Sepasang Suami Istri Alan dan Anna yang awal nya Harmonis seketika berubah menjadi tidak harmonis, karena mereka berdua berbeda komitmen, Alan yang sejak awal ingin memiliki anak tapi berbading terbalik dengan Anna yang ingin Fokus dulu di karir, sehingga ini menjadi titik awal kehancuran pernikahan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyembuhkan Luka
Waktu berlalu, dan meskipun luka Anna tidak sepenuhnya sembuh, ia mulai belajar bagaimana untuk menghadapinya. Setiap hari ia berjuang dengan perasaan-perasaan yang datang dan pergi—kadang sesak, kadang lega. Namun satu hal yang ia pelajari dengan pasti adalah bahwa ia tidak bisa terus terbelenggu dalam masa lalu. Ia harus bergerak maju.
Setelah perpisahannya dengan Alan, Anna memutuskan untuk berfokus pada dirinya sendiri. Ia mulai kembali ke dunia yang dulu ia tinggalkan, dunia di mana ia bisa menjadi siapa dirinya tanpa merasa terikat atau tertekan. Ia kembali berhubungan dengan teman-temannya, dan meskipun ada rasa kesendirian yang menyelubungi, ia merasa sedikit lebih bebas.
Suatu hari, Anna berjalan di taman saat sore hari. Udara segar dan langit yang mulai gelap dengan semburat merah muda memberi kedamaian pada pikirannya. Ia berhenti sejenak untuk duduk di bangku taman, menikmati keheningan yang jarang ia rasakan akhir-akhir ini.
Di saat itulah ia bertemu dengan seorang pria—namanya Rian. Ia tidak tahu mengapa, tetapi ada sesuatu dalam diri Rian yang membuat Anna merasa nyaman. Rian tampak santai, dengan senyum yang tulus dan tatapan yang penuh perhatian. Mereka berdua mulai berbicara, dimulai dengan percakapan ringan tentang cuaca, lalu berkembang menjadi pembicaraan yang lebih dalam.
Rian adalah seorang pengusaha muda yang baru saja pindah ke kota ini. Ia tampak seperti orang yang sangat ambisius, namun tidak terlihat terburu-buru untuk mencapai tujuannya. Percakapan mereka mengalir begitu alami, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Anna merasa ada sesuatu yang mengalir dalam dirinya—sebuah rasa nyaman yang ia nyaris lupakan.
Namun, meskipun rasa itu ada, Anna masih merasa cemas. Bagaimana bisa ia membuka hati lagi setelah apa yang terjadi dengan Alan? Bagaimana jika rasa sakit yang sama terulang lagi? Anna tahu ia harus berhati-hati. Tetapi Rian tidak memaksanya untuk berbicara tentang masa lalunya. Ia hanya mendengarkan dan memberi ruang untuk Anna bergerak sesuai keinginannya. Itu adalah hal yang paling penting, kata Anna pada dirinya sendiri—ruang untuk sembuh.
Beberapa minggu berlalu, dan hubungan Anna dengan Rian mulai semakin dekat. Mereka mulai menghabiskan waktu bersama, saling berbicara tentang impian dan tujuan hidup masing-masing. Anna merasa ada harapan baru yang perlahan tumbuh dalam dirinya. Meskipun ia masih merasa takut untuk mencintai lagi, perlahan ia belajar untuk membuka hatinya. Rian, dengan kesabarannya, memberikan dukungan yang Anna butuhkan, meskipun tanpa paksaan.
Namun, meski segala sesuatu tampak berjalan baik, bayang-bayang Alan tetap menghantui Anna. Terkadang, di tengah malam, ia terbangun dan merasa tercekik oleh perasaan bersalah dan penyesalan. Meskipun ia tahu ia sudah membuat keputusan yang tepat untuk meninggalkan Alan, perasaan itu tak bisa sepenuhnya hilang begitu saja. Ia merasa seolah-olah meninggalkan sebagian dari dirinya bersama Alan, dan itu menyakitkan.
