Cinta itu bukan seperti matematika yang hasilnya pasti sama persis dengan apa yang kita perhitungkan. Terkadang Allah menjodohkan seseorang dengan orang yang berbanding terbalik dengan seseorang itu. Tujuannya biar saling melengkapi.
Seperti yang dialami Andhini Maharani atau biasa disapa Rani. Tipe Idamannya: nggak boros, makai kacamata tipis, smart, bersih dari jerawat, berpakaian rapi, setia, sabar, bijaksana dan paling penting sayang sama adiknya. Ia justru jatuh cinta sama Raditya Saunders. Cowok yang super duper boros, hobinya traveling dan menghamburkan-hamburkan uang papanya. Untuk menyatukan dua hati yang saling mencintai ke ikatan suci pernikahan tentu bukan hal yang mudah. Rani dan Radith dihadapkan pada ujian yang dahsyat. Ujiannya adalah Andhina Rosalia, yang berstatus sebagai adik kandung Rani justru mencintai Radith juga.
Rani berada di sebuah persimpangan, ia bingung memilih jalan yang mana. Jalan antara merelakan Radith untuk Andhina atau mempertahankan Radith?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ariny NH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertolongan Tuhan
Pasca pertikaian dega Tandy, mau tak mau Radith harus pindah kos. Ia tak mau satu atap dengan pengkhianat. Saat ini ia berada tepat di depan kos putera yang lumayan lah. Setidaknya lumayan lebih layak daripada kosan Tandy.
“Maaf, anda cari siapa ya? Daritadi celingak-celinguk di sekitar sini,” tegur seorang kakek sekitar umur 60 tahun. Rambutnya memang beruban semua, namun giginya belum ompong.
“Gini Kek, saya mau nyari pemilik kost ini. Kakek kenal nggak sama pemilik kost ini?”
“Kenal banget. Kebetulan saya sendiri pemilik kost ini. Ada apa ya jadi mencari pemilik kost?”
“Saya mau ngekos di sini, Kek. Kira-kira masih ada kamar yang kosong nggak?”
“Adak ok.”
“Kira-kira perbulannya berapa ya ngekos di sini?”
“Satu juta.”
Glek!
Radith menelan ludah berkali-kali. Satu juta? Itu termasuk mahal. Terlebih uang di dompet tinggal lima ratus ribu. Gaji dari Rani dan Pt. Lelucon totalnya hanya 3 juta. Maklum masih magang. Lalu, 2 juta habis buat bantu bayar utang di warung sekitar kos Tandy. Sisanya buat makan bakso kemarin. “Ah, bego banget sih gue. Ngapain coba gue janjiin neraktir orang banyak,” omelnya dalam hati.
Kakek pemilik kos mengibaskan tangan ke depan mata Radith. “Kok diem? Jadi nggak nih ngekos di sini?”
“Hmmm…” ketika ia menjawab pertanyaan kakek…
Drrrt… Drrrttt
Smartphone di saku celananya bergetar. Di layarnya tertulis ‘Si Killer Bawel memanggil’. Si Killer Bawel itu Pak Sigit, bos di PT. Lelucon . Jadi dijuluki killer bawel karena super galak dan suka bawel nyuruh orang. Radith menggeser layar smartphone untuk menerima panggilan dari Killer Bawel.
“Hallo, selamat siang, Pak Sigit. Ada apa nih nelpon saya?”
“Kamu lagi dimana, Dith?”
“Daerah Kemang, Pak. Ada apa ya?”
“Kamu bisa datang ke timezone mall Cipinang Indah nggak? Tadi pagi ada yang nyewa badut buat acara ulang tahun, tapi sayangnya semua badut di PT. Lelucon pada penuh job. Kamu tenang aja ada bonus tambahan. Dan bonus tambahannya itu dibayar hari ini juga. Gimana? Bisa kan?”
Wajah Radith berseri-seri. Tentu saja ia tak menyia-nyiakan tawaran Pak Sigit. “Oke, Pak. Saya bersedia. Sekarang juga saya akan ke timezone mall Cipinang Indah.”
Pak Sigit memutuskan sambungan telepon. “Kek, saya jadi deh ngekos di sini, tapi bayarnya nanti sore ya. Saya mau ambil barang-barang di kos lama dulu.”
