Warning!!!
ini hanya sebuah cerita kayalan belaka, bukan area bocil, jika tidak suka silahkan skip.
Tolong juga hargai karya ini dengan memberikan LIKE untuk mengapresiasi karya ini, VOTE atau GIFT sangat berharga buat kami para penulis, terima kasih sebelumnya.
-------
Berkali-kali mengalami kegagalan dalam pernikahan membuat seorang janda muda yang umurnya belum genap 24 tahun nan cantik jelita bernama Sisilia Aramita memutuskan untuk tidak akan menikah lagi seumur hidupnya. Meskipun statusnya janda namun ia masih tatap perawan.
Ia sudah bertekat, jika menemukan pria yang menurutnya tepat ia akan menyerahkan dirinya pada orang itu dan hanya akan menjalani hubungan tanpa ikatan pernikahan.
Hingga ia bertemu dengan seorang pengusaha tampan bernama Jackson Duran, yang membuat dunianya jungkir balik.
Apakah Jackson bisa merubah pendirian Sisilia untuk mau menikah kembali ataukah ia akan gagal mendapatkan cinta Sisilia.
Yuk simak bagaimana kisah mereka berdua...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mendadak Lamaran
Jangan lupa tinggalkan jejak gaes...pencet tombol like, dan komen apa saja. Nona juga menunggu sawerannya ya, boleh kopi boleh bunga. Happy reading bestie..
......................
Selama satu minggu, Arman tak terlihat di kantor. Sisil merasa cemas, ia takut papanya menyakiti Arman. Karena selama ini, papanyalah yang mengendalikan hidupnya.
Bahkan dua kali ia dijodohkan dan dua kali juga pernikahannya berakhir tragis. Sisil merasa tak tenang, ponsel Arman pun tak bisa dihubungi. Sisil hanya bisa berdoa semoga Arman baik-baik saja.
Hari minggu pagi, terjadi kesibukan di rumah Sisil, namun Sisil tak tahu akan ada apa. Sisil bertanya pada mamanya, namun hanya mendapat jawaban jika akan ada tamu yang datang ke rumah mereka.
Mamanya Sisil hanya menyuruhnya untuk berdandan. Sisil bingung, ia takut jika akan dijodohkan kembali. Tapi apa ia bisa menolak, sementara kondisi mamanya terlihat lemah.
Sisil hanya bisa menuruti apa mau mamanya. Ingatan Sisil kembali lagi di saat pertama kali bertemu dengan Alan, dan akhirnya mereka menikah, namun peristiwa naas harus terjadi di hari pernikahannya. Sisil masih trauma dengan pernikahan, ia masih belum memikirkan tentang pernikahan, ia baru saja mulai membuka hatinya.
Sisil telah selesai bersiap kemudian membantu mamanya, menyiapkan makanan di meja makan. Terdengar deru suara mobil berhenti di depan rumah. Sisil pun keluar dan ia pun terkejut melihat siapa yang datang.
"kak Arman?" Sisil terkejut, melihat Arman datang bersama dua orang pria yang umurnya lebih tua dari Arman.
"Sisil..." Arman mengembangkan senyumannya melihat Sisil yang terlihat sangat cantik memakai dress selutut berwarna biru muda.
"ayo silahkan masuk" ucap papanya Sisil dari arah belakang Sisil
"baik tuan.." ucap papanya Arman
"ini papaku Sil..." Arman mengenalkan Sisil pada papanya "yang ini om aku.."
Sisil menyalami papa dan omnya Arman. Sisil kebingungan, ada masalah apa sehingga Arman membawa papanya datang ke rumah.
Mereka semua sudah duduk di ruang tamu. Sisil hanya bisa menunduk, perasaannya campur aduk.
"terima kasih tuan Arkan telah datang memenuhi permintaan saya" ucap papanya Sisil sedikit tersenyum "saya meminta pada putra anda untuk membawa orang tuanya bukan tanpa alasan, saya tidak ingin putri saya berhubungan dengan laki-laki tanpa ikatan yang pasti"
"saya hargai itu tuan, sebelumnya saya minta maaf, mamanya Arman tidak bisa datang karena harus menjaga neneknya Arman yang sedang sakit"
"bagi saya yang terpenting ada perwakilan dari pihak keluarga Arman tuan"
"Saya tidak menyangka, anak saya pandai mencari calon istri, Sisil begitu cantik dan ramah" puji Tuan Arkan
"apakah Arman sudah menceritakan status putri saya Sisil pada anda?"
"sudah, sewaktu di perjalanan tadi Arman sudah menceritakan peristiwa yang menimpa Sisil, saya turut prihatin dan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya"
"jadi anda tidak masalah dengan status Sisil?" tanya papanya Sisil menyelidik
Tuan Arkan sedikit kebingungan, ia pribadi tidak masalah namun istri dan ibu mertuanya pasti akan menolak jika tahu, namun ia juga tak mungkin membuat putra tunggalnya patah hati. Tuan Arkan jauh-jauh hari sudah mengetahui jika Arman sudah menaruh hati pada Sisil.
