersenyum mendengar umpatan Alvaro di seberang panggilan sana.
Jam sembilan, Rayyan dan Anthea pergi meninggalkan rumah. Wajah pucat Anthea membuat Rayyan khawatir.
"Hape?"
Rayyan sudah menengadahkan tangan ke arah Anthea ketika mobil baru saja berhenti di depan kafe.
"Untuk apa?"
"Cepet!"
Anthea pun berdecak kesal. Tapi, dia tetap memberi ponselnya kepada Rayyan. Kepala Rayyan menggeleng ketika tidak ada pengamanan sama sekali di ponsel Anthea. Rayyan memasukkan nomor ponselnya. Dan memblokir nomor si alva-alva itu. Setelah selesai, kembali dia serahkan ponsel milik Anthea.
"Jangan capek-capek. Dan makan teratur."
"Iya."
"Kalau ada apa-apa segera hubungi gua."
Anthea hanya mengangguk dan mulai membuka pintu mobil. Rayyan masih belum menjalankan mobilnya sebelum Anthea masuk ke kafe.
.
Seorang lelaki sudah duduk dan melengkungkan senyum ketika melihat wanita pujaannya tengah sibuk mengantar makanan.
"Cantik."
Lelaki itu sudah tidak mau overthinking. Dia akan maju walaupun Anthea sudah memiliki kekasih.
Anthea berjalan ke arah meja si lelaki. Senyum manis dia berikan kepada Anthea.
"Makasih, ya."
Anthea membalasnya dengan senyum. Namun, langkah Anthea terhenti ketika lengannya dicekal oleh lelaki yang sudah menjadi pelanggan setia kafe tersebut.
"Aku udah ijin ke manager untuk bicara berdua sama kamu."
"Tapi, Kak--"
"Kata manager lu boleh. Tapi, cuma sepuluh menit dan itupun di belakang."
Anthea pun mengikuti keinginan lelaki. Kini, mereka ada di belakang kafe. Tatapan lelaki itu membuat Anthea tak nyaman.
"Kamu udah sembuh?" Hanya anggukan yang menjadi jawaban.
"Kemarin aku ke rumah kamu pas makan siang. Tapi, kamunya lagi tidur."
"Aku nunggu kamu lama di sana, tapi kamu gak juga bangun."
"Nyaman banget ya tidurnya. Emang dipeluk siapa sih?"
Eh?
Anthea terdiam karena bingung harus jawab apa. Getaran ponselnya terasa dan segera meraih poselnya di saku celana. Nama Rayyan yang tertera si sana. Senyum kecil Anthea tak luput dari pandangan si lelaki.
"Iya."
"Gua udah di depan kafe, tapi gak masuk area parkir. Masih lama pulangnya?"
"Bentar lagi kok."
"Ya udah. Gua tunggu di mobil."
"Iya."
Baru saja panggilan itu diakhiri. Suara si lelaki mulai terdengar.
"Pulangnya aku anterin, ya."
"Enggak usah repot-repot, Kak. Aku udah dijemput."
"Dijemput sia--"
Ponsel si lelaki itu bergetar. Nama sang sahabat tertera di sana. Decakan kesal pun lolos begitu saja.
"Lu lagi di kafe Kenangan Mantan?"
"Iye, kenapa?"
Lelaki yang berada di balik kemudi terdiam. Dia mulai curiga dan menyambungkan nama pengagum istrinya dengan nama yang baru saja di hubungi.
"Alva ... apa lelaki itu Alvaro? Dan gebetannya itu pegawai kafe kan?"
...*** BERSAMBUNG ***...
Komen yuk ..
mau hidup enak , tapi hasil jerih payah org lain
sehat selalu kak n semangat, aku sellau nggu up nya