“Oke, saya tunggu.”
***
Di Timezone Mall Cipinang Indah ternyata sepi senyap. Sama sekali tak ada tanda-tanda orang merayakan ulang tahun. Radith menggaruk kepala tak gatal. “Bener di sini nggak sih tempat ulang tahunnya?”
Untuk memastikan ia berinisiatif menelpon Pak Sigit.
“Pak saya sudah di timezone mall Cipinang Indah nih. Tapi kok sepi ya, sama sekali nggak ada tanda-tanda orang merayakan ulang tahun.”
“Wah, maaf banget, Dith. Ulang tahunnya ternyata batal gara-gara yang ulang tahun mendadak mencret-mencret.”
Radith langsung terduduk lemas. Hilang deh harapannya agar bisa ngekos di tempat kakek itu. “Terus mala mini gue tidur dimana? Masa emperan toko?” Radith terus-terusan berbicara sendiri.
“Huhuhu…” Terdengar suara tangisan anak kecil. Radith bangkit dari tempat duduk, mencoba mencari sumber tangisan.
Seorang anak laki-laki sedang menangis tersedu-sedu di samping box permainan getok kepala buaya. Radith ikutan jongkok dan mencoba ngajakin bicara anak itu. “Hey, Adek namanya siapa? Kok nangis di sini?”
“Namaku Reno, Kak. Aku terpisah dari Mama Papa.”
“O.” Radith ber-o ria. “Yuk ikut kakak! Kakak akan mengusahakan kamu biar ketemu lagi sama Papa Mama. Gimana? Mau?”
Reno mengikuti langkah Radith. Dan Radith membawa Reno ke pos satpam. Tiba-tiba Reno ngacir ngumpet di belakang. “Loh, Ren kamu kenapa? Kok ngumpet?”
“Aku takut sama apa itu!” ucap Reno seraya menunjuk satpam yang rambut botak, kumis tebal dan mata melotot.
Radith hanya tersenyum simpul. “Kamu tenang aja, kan ada Kakak. Pak Satpam itu nggak akan marahi kamu kok.”
Radith menggendong Reno biar ia tak takut lagi. Lalu Radith meminta pak satpam mengumumkan tentang Reno.
“Kepada pengunjung mall, bagi anda yang merasa kehilangan anak silakan datang ke pos satpam.”
Belum lima belas menit pemberitahuan itu disiarkan, sudah ada sepasang suami istri mendatangi pos satpam ini. “Papa … Mama!” teriak Reno.
“Oh, jadi ortunya Reno itu mereka toh.”
Reno berlari menghambur ke pelukan papa dan mamanya. Radith jadi terharu melihat pertemuan mereka.
“Sayang, kok kamu bisa ada di tempat ini?” tanya seorang wanita cantik yang diyakini Radith sebagai mamanya Reno.
“Aku diajakin Kakak itu ke sini, Ma.” Reno menunjuk Radith.
Papa Reno mengulurkan tangan. Radith menjabat tangan papanya itu. “Wah, makasih banget ya. Kalau bukan karena kamu mungkin kami saat ini masih kebingungan mencari Reno.”
“Iya, Pak. Sama-sama. Saya senang kok melihat Reno bertemu lagi dengan orang tuanya.”
Sebagai rasa terima kasih, papanya Reno memberikan uang seratus ribuan ke Radith. Namun pemberiannya itu ditolak secara halus sama Radith. “Nggak usah, Pak. Saya ikhlas kok nolongin Reno.”
“Wah, saya salut sama kamu. Jarang loh ada anak muda yang nolongin orang tanpa mengharap imbalan. Kalau boleh tau nama kamu siapa ya?”
“Radith, Pak.”
“Kamu masih kuliah?”
“Saya sudah nggak kuliah lagi. Saat ini kerja jadi badut di PT. Lelucon.”
Kening papanya Reno berkerut. “Cowok seganteng kamu jadi badut? Kenapa nggak coba cari pekerjaan yang lebih bagus? Jadi model gitu.”
“Ah, Bapak bisa saja. Saya mah mana pantes jadi model. Zaman sekarang kan bukan kita yang memilih pekerjaan, melainkan pekerjaan lah yang memilih kita.”