Rian menyadari bahwa ada sesuatu yang masih mengganggu Anna. Ia tidak tahu pasti apa yang terjadi di masa lalu Anna, tetapi ia tahu bahwa Anna belum sepenuhnya sembuh. Pada suatu malam, mereka duduk bersama di sebuah kafe yang tenang. Rian melihat Anna yang tampak gelisah, matanya berkaca-kaca.
“Ada yang ingin kau bicarakan?” tanya Rian dengan lembut, menatapnya penuh perhatian.
Anna terdiam sejenak, mengumpulkan kata-kata. Akhirnya, ia menghela napas panjang. “Aku merasa... aku tidak bisa melepaskan masa laluku, Rian,” katanya pelan. “Aku merasa seperti aku masih membawa beban itu. Seperti aku masih terikat dengan sesuatu yang tidak bisa aku ubah.”
Rian mengangguk dengan pengertian. Ia menggenggam tangan Anna dengan lembut. “Aku mengerti, Anna. Tapi kau tidak perlu merasa seperti itu. Kau sudah membuat pilihan untuk dirimu sendiri, dan itu adalah hal yang paling penting. Masa lalu adalah bagian dari siapa kau, tapi itu tidak harus menentukan siapa kau di masa depan.”
Anna menatapnya, merasa ada kehangatan dalam kata-kata Rian. Ia tahu bahwa Rian mencoba memberikan dukungan terbaiknya, tetapi perasaan takut dan keraguan itu masih ada. Ia ingin mempercayai Rian, tetapi ia tidak ingin terburu-buru. Setiap langkah yang ia ambil, ia ingin itu datang dengan keyakinan, tanpa ada rasa takut atau penyesalan.
---
Perubahan dalam Diri Anna
Hari demi hari, Anna mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Ada rasa damai yang perlahan mengalir, meskipun ia tahu proses ini tidak akan cepat. Ia tidak lagi merasa terjerat oleh rasa bersalah atau ketakutan tentang masa depan. Ia belajar untuk menerima dirinya dengan segala kekurangan dan luka yang ada. Meskipun bayang-bayang Alan masih muncul di beberapa kesempatan, Anna tahu bahwa ia sudah siap untuk melangkah maju, meskipun perlahan.
Suatu hari, saat ia sedang duduk di balkon apartemennya, melihat matahari terbenam dengan indah, Anna merasakan sebuah kebebasan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia tahu bahwa ia telah melalui banyak hal, dan meskipun luka itu tidak akan pernah benar-benar hilang, ia bisa belajar untuk hidup dengannya. Ia bisa memilih untuk tidak membiarkan masa lalunya mendikte masa depannya.
Saat itu, Rian menghubunginya, mengajak makan malam di sebuah restoran kecil yang nyaman. Ketika Anna datang, Rian menyambutnya dengan senyum hangat, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Anna merasa benar-benar bahagia. Mungkin tidak ada jaminan untuk masa depan, tetapi yang penting adalah bagaimana mereka memilih untuk menjalani hari ini, bersama.
Saat makan malam, Rian menatap Anna dengan penuh perhatian. “Kau tahu, aku sangat bangga padamu, Anna. Kau begitu kuat. Dan aku akan selalu ada untuk mendukungmu.”
Anna tersenyum, merasakan hangatnya kata-kata Rian. Ia tahu bahwa ini bukan akhir dari perjalanan hidupnya, tetapi mungkin ini adalah awal dari bab baru yang lebih baik.
Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Namun, satu hal yang Anna tahu pasti adalah bahwa ia sudah memulai untuk melepaskan masa lalunya, dan itu adalah langkah pertama menuju kebebasan yang sejati. Ia siap untuk menjalani hidupnya dengan penuh harapan—tanpa terikat, tanpa ketakutan, dan tanpa penyesalan.