"saya pribadi tidak masalah tuan" ucap papanya Arman
"lantas kapan kita bisa menikahkan anak-anak kita?" tanya tuan Johan langsung pada intinya
Sisil gugup, ia meremas ujung bajunya, lagi-lagi ia dipaksa menikah, meskipun ia sudah dekat dengan Arman, namun ia juga masih takut menikah kembali.
"saya terserah anak-anak saja tuan" ucap papanya Arman diplomatis "bagaiman Ar?" tanya tuan Arkan
"saya terserah pada Sisil pa, Sisil siapnya kapan" ucap Arman mengembangkan senyumnya menatap Sisil
"saya ingin secepatnya" ucap papanya Sisil tegas "saya hanya ingin anak-anak memiliki status yang jelas, saya tidak mau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan"
"saya pribadi setuju dengan anda tuan, saya juga tak ingin terjadi hal-hal yang tak diinginkan pada mereka berdua" timpal papanya Arman "bagaimana Ar? Apa kamu siap menikah dalam waktu dekat?"
"Arman siap pa, sudah siap sejak lama" ucap Arman, ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan, ucapan papanya Sisil memberi angin segar buat buat dirinya.
Ia merasa sedang melewati jalan tol menuju tujuannya. Ia tak menyangka, jalannya untuk memiliki Sisil akan semulus ini.
"bagaimana Sisil?" tanya papanya Arman
"Sisil pasti menuruti apa yang saya katakan" ucap tuan Johan
"baiklah...bagaimana kalau bulan depan kita menikahkan mereka?" ucap om nya Arman
"hmm...baiklah...satu bulan lagi pernikahan akan dilangsungkan" ucap papanya Sisil
"pa..." ucap Sisil ragu, semua mata menatap ke arahnya, nyalinya jadi ciut ketika mendapata tatapan tajam dari papanya.
"iya Sil ada apa?" Arman menyahut
"itu...aku hanya ingi menikah secara sederhana saja, hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat saja" ucap Sisil lirih, ia takut peristiwa satu tahun yang lalu akan terjadi kembali.
"baiklah...saya setuju" ucap papanya Arman.
.
Di kota New York, Jackson sedang mengemasi barang-barangnya yang ada di mansion ayahnya. Terdengar suara ketukan sepatu masuk ke dalam kamarnya. Jackson hanya melirik sekilas kemudian kembali melanjutkan apa yang ia lakukan.
"Jack...kamu serius akan pergi?" ucap seorang wanita sambil meraba bahu Jackson lembut dengan gerakan menggoda.
Jackson memejamkan matanya, dulu setiap Lara menyentuhnya seperti itu, ia tak bisa menahan hasratnya, namun sekarang sentuhan itu membuat ia marah.
"ya..." jawab Jackson singkat
"kamu masih marah padaku Jack?" Lara duduk menyilangkan kakinya membuat rok mini yang ia pakai terangkat
"buat apa marah, kita sudah tak memiliki hubungan apapun" ucap Jackson menegakkan tubuhnya menatap datar pada Lara
"Jack...aku tidak bersalah...daddymu yang memaksa aku..." ucap Lara
"memaksa katamu? Yang aku lihat kamu sangat menikmatinya bahkan setiap desa hanmu nama daddyku yang kamu sebut" ucap Jackson sinis. Ia ingin sekali menghajar Lara, namun ia teringat Lara sedang hamil dan mungkin itu adalah adiknya.
"waktu itu aku sedang terpengaruh alkohol Jack...ayolah...mengertilah Jack..."
Lara berjalan mendekati Jackson yang berdiri tegak di depan pintu walk in closetnya . "Tak ada yang sehebat dirimu Jack" Lara membelai tubuh Jack, ia meraba benda tumpul milik Jack dan sedikit meremasnya.
"aku merindukan milikmu Jack...aku rindu dia berada dalam tubuhku" Lara menggoda Jack "aku menginginkannya" Lara sengaja menjilat telinga Jack dan meraba kembali benda tumpul milik Jack
"lihatlah...dia sudah mulai berontak, sepertinya ia tahu sarangnya berada di dekatnya" Lara masih menggoda Jack "ayo kita lakukan, anggap saja ini salam perpisahan sebelum kamu pindah ke luar negeri"
Jack bergeming , sekuat tenaga menahan gejolak di tubuhnya, meskipun sentuhan itu membuat ia bergairah namun ia juga jijik mengingat Lara yang bergerak liar di atas tubuh papanya.
"jangan bermimpi!" Jackson menghempaskan tangan Lara dari tubuhnya hingga Lara terhuyung "sekarang pergi dari kamarku!"
Lara kesal, ia pun keluar dari kamar Jackson dengan menghentakkan kakinya. Jackson berusaha sebisa mungkin tak jatuh dalam pelukan wanita ular itu lagi.
.
.
.
B e r s a m b u n g