“Hmmm … bener juga sih. Oh iya kalau kamu mau, kamu bisa bekerja di restoran saya. Posisinya sebagai manager. Ini alamatnya.”
Papanya Reno memberikan sepucuk kartu nama. Radith terbengong-bengong kayak sapi ompong. Mimpi apa gue semalam, tiba-tiba ditawari jadi manager restoran? Apa ini pertolongan dari Tuhan? Sepertinya benar begitu. Tuhan takkan membiarkan umatnya kesusahan terlalu lama.
“Baik, Pak. Saya bersedia kerja di restoran bapak.”
“Kalau begitu besok pagi datang ke restoran saya ya.”
“Insha Allah, Pak.”
Papanya Reno bukan hanya menawarkan kerja di restorannya saja, tapi juga memaksa Radith menerima uang lima lembar seratus ribuan dan sebuah smartphone. Katanya sih setiap orang yang bekerja di restorannya, dapet DP lima ratus rib uterus biar gampang komunikasi. Kalau uangnya lima ratus ribu baru Radith mau menerima. Hehehe.
***
Jakarta, 22 Agustus 2016
HRD Manager
PT. Lelucon
Jl. Menteng No. 7 Jakarta
Dengan Hormat.
Melalui surat ini saya Raditya Ziel Saunders bermaksud mengundurkan diri dari PT. Lelucon sebagai badut ulang tahun, terhitung sejak 23 Agustus 2016. Saya ucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk bekerja di perusahaan yang Bapak pimpin.
Saya juga mohon maaf kepada Bapak, seluruh manajemen dan karyawan PT. Lelucon apabila terdapat kesalahan yang saya lakukan selama bekerja. Saya berharap PT. Lelucon dapat terus berkembang dan mendapatkan badut yang baik dari saya.
Hormat Saya
Raditya Ziel Saunders
Radith tersenyum simpul membuat surat pengunduran diri yang baru saja diketiknya. Ia merasa surai itu sudah pas, dengan cetakan ia mencetak surat itu dan di-scan. Scan-nya dikirim ke email Pak Sigit.
Belum sampai sepuluh menit Pak Sigit sudah membalas emailnya. Langsung saja ia membaca email tersebut.
Dear Radith,
Saya sudah menerima surat pengunduran diri anda. Saya sebenarnya menyayangkan anda keluar dari PT. Lelucon, karena anda merupakan badut tertampan di sini. Anak-anak kecil juga banyak yang suka dengan banyolan lucu anda. Namun saya tak dapat menahan anda lebih lama. Anda berhak mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik.
Salah dan khilaf selama saya jadi atasan anda mohon dimaafkan.
Sekian terima kasih
Sigit Hardadi.
Radith baru ingat hari ini belum memberikan kabar ke Rani. Cepat-cepat ia menyambar smartphone baru yang tergeletak di atas meja. Ia menekan nomor Rani.
“Halo.” Terdengar suara Rani di seberang telepon.
“Lagi apa nih?”
“Lagi santai aja. Nomor baru ya, Dith.”
“Iya. Aku sekarang dah nggak tinggal di kos Tandy lagi. Oh iya, aku nelpon kamu selain kangen, aku juga mau ngasih kabar baik sama kamu.”
“Oh ya, kabar baiknya aku mulai besok kerja jadi manager restoran loh.”
“Loh, kok bisa sih kamu jadi manager restoran dalam waktu singkat?”
Radith menceritakan awal ia cari kos baru, pertemuan dengan Reno sampai ditawari jadi manager restoran secara jelas dan rinci kepada Rani. “Yah, kalau kamu dah nggak kerja jadi badut berarti mulai besok kamu nggak akan datang ke rumahku buat bikin Andhina ketawa lagi dong?” Nada bicara Rani terdengar sendu.
“Kalau soal itu kamu tenang saja, aku tetap bakal ke rumah kamu kok bikin Andhina ketawa lagi. Kan itu syarat biar jadian sama kamu.”
“Ih, kamu bisa. Eh udah dulu ya, baterai hpku low nih mau changer dulu.”
“Oke, bye Rani sayang. Emmmuuuaaac.”