Viona merasa heran dengan perubahan sikap suaminya yang bernama Bara. Yang awalnya perhatian dan romantis tapi kini dia berubah menjadi dingin dan cuek. Dia juga jarang menyentuhnya dengan alasan capek setelah seharian kerja di kantor. Di tengah- tengah kegundahan dan kegelisahan hatinya, sang adik ipar yang bernama Brian, pemuda tampan yang tampilannya selalu mempesona masuk ke dalam kehidupan viona dan mengisi hari- harinya yang hampa. Akankah hati Viona akan tergoda dengan adik ipar dan menjalin hubungan terlarang sengannya karena merasa diabaikan oleh sang suami....?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Almira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Mulai merasa curiga
Tiga hari kemudian Viona yang sedang sibuk menyiapkan makanan untuk jamaah tahlilan, sesekali mengecek ponselnya. Iya ,selama hampir dua minggu berada di kota Malang, Bara sang suami tidak pernah sekali pun menghubunginya . Selama ini selalu saja Viona yang menghubunginya lebih dulu. Terkadang ketika Viona menghubunginya juga Bara jarang mengangkat panggilan darinya. Entah karena sibuk atau karena Bara enggan menerima telpon dari Viona.
Viona pun menjadi sedih dan curiga. Apakah Bara sudah tidak perduli lagi dengannya. Atau jangan- jangan Bara sudah ada perempuan lain yang mengisi hatinya, sehingga dia tidak perduli lagi dengannya. Padahal dulu ketika Viona menginap di rumah orang tuanya karena waktu itu ayah Viona sakit, Bara bisa tiga sampai empat kali menghubungi Viona.
Tapi Kini kenapa Bara terkesan cuek dan tidak perduli dengan Viona, padahal kan jarak mereka saat ini cukup jauh. Antara Jakarta dan Malang jawa Timur. Apa Bara tidak merasa kangen dengan Viona. Viona kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi Bara. Kali ini pada dering ke dua Bara langsung menjawabnya.
"Halo sayang..." ucap Bara. Dari suaranya Viona bisa mendengar kalau sang suami sedang letih.
"Mas, kamu lagi di mana...? Udah pulang kantor apa belum...?" tanya Viona.
"Aku sudah ada di rumah. Kenapa...?" tanya Bara dingin.
"Mas, kok selama aku di rumah nenek kamu nggak pernah sekalipun menghubungi aku, apa kamu nggak kangen sama aku mas...? Aku di sini sudah cukup lama lho, seminggu lebih..." tanya Viona.
"Aku bukannya nggak kangen sama kamu sayang, tapi aku nggak mau ganggu kamu. Anggap aja kamu di situ sedang liburan. Kamu jangan di rumah terus, pergilah jalan- jalan ajak sepupumu menikmati indahnya kota Malang...." sahut Bara.
"Iya mas, kemarin aku udah jalan- jalan kok, kulineran juga..." ucap Viona.
"Nah gitu dong..." sahut Bara.
"Mas, kamu kangen nggak sama aku...?" tanya Viona.
"Kangen lah sayang...." jawab Bara.
"Beneran...?'' tanya Viona.
"Video call dong mas, aku kangen ingin lihat wajah kamu..." pinta Viona.
"Vi.. Video call...? Ehm.. Nggak.. Nggak usah lah sayang lain kali saja, aku ngantuk banget mau tidur..." jawab Bara.
"Ini kan masih sore mas, baru juga jam delapan masa udah ngantuk aja...?" tanya Viona.
"Aku capek sayang, tadi di kantor aku sibuk banget, harus menghadiri rapat juga, trus ketemu klien di luar kantor, ah pokoknya capek banget deh sayang, badan aku sampai pegal- pegal...."jawab Bara.
"Oh ya udah kalau gitu, mas Bara istirahat saja...." ucap Viona kecewa. Viona lalu mematikan sambungan telponnya.
Viona merasa sedih dengan sikap sang suami. Masa minta untuk melakukan video call saja dia tidak mau. Padahal Viona sudah kangen sekali dengannya.
