Naira berbalik menghadap Nauval ."wah kalungnya bagus Nai ,ada huruf inisial N," Kata Naira sambil tersenyum.
"N untuk Naira, N untuk Nauval juga, jadi di mana pun kamu nanti nya akan selalu ingat sama aku Nai ," Kata Nauval sambil tersenyum.
"Bisa aja kamu Val , makasih ya, aku akan jaga baik baik Kalung ini ,"ucap Naira senang sambil memeluk Nauval.
Nauval terdiam saat Naira memeluknya,ada rasa nyaman yang dia rasa, seakan tidak mau jauh lagi dari sahabat nya itu.dia membalas pelukan itu sambil mengusap kepala Naira .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naura Maryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Cemburu buta
Keyla, dengan napas yang memburu, menghampiri Putri dan Tian. Wajahnya memerah menahan amarah dan cemburu. Melihat Putri digendong Tian dengan begitu lembut, seakan-akan Putri adalah putri raja yang paling berharga, menimbulkan rasa iri yang membakar hatinya. Tian, yang menyadari kehadiran Keyla, menurunkan Putri dengan perlahan. Putri, yang masih sedikit linglung, memandang Keyla dengan tatapan bertanya.
"Putri," Keyla memulai, suaranya bergetar menahan emosi, "Kau tahu kan, aku juga menyukaimu?"
Putri tertegun. Ia tidak menyangka Keyla akan menyatakan perasaannya secara tiba-tiba, apalagi di saat seperti ini. Tian, yang berdiri di samping mereka, merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut.
"Keyla," kata Putri lembut, "Aku menghargai perasaanmu, tapi aku sudah memiliki Tian."
"Tapi..." Keyla memotong, suaranya meninggi, "Aku tidak terima! Aku juga mencintaimu! Kenapa dia? Kenapa harus dia yang menggendongmu? Kenapa bukan aku?" Keyla semakin emosi, air matanya mulai berjatuhan. Ia merasa sangat tidak adil.
Tian mencoba menengahi, "Keyla, ini bukan tentang siapa yang lebih baik atau lebih pantas. Ini tentang perasaan. Putri mencintaiku, dan aku mencintainya."
"Bohong!" Keyla membentak, "Kau hanya memanfaatkan kebaikannya! Kau hanya ingin menguasainya!" Keyla semakin kehilangan kendali, ia menunjuk-nunjuk Tian dengan jari telunjuknya.
Putri merasa terluka oleh perkataan Keyla. Ia tidak menyangka Keyla akan menuduhnya dan Tian seperti itu. Ia berusaha menjelaskan, "Keyla, kau salah paham. Aku dan Tian saling mencintai dengan tulus."
Namun, Keyla tetap tidak mau mendengarkan. Ia terus berteriak dan menangis, mengekspresikan rasa cemburunya yang membutakan dirinya. Situasi menjadi semakin ramai, teman-teman mereka yang lain mulai berdatangan, mencoba menenangkan Keyla.
Suasana kantin yang tadinya ramai dan ceria, kini berubah menjadi tegang dan mencekam. Tangisan Keyla yang semakin keras menggema, menarik perhatian banyak siswa lain. Mereka berkerumun, membentuk lingkaran di sekitar Putri, Tian, dan Keyla yang tengah bersitegang. Bisikan-bisikan memenuhi udara, menambah rasa tidak nyaman bagi semua yang ada di sana.
Putri, yang merasa terpojok dan terluka oleh kata-kata Keyla, mencoba menjelaskan sekali lagi, namun tangisan Keyla menutupi suaranya. Air mata Putri pun mulai menetes, bukan karena marah, melainkan karena merasa sedih dan kecewa dengan reaksi Keyla yang berlebihan. Tian, dengan sabar dan tenang, mencoba menenangkan Keyla dengan lembut memegang bahunya.
"Keyla, sayang... Tenanglah dulu. Ceritakan apa yang membuatmu kesal," bisik Tian, suaranya penuh kelembutan dan pengertian. Namun, Keyla malah semakin histeris, menepis tangan Tian dengan kasar.
"Tidak! Aku tidak mau tenang! Aku benci melihat mereka berdua! Mereka terlalu bahagia! Kenapa aku tidak bisa seperti Putri? Kenapa Tian memilih dia, bukan aku?" Keyla meraung, suaranya penuh keputusasaan dan kesedihan yang terpendam.
Melihat situasi yang semakin tidak terkendali, Naira, Cia, dan Vino segera menghampiri mereka. Mereka mencoba menenangkan Keyla, menghibur Putri, dan menenangkan Tian yang terlihat frustasi. Nauval ikut membantu, mencoba membubarkan kerumunan siswa yang semakin padat.
"Keyla, sudahlah. Kau harus tenang," kata Naira dengan lembut, mencoba menenangkan Keyla dengan sentuhan dan kata-kata yang menenangkan. Cia dan Vino juga ikut membantu, memberikan dukungan moral kepada Putri dan Tian.
