Berkisah Delima, seorang janda yang menikah lagi dengan seorang pria hanya bermodalkan ingin kejelasan tentang kematian suaminya. Ia hanya mencari kebenaran saja, apa suaminya meninggal karena kecelakaan jatuh di tempat kerja atau memang sengaja mengakhiri hidupnya karena alasan pinjaman online?. Atau memang ada alasan lain dibalik itu semua.
Pernikahannya dengan seorang pria bernama Adil. Mampu membuka beberapa fakta yang sangat ingin diketahuinya. Namun disaat bersamaan kebahagiaan rumah tangganya bersama Adil terancam bubar karena kesalahpahaman.
Mampu kah Delima mempertahankannya atau justru menyerah dengan keadaannya?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Fia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Adil Untuk Delima
Setibanya di rumah sakit, Meta, Om David dan Om Davis langsung menghampiri Adil. Namun Meta yang pertama buka suara namun dengan nada penuh kemarahan.
"Kok bisa nenek masuk rumah sakit lagi? Baru juga kemarin pulang dari rumah sakit. Kamu udah enggak perhatian lagi sama nenek karena udah nikah. Jangan gitu Adil, kalau enggak bisa urus lagi biar kami yang urus saja."
Kata-kata Meta sangat menganggu telinga Adil. Bukan hanya Adil saja melainkan Delima juga sebagai istri Adil dan orang yang tinggal bersama nenek. Delima sangat tahu betapa Adil begitu sayang dan memperhatikan sang nenek.
Selama ini pun Meta sudah sangat berusaha untuk membuat nenek supaya mau tinggal bersamanya. Agar lebih gampang dipengaruhinya sebab ia memiliki tujuan lain, yaitu menguasai seluruh harta kekayaan keluarga.
"Biar aku dan Om kamu yang menjaga nenek, kamu dan istri kamu pulang aja." Terang-terangan Meta mengusir Adil dan Delima.
Om Davis menepuk pundak Adil dan ia setuju dengan apa yang dikatakan istrinya.
"Iya, biar kami yang menjaganya. Kamu ajak istrimu pulang. Lagi pula kamu ada pekerjaan 'kan?."
Adil menatap sang nenek dari kaca, neneknya masih tertidur pulas. Benar ia ada pekerjaan dari Papanya, tapi bisa ia tinggalkan demi sang nenek. Namun karena saat ini ada Meta, orang yang tidak pernah akur dengannya. Maka ia lebih memilih untuk pulang bersama Delima.
"Kami pulang, Om" pamit Adil. Lalu segera pergi dari hadapan mereka semua.
Meta dan Om Davis sama-sama menarik napas panjang lalu saling melempar pandangan. Lantas kepala Om Davis mengangguk dan memberi kode untuk segera masuk ke dalam ruangan nenek.
"Kamu hati-hati."
"Iya."
Meta masuk ke dalam ruangan. Tak menunggu lama, ia mengeluarkan tinta lalu menaruhnya pada jempol sebelah kanan nenek. Dengan cepat ia mengeluarkan bebarapa kertas lalu kosong lalu menaruh tanda jari jempol di atas beberapa lembar kertas kosong tersebut. Senyum penuh kemenangan pun terlihat jelas dari raut wajah Meta yang tertangkap mata suaminya.
"Semuanya sudah ada di tangan kita." Meta mendekap tasnya erat-erat.
Om Davis mengangguk sambil tersenyum.
.....
Adil hanya diam sepanjang perjalanan menuju rumah. Ia tak pernah habis pikir dengan sikap Meta yang selalu memusuhinya. Sampai saat ini juga Adil tak mengetahui karena apa. Delima juga hanya diam, ia cukup senang dengan sikap suaminya yang bisa menguasai emosi. Tidak terpancing dengan kata-kata Meta yang memang sangat menyakitkan.
"Aku kira tante Meta akan menggantikan peran Mama ku yang telah meninggal. Mengingat mereka adalah sahabat baik." Adil mengeluarkan keluh kesahnya yang ia simpan selama ini akan sosok Meta.
"Oh ya mereka sahabat baik?." Delima cukup kaget dengan informasi yang disampaikan Adil. Karena kalau tidak salah ingat cerita dari Sopian sangat berbeda.
"Hmmm, kata nenek. Tapi..." Adil menjeda ucapannya. Lalu ia menepikan mobilnya di tempat aman. Hatinya benar-benar sedang kacau.
Adil menarik napas, Delima yang duduk di samping menunggu kelanjutan kata-kata Adil.
"Aku pernah mendengar keributan antara nenek dan tante Meta. Dimana perempuan itu mengaku sangat iri dengan kehidupan Mama ku yang menurutnya sempurna sehingga ia merasa senang dengan meninggalnya Mama ku." Sambung Adil.
"Tapi aku juga enggak tahu kalau ternyata terbawa sampai sekarang terhadap aku dan Papa. Bahkan sekarang mungkin lebih parah, atau itu hanya perasaan aku saja." Adil mengusap wajahnya lalu menatap Delima.
Tangan Delima terulur langsung mengusap punggung Adil saat kepala Adil bersandar pada kemudi.
"Mas tahu apa yang membuatnya iri, apa hanya karena hidup Mas dan Mama Papa yang sempurna atau ada hal lain?." Tanya Delima.
Adil diam sejenak, menatap jalanan yang mulai dipadati kendaraan roda empat.
"Aku pernah menyelidiki tentang tante Meta dan aku baru tahu ternyata ia mantan seorang pekerja malam."
"Hah?" mulut Delima terbuka lebar namun hanya sebentar karena detik berikutnya ia menutup dengan kedua tangan.
"Maaf Mas Adil" kata Delima takut menyinggung Adil. Karena bagaimana pun Meta sekarang bagian dari keluarga besar Santoso.
"Enggak apa-apa sayang. Pasti siapa pun akan