"Hei Viona, bengong aja kamu... Ayo bawa makanannya ke depan, itu tahlilannya sudah mau selesai, mereka mau makan..." ucap bu Rima.
"I..iya bu..." jawab Viona, lalu membawa piring berisi berbagai kue dan menyajikannya pada jamaah tahlilan.
Setelah selesai menyajikan makanan dan minuman dibantu oleh sepupu dan tantenya, Viona duduk melamun di ruang tengah seorang diri. Sementara saudara yang lain ikut berkumpul di ruang tamu bersama para jamaah tahlil yang sedang menikmati jamuan makanan.
"Viona, ngapain kamu bengong di situ...?" tanya bu Rima menghampiri Viona lalu duduk di sampingnya.
"Ah , nggak papa kok bu..." jawab Viona.
"Nggak papa tapi kok kelihatan sedih gitu..." ucap bu Rima.
"Sebenarnya Viona lagi mikirin mas Bara bu...'' sahut Viona.
"Kenapa ...? Kamu kangen sama suamimu...? Halah baru juga beberapa hari nggak ketemu udah kangen aja, belum juga dua minggu. Lebay banget kamu ini..." ucap bu Rima.
"Bukan begitu bu, tapi Vio merasa aneh saja sama mas Bara, akhir- akhir ini sikapnya cuek banget sama Vio bu. Selama Vio di sini juga dia nggak pernah menghubungi Vio. Kalau vio telpon juga belum tentu diangkat. Vio jadi curiga kalau mas Bara sudah nggak cinta lagi sama Vio..." jawab Viona.
"Viona takut bu, mas Bara akan mencari perempuan lain. Apa lagi kan rekan-rekan kerja mas Bara cantik- cantik. Viona takut mas Bara akan tergoda sama mereka..." sambung Viona.
"Jangan berburuk sangka kamu Viona..." sahut bu Rika.
"Ya tapi Viona merasa aneh saja bu. Apa gara- gara Vio belum bisa memberinya anak ya bu...? Jadi mas Bara berubah sikap...?" tanya Viona.
"Ah itu sih salah kamu sendiri. Jadi perempuan masa ngasih anak sama suami aja nggak becus...." sahut bu Rima.
"Viona juga nggak mau seperti ini bu, tapi mau gimana lagi kalau memang Alloh belum percaya pada Vio untuk dikasih anak..." ucap Viona.
"Ada apa ini ribut- ribut...?" tanya pak Hilman ayah Viona.
"Itu Yah, Viona lagi galau gara- gara selama dia di sini Bara tidak pernah menghubunginya. Dia terus yang menghubungi Bara. Viona curiga kalau Bara itu sudah nggak cinta lagi sama dia, trus dia juga curiga jangan- jangan Bara punya selingkuhan..." jawab bu Rima.
"Ya ampun Viona, nggak baik kamu berprasangka buruk sama suamimu sendiri. Kamu itu tidak perlu mempermasalahkan hal kecil seperti itu, masa gara- gara Bara tidak menghubungi kamu, kamu langsung menuduhnya selingkuh..." ucap pak Hilaman.
"Kalau suamimu tidak menghubungi kamu kan dia memang orangnya sibuk. Mana sempat dia menghubungi kamu ngobrol- ngobrol nggak penting..." ucap pak Hilman.
"Masa sih Yah cuma menyempatkan waktu lima menit buat telpon Vioan aja ngga bisa..." sahut Viona.
"Suami kamu itu super sibuk, jangan disamakan sama kamu yang hanya pengangguran dong. Kamu itu kan kerjanya hanya santai- santai saja di rumah. Suami kamu yang kerja keras banting tulang setiap hari. Harusnya kamu mengerti dong...." ucap pak Hilman.
"Iya ayah..." jawab Viona yang hanya bisa pasrah selalu dipojokkan oleh orang tuanya jika membahas soal Bara.
