Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kampus Universitas Citra, Vano, seorang mahasiswa hukum yang cerdas dan karismatik, ditemukan tewas di ruang sidang saat persidangan penting berlangsung. Kematian misteriusnya mengguncang seluruh fakultas, terutama bagi sahabatnya, Clara, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang diam-diam menyimpan perasaan pada Vano.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadhisa A Ghaista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
keterikatan
Hari sudah larut malam ketika Rai, Andra, Rizky, dan Naya berkumpul di kafe tempat mereka biasanya bertemu. Suasana kafe yang biasanya ramai kini terasa sepi, hanya ada beberapa meja yang terisi. Lampu temaram memberi nuansa misterius di tengah ketegangan yang melingkupi mereka.
“Jadi, apa langkah selanjutnya?” Rizky memecah keheningan, menatap wajah-wajah teman-temannya yang tampak lelah namun penuh tekad.
“Menurut semua informasi yang kita miliki, kita perlu mencari tahu lebih banyak tentang hubungan antara Vano, Balqis, dan Rai,” Andra menjawab. “Ada sesuatu yang terlewatkan dari cerita mereka.”
Naya menunduk, wajahnya dipenuhi rasa bersalah. “Aku merasa semua ini mungkin karena aku. Jika aku tidak menjadikan Rai sebagai kambing hitam… mungkin semua ini tidak akan terjadi.”
“Tidak ada gunanya menyalahkan diri sendiri, Naya. Kita semua terlibat dalam situasi ini,” Rai menegaskan. “Yang penting sekarang adalah mencari tahu siapa yang sebenarnya berada di balik semua ini.”
Naya mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca. “Tapi bagaimana jika kita tidak menemukan apa-apa? Bagaimana jika Vano benar-benar hanya korban dari situasi yang tidak kita mengerti?”
“Kalau begitu, kita harus mencari petunjuk lebih lanjut. Kita harus menggali lebih dalam ke dalam dunia mereka,” Rizky menyarankan.
Andra berpikir sejenak. “Kita bisa mulai dari lukisan-lukisan Rai. Mungkin ada sesuatu di sana yang bisa memberi kita petunjuk lebih lanjut. Apakah kalian ingat lukisan dengan cat merah yang ditemukan di galeri?”
Rai mengangguk. “Ya, itu adalah lukisan wajah Rai yang bersedih. Kenapa cat merah ada di situ? Dan kenapa ada rosario di kalungnya?”
“Kalau kita bisa mencari tahu di mana Rai mendapatkan cat merah itu, kita mungkin bisa menemukan sesuatu,” Naya menambahkan.
“Dan kita harus berbicara lagi dengan Rai. Mungkin dia bisa memberi kita lebih banyak informasi,” Andra berujar.
Dengan keputusan untuk melanjutkan pencarian mereka, mereka meninggalkan kafe dan menuju kosan Rai. Malam semakin gelap, dan udara semakin dingin, menambah ketegangan di antara mereka. Setibanya di depan kosan, Rai mengetuk pintu dengan ragu. Tak lama kemudian, Rai muncul, terlihat lelah namun waspada.
“Rai, kita butuh bicara,” Rai berkata tegas.
“Kenapa? Ada apa?” Rai menjawab, suaranya penuh kebingungan.
“Kalau kita bisa bicarakan tentang lukisan-lukisanmu. Kita ingin tahu lebih banyak,” Andra menjelaskan.
“Lukisan? Kenapa?” Rai bertanya, mencurigai niat mereka.
“Karena ada sesuatu yang aneh tentang lukisan yang ditemukan di galeri,” Rizky menjawab. “Kita ingin tahu apakah kamu bisa menjelaskan makna di baliknya.”
Rai terlihat ragu sejenak, lalu mengangguk. “Baiklah. Masuklah.”
Mereka memasuki kosan Rai yang sempit dan sederhana. Dindingnya dipenuhi dengan lukisan-lukisan warna-warni, mencerminkan jiwa seniman yang peka. Namun, lukisan-lukisan itu juga menyimpan banyak rahasia.
“Ini lukisan yang dimaksud,” Rai menunjuk pada salah satu lukisan yang menggambarkan wajahnya dengan cat merah yang mencolok di bibir. “Ini adalah gambaran perasaanku ketika aku mendengar tentang Vano.”
“Kenapa ada cat merah?” Naya bertanya, meneliti lukisan itu.
“Cat merah itu mewakili rasa sakitku. Aku menciptakan lukisan ini setelah pertengkaran antara aku dan Vano. Aku merasa sangat marah dan kecewa,” Rai menjelaskan. “Tapi bukan hanya itu. Cat merah itu juga melambangkan sesuatu yang lebih dalam, mungkin sesuatu yang lebih gelap.”
“Apakah kamu merasa cat merah itu berhubungan dengan Vano?” Andra bertanya dengan hati-hati.
Rai terdiam sejenak. “Aku tidak tahu. Tapi saat aku menciptakan lukisan ini, aku merasa seolah ada sesuatu yang akan terjadi. Seolah ini adalah peringatan,” jawabnya.
“Peringatan? Apa maksudmu?” Rizky penasaran.
“Rasa sakit dan kehilangan itu seolah mengendalikan diriku. Saat aku melukis, aku merasa terikat dengan Vano. Seakan dia mengirimkan pesannya padaku melalui cat ini,” Rai menjawab, tatapannya mulai kabur.
“Kalau begitu, apakah kamu tahu siapa yang bisa mengakses cat merah itu?” Naya bertanya lagi.
“Tidak, aku tidak tahu. Tapi aku merasa ada seseorang yang mengawasi kami,” Rai menggelengkan kepala. “Seseorang yang sangat dekat dengan kami, tetapi tidak pernah kami duga.”
Mendengar itu, Andra merasa perasaan tidak nyaman di dadanya. “Kita harus mencari tahu lebih lanjut. Kita harus mencari tahu siapa yang memiliki akses ke lukisan dan siapa yang sebenarnya ada di balik semua ini.”
“Bisa jadi Balqis atau Naya,” Rai menambahkan. “Keduanya tampak terlalu terikat dengan Vano.”
Rizky mengangguk setuju. “Kita harus menggali lebih dalam. Jika kita bisa menemukan apa yang mereka sembunyikan, kita mungkin bisa menemukan kunci untuk mengungkap misteri ini.”
Setelah berdebat lebih lanjut tentang langkah-langkah yang harus diambil, mereka memutuskan untuk kembali ke galeri seni tempat lukisan-lukisan Rai dipamerkan. Mereka merasa bahwa jawaban mungkin tersembunyi di sana.
Saat mereka meninggalkan kosan Rai, atmosfer semakin tegang. Setiap langkah terasa berat, seolah mereka semakin dekat dengan kebenaran yang mungkin menghancurkan semua yang mereka percayai.
Sesampainya di galeri seni, malam itu sunyi. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di antara lukisan-lukisan yang masih tergantung di dinding. Rai merasa merinding saat menatap lukisan-lukisan itu, seolah mereka menyimpan rahasia yang tak terungkap.
“Jadi, apa yang kita cari di sini?” Andra bertanya.
“Kita harus mencari tahu apakah ada jejak yang tertinggal. Mungkin ada sesuatu yang bisa membantu kita,” Rai menjawab, menatap lukisan-lukisan yang dipajang.
Setelah mencari-cari dengan seksama, mereka menemukan lukisan yang tidak terlalu mencolok, namun mengingatkan mereka pada lukisan dengan cat merah. “Ini dia,” Rai berkata sambil menunjuk.
Ketika mereka memeriksa lukisan itu, mereka menemukan catatan kecil yang tersembunyi di belakangnya. Andra mengambil catatan itu dan membacanya dengan seksama. “Ini adalah informasi tentang pameran seni berikutnya, dan ada daftar nama peserta,” ujarnya.
Rai melirik ke arah daftar itu dan mendapati nama-nama yang sangat dikenalnya, termasuk nama-nama Balqis dan Naya. “Sepertinya kita tidak sendirian dalam semua ini. Ada yang ingin kita ketahui dari pameran ini,” Rai berkata, merasa hatinya berdebar.
“Aku merasa ada sesuatu yang lebih dalam dari ini. Kita harus kembali dan berbicara dengan semua orang yang terlibat,” Rizky menambahkan, yakin bahwa mereka semakin dekat dengan kebenaran.
Saat mereka beranjak pergi dari galeri, perasaan ketegangan semakin terasa. Semakin mereka menggali, semakin dalam mereka terjerat dalam misteri yang tak terduga. Apakah mereka akan menemukan kebenaran atau justru terperosok dalam jebakan yang lebih dalam?
Dengan tekad yang bulat, mereka berjanji untuk tidak berhenti sampai mereka menemukan jawaban. Keberanian mereka diuji, dan kebenaran yang tersembunyi siap terungkap—meskipun itu mungkin berbahaya bagi mereka semua.