Namun, usaha mereka awalnya sia-sia. Keyla terus berteriak dan menangis, menumpahkan semua rasa cemburu, kesedihan, dan kekecewaan yang telah lama ia pendam. Ia merasa dunia seakan-akan runtuh, dan ia merasa sendirian dalam kesedihannya.
Akhirnya, setelah beberapa saat berlalu, tangisan Keyla mulai mereda. Ia terduduk lemas, tubuhnya gemetar karena kelelahan dan emosi yang telah terkuras. Putri, dengan hati yang lembut, mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Keyla.
"Keyla," kata Putri dengan suara yang lembut, "Aku mengerti perasaanmu. Tapi, kau harus tahu bahwa aku dan Tian saling mencintai dengan tulus. Aku harap kau bisa menerima kenyataan ini dan menemukan kebahagiaanmu sendiri."
Tian mengangguk setuju. Ia menatap Keyla dengan tatapan yang penuh pengertian dan simpati. Ia tahu bahwa Keyla membutuhkan waktu untuk menerima kenyataan ini, dan ia bersedia memberikan dukungan kepada Keyla selama ia membutuhkannya.
Perlahan-lahan, Keyla mulai memahami. Ia menyadari bahwa cemburu buta hanya akan menyakiti dirinya sendiri dan orang lain. Ia harus belajar untuk menerima kenyataan dan move on. Ia memeluk Putri dan meminta maaf atas perilakunya yang tidak terkendali. Putri dan Tian pun memaafkannya. Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi Keyla, dan juga bagi semua orang yang menyaksikannya. Mereka belajar bahwa cinta dan persahabatan harus dibangun di atas dasar saling pengertian, bukan di atas rasa cemburu yang membutakan.
Setelah kejadian di kantin itu, suasana menjadi lebih tenang. Keyla, meskipun masih merasa sedikit sedih dan kecewa, telah mulai menerima kenyataan. Ia menyadari bahwa terus menerus terjebak dalam rasa cemburu hanya akan membuatnya menderita. Ia perlu fokus pada dirinya sendiri dan mencari kebahagiaan yang ia impikan.
Hari-hari berikutnya, Keyla berusaha untuk lebih dewasa dalam menghadapi perasaannya. Ia masih sesekali merasa iri melihat keharmonisan Putri dan Tian, namun ia berusaha untuk tidak menunjukkannya secara berlebihan. Ia belajar untuk mengendalikan emosinya dan lebih bijak dalam bersikap. Ia juga mulai lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-temannya yang lain, mencari dukungan dan hiburan di luar lingkaran perasaannya terhadap Tian.
Putri dan Tian, setelah kejadian itu, lebih menghargai hubungan mereka. Mereka menyadari betapa pentingnya komunikasi dan saling pengertian dalam sebuah hubungan. Mereka juga semakin peduli terhadap perasaan Keyla, dan berusaha untuk selalu bersikap baik dan ramah kepadanya. Mereka tidak ingin kejadian serupa terulang lagi.
Naira, Cia, dan Vino, yang telah menyaksikan langsung bagaimana Keyla berjuang melawan rasa cemburunya, memberikan dukungan penuh kepada Keyla. Mereka sering mengajak Keyla untuk menghabiskan waktu bersama, mengajaknya berbelanja, menonton film, atau sekadar mengobrol santai. Mereka selalu ada untuk Keyla, memberikan semangat dan motivasi agar Keyla bisa move on dan menemukan kebahagiaan barunya.
Suatu hari, Keyla bertemu dengan seorang pemuda yang ramah dan baik hati bernama Arga. Arga adalah teman dari salah satu teman kuliah Keyla. Mereka sering bertemu di perpustakaan kampus, dan lama-kelamaan mereka menjadi dekat. Arga selalu memperhatikan Keyla, memberikan dukungan dan semangat kepadanya. Arga tidak pernah memaksa Keyla untuk melupakan Tian, namun ia selalu ada di sisi Keyla, memberikan dukungan dan kasih sayang yang tulus.
Perlahan-lahan, Keyla mulai merasakan ketertarikan kepada Arga. Ia merasa nyaman dan aman berada di dekat Arga. Arga mampu membuat Keyla tertawa dan melupakan semua kesedihannya. Arga menunjukkan kepadanya bahwa masih ada orang lain yang peduli dan menyayanginya.
Beberapa bulan kemudian, Keyla dan Arga resmi berpacaran. Keyla merasa sangat bahagia. Ia telah menemukan cinta yang baru, cinta yang tulus dan saling menghargai. Ia telah move on dari rasa cintanya kepada Tian, dan ia telah menemukan kebahagiaan yang ia impikan.
Kejadian di kantin itu menjadi sebuah pelajaran berharga bagi semua orang. Mereka belajar tentang pentingnya mengendalikan emosi, menghargai perasaan orang lain, dan mencari kebahagiaan dalam hidup masing-masing. Mereka juga belajar bahwa cinta dan persahabatan harus dibangun di atas dasar saling pengertian, bukan di atas rasa cemburu yang membutakan. Mereka semua, Naira, Cia, Putri, Vino, Nauval, Tian, dan Keyla, akhirnya menemukan kebahagiaan mereka masing-masing, dan hidup bahagia selamanya.