Di mata bu Rima dan pak Hilman, Bara selalu benar, tidak ada salahnya sedikitpun. Jika Viona mengeluh soal apapun tentang Bara, mereka sama sekali tidak pernah mau mengerti apa yang sedang dirasakan oleh Viona. Justru Viona lah yang selalu disalahkan karena menurut mereka Viona lah yang tidak bisa memahami keadaan sang suami.
Viona sadar selama ini kebutuhan kedua kedua orangnya ditanggung oleh Bara. Jadi wajar jika mereka selalu membela Bara dari pada anaknya sendiri. Mereka kadang merasa tidak enak hati pada Bara karena sampai saat ini Viona belum juga memberikan Bara seorang anak.
"Sudahlah Viona, kamu harus percaya sama suami kamu. Bara orang baik, tidak mungkin akan berbuat macam- macam. Kamu yang harus sadar diri dong. Selama ini Bara sudah meratukan kamu, menafkahi kamu, memfasilitasi kamu dengan segala kemewahan. Harusnya kami mikir, apa yang sudah kamu kasih untuk suamimu. Bahkan seorang anak pun kamu nggak bisa kasih ke Bara...." ucap bu Rima.
"Benar apa yang dikatakan oleh ibumu Viona, ayah juga sampai malu sama suamimu dan juga mertuamu karena sampai saat ini kamu belum juga memberi Bara penerus keluarga yang akan mewarisi perusahaannya nanti..." sahut pak Hilman.
"Maaf ayah...hik..hik.." ucap Viona menangis.
"Ya sudah sana kamu istirahat saja di kamar, ini sudah malam..." ucap pak Hilman.
"Iya yah..." jawab Viona lalu masuk ke dalam kamar.
Tinggallah bu Rima dan pak Hilman yang duduk di sofa.
"Yah, ibu sudah tidak betah tinggal di sini. Besok kita pulang saja yuk..." ucap bu Rima.
"Lho gimana sih bu, kita kan sudah sepakat kalau kita pulangnya nanti setelah tujuh harinya ibu. Tanggung nih, tinggal empat hari lagi..." sahut pak Hilman.
"Tapi ibu sudah bosan di sini. Lusa ibu mau arisan sama teman- teman ibu. Nggak enak kan kalau ibu nggak datang..." jawab bu Rima.
"Kamu ini yang dipikirin cuma teman- teman kamu saja...." ucap pak Hilman.
"Biarin... mereka kan besti aku Yah..." sahut bu Rima.
"Iya, tapi jangan keseringan kumpul- kumpul terus dong bu. Apa lagi ibu kalau ngumpul bareng teman sukanya di cafe, di restauran, di mall. Itu namanya pemborosan bu. Buang- buang duit.." ucap pak Hilman.
"Halah ayah ini seperti orang miskin saja, kan setiap hari kita dijatah sama menantu kaya kita si Bara. Karin juga sekarang sudah kerja tiap bulan kasih ibu uang. Belum lagi ayah masih punya pensiunan. Kalau cuma buat arisan sama buat memenuhi kebutuhan sehari- hari sih masih cukup Yah..." jawab Bu Rima.
"Iya, tapi kita nggak punya tabungan buat masa tua kita bu... Nanti kalau kita sakit butuh uang banyak buat berobat, kita nggak ada duit lagi..." ucap pak Hilman.
"Kan ada anak dan menantu kita Yah, itu tanggung jawab mereka buat mengurus dan biayai kita di masa tua kita nanti. Enak saja kita sudah mengurus mereka dari dari bayi, masa pas sudah besar mereka tidak mau mengurus kita..." sahut bu Rima.
"Yah, pokoknya besok kita pulang ke Jakarta. Rumah kita sudah terlalu lama ditinggal. Ibu khawatir pembantu kita nggak dapat dipercaya. Nanti kalau dia nyolong barang- barang berharga kita bagaimana Yah..." ucap bu Rima.
"Ya sudah besok pagi kita pesan tiket pesawat untuk pulang. Sekarang istirahat saja sudah malam..." jawab pak Hilman.
"Nah gitu dong Yah, nurut sama istri..." ucap bu Rima sambil menepuk pundak suaminya.
Bersambung...