NovelToon NovelToon
Between Hate And Love

Between Hate And Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Lucky One

Dira Namari, gadis manja pembuat masalah, terpaksa harus meninggalkan kehidupannya di Bandung dan pindah ke Jakarta. Ibunya menitipkan Dira di rumah sahabat lamanya, Tante Maya, agar Dira bisa melanjutkan sekolah di sebuah sekolah internasional bergengsi. Di sana, Dira bertemu Levin Kivandra, anak pertama Tante Maya yang jenius namun sangat menyebalkan. Perbedaan karakter mereka yang mencolok kerap menimbulkan konflik.

Kini, Dira harus beradaptasi di sekolah yang jauh berbeda dari yang sebelumnya, menghadapi lingkungan baru, teman-teman yang asing, bahkan musuh-musuh yang tidak pernah ia duga. Mampukah Dira bertahan dan melewati semua tantangan yang menghadang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menjenguk

“Gila banget ya, Naomi bisa berbuat segitu jauh,” celetuk seorang siswa, yang didukung oleh kerumunan kecil teman-temannya. “Dia nginjak tangan orang kayak gak ada rasa kasihan sama sekali.” “Iya, aku juga gak nyangka dia segitunya. Emang sih, Levin itu pacar idaman banyak cewek, tapi harusnya gak gini juga,” kata siswa lainnya. “Gak tahu deh, tapi kayaknya Naomi harus ke psikolog lagi. Dia kelihatan bener-bener gak stabil,” komentar siswa yang lain.

Beberapa siswa juga mulai berbicara tentang bagaimana Naomi sebelumnya juga terlibat dalam berbagai masalah, tetapi kali ini, tindakannya dianggap sebagai yang terburuk. “Dia udah banyak bikin masalah sebelumnya, tapi ini bener-bener keterlaluan. Dia udah kayak orang gila,” ujar seorang siswa dengan nada serius.

Rumor dan desas-desus menyebar di kalangan siswa, memperburuk citra Naomi di mata teman-temannya. Banyak dari mereka merasa terkejut dan bingung tentang apa yang sedang terjadi

Keesokan harinya, Dira tidak masuk sekolah, dan ketidakhadirannya membuat Dinda merasa cemas. Ia sangat ingin menjenguk Dira untuk memastikan kondisinya dan menawarkan dukungan. Dengan penuh tekad, Dinda memutuskan untuk mencari tahu alamat Dira.

Dinda memberanikan diri untuk mendekati Levin, yang dikenal sebagai salah satu teman Dira. Dengan harapan tinggi, ia bertanya tentang alamat Dira, berharap Levin bisa membantunya. Namun, Levin tampak acuh tak acuh dan sama sekali tidak menggubris permintaan Dinda.

“Ah, gila!” seru Dinda dalam hati, frustrasi. “Si Levin itu sangat sombong.” Dengan semangat yang tidak mudah padam, Dinda memutuskan untuk mencari alternatif lain. “Aku minta bantuan Gerry saja,” pikirnya. “Dia mungkin bisa membantu lebih baik daripada Levin yang tidak peduli itu.”

Dinda bergegas mencari Gerry, merasa sedikit lebih optimis tentang kemungkinan menemukan alamat Dira dan menjenguknya. Dinda, dengan penuh harapan, menemui Gerry untuk meminta bantuannya melacak alamat rumah Dira. Namun, saat Dinda mulai menjelaskan permintaannya, Gerry menggelengkan kepala dan menolak. “Enggak, Din. Kalau si Levin tahu, dia bisa ngamuk sama gue,” ujarnya, menatap Dinda dengan nada tegas.

Dinda tidak menyerah, dan dengan senyum memikat, ia mencoba merayu Gerry. “Yah, lo gitu. Nanti gue traktir deh,” ucapnya dengan penuh pengertian.

Gerry, yang awalnya enggan, mulai melunak. Ia memandang Dinda dengan rasa heran, lalu akhirnya mengangguk. “Okey, gue bantuin,” gumam Gerry, merasa terpengaruh oleh tawaran traktiran yang menggiurkan.

Dinda tersenyum puas, merasa sedikit lega karena akhirnya mendapatkan bantuan yang ia butuhkan. Dengan Gerry di sisinya, ia merasa langkahnya menuju alamat Dira akan lebih mudah, dan ia tidak sabar untuk segera menjenguk temannya.

...****************...

Seharian di rumah dengan kondisi tubuh yang tidak fit, Dira merasa sangat bosan dan frustrasi. Ia terbaring di tempat tidur, memandang langit-langit kamar dengan rasa jenuh yang mendalam “Gara-gara si cewek alay itu, gue jadi begini,” umpat Dira dengan nada kesal, merasa semua masalahnya disebabkan oleh kejadian yang mengganggu kehidupannya.

Tiba-tiba, suara pintu dari kamar sebelah, yang merupakan kamar Levin, terdengar dengan jelas. “Ceklek.” Suara pintu yang dibuka menarik perhatian Dira, memecah keheningan kamar. Dira merasa kelelahan dan kesakitan saat berusaha berdiri dengan kaki yang pincang.

Melihat kondisi kakinya yang terbalut perban sudah mulai kotor, ia menyadari bahwa ia perlu bantuan untuk menggantinya. “Ah, sepertinya gue harus minta bantuan Levin buat ganti perban gue,” ujarnya, mencoba berdiri meskipun kesulitan.

Dengan langkah pincang, Dira menuju pintu kamar Levin. Ia mengetuk pintu dengan harapan tinggi. “Levin, bisa tolong bantu gue sebentar? Perban gue sudah kotor dan gue tidak bisa ganti sendiri.”

Dari dalam kamar, terdengar suara Levin yang tegas. “Aku tidak mau membantumu,” tolak Levin dengan nada datar, tidak menunjukkan niat untuk membantu.

Dira menghela napas, merasa frustrasi.

“Sialan banget. Gue benar-benar butuh bantuan dan dia malah menolak,” pikirnya, merasa sedikit putus asa. Dinda dan Gerry akhirnya sampai di depan rumah Levin setelah berusaha keras melacak alamatnya. Saat mereka berdiri di depan gerbang yang megah, mereka tak bisa menahan kekaguman.

“Wah, gila sih, ini rumah,” ujar Dinda, terpesona oleh kemewahan dan ukuran rumah yang mereka lihat.

Tiba-tiba, perhatian mereka teralihkan oleh sosok yang keluar dari rumah tersebut. Vanya, adik Levin, muncul dari dalam rumah dengan gaya santai. Dinda dan Gerry tidak ragu untuk menyapa, melambaikan tangan mereka dengan ceria.

“Vanya!” seru Dinda dan Gerry secara bersamaan, berusaha menarik perhatian Vanya. Vanya, yang awalnya tampak terkejut dengan kehadiran mereka, segera menyadari siapa mereka dan memberikan senyum ramah. “Oh, halo! Kalian siapa?” tanya Vanya dengan nada yang ramah, meskipun sedikit bingung.

Dinda tersenyum lebar. “Kami teman Dira. Kami datang untuk menjenguk Dira...

...****************...

Dinda dan Gerry akhirnya sampai di depan rumah Levin setelah berusaha keras melacak alamatnya. Saat mereka berdiri di depan gerbang yang megah, mereka tak bisa menahan kekaguman. “Wah, gila sih, ini rumah,” ujar Dinda, terpesona oleh kemewahan dan ukuran rumah yang mereka lihat.

Tiba-tiba, perhatian mereka teralihkan oleh sosok yang keluar dari rumah tersebut. Vanya, adik Levin, muncul dari dalam rumah dengan gaya santai. Dinda dan Gerry tidak ragu untuk menyapa, melambaikan tangan mereka dengan ceria.

“Vanya!” seru Dinda dan Gerry secara bersamaan, berusaha menarik perhatian Vanya. Vanya, yang awalnya tampak terkejut dengan kehadiran mereka, segera menyadari siapa mereka dan memberikan senyum ramah. “Oh, halo! Kalian siapa?” tanya Vanya dengan nada yang ramah, meskipun sedikit bingung.

Dinda tersenyum lebar. “Kami teman Dira. Kami datang untuk mencari Levin. Ada urusan penting yang harus dibicarakan dengan dia.

Dari dalam kamar, Dira yang sudah merasa frustrasi tidak bisa lagi menahan kemarahannya. “Levin, kalo lo gak mau bantuin gue, gue minta bantuan Tante Maya aja!” teriaknya dengan nada yang penuh kekesalan.

Mendengar ancaman itu, Levin langsung keluar dari kamarnya dengan ekspresi yang menunjukkan bahwa ia tidak punya pilihan lain. “Yaudah, ayo masuk,” ucap Levin dengan nada terpaksa, akhirnya setuju untuk membantu Dira.

Levin mengambil kotak obat dari lemari, lalu mengikuti Dira yang sudah menunggu di kamar dengan kesal. Dira berbaring di tempat tidur, mencoba menahan rasa sakitnya sementara Levin mulai membuka kotak obat dan mempersiapkan perban yang bersih.

Saat Levin mulai mengganti perban Dira, Dira tidak bisa menahan rasa penasarannya. “Gue penasaran, kenapa si Naomi itu bisa obsesi banget sama lo?” tanya Dira dengan nada ingin tahu, mencoba mengalihkan perhatian dari rasa sakitnya.

Levin mengangkat kepalanya, tampak sedikit terkejut dengan pertanyaan Dira. “Naomi? Kenapa lo tanya tentang dia?“Ya gue cuman penasaran, kenapa dia segitunya sama lo sampai bikin gue kaya gini” tanya Dira yang sangat penasaran “sudah gue bilang lo cukup belajar saja di sekolah, dan hindarin si Naomi itu” tegas Levin meninggikan suaranya, ketegangan mereka tiba-tiba terputus oleh suara ketukan pintu yang tiba-tiba. Baik Dira maupun Levin tampak terkejut, saling berpandangan dengan rasa heran. Levin berdiri dan berjalan menuju pintu kamar dengan langkah ragu.

Ketika Levin membuka pintu, ia terkejut melihat Dinda dan Gerry berdiri di depan pintu kamar dengan ekspresi penuh harapan. “Dinda? Gerry?” ucap Levin dengan nada tak percaya, masih tidak bisa mempercayai kedatangan mereka.

Dinda dan Gerry tersenyum lebar, merasa lega melihat Levin. “Halo, Levin. Kami datang untuk mencari Dira. Dira butuh bantuan,” kata Dinda, mencoba menjelaskan situasi sambil melirik Dira yang berada di tempat tidur.

Dira yang melihat Gerry dan Dinda langsung keluar dari kamar Levin “kalian apa disini?” tanya Dira ragu karena Levin menatap mereka tajam “ayo masuk kamar gue saja” Dira membawa Dinda dan Gerry ke kamarnya, sementara Levin langsung menutup pintu kamarnya. sementara Levin langsung menutup pintu kamarnya

1
and_waeyo
Semangatt nulisnya kak, jan sampai kendor❤️‍🔥
Lucky One: makasih udah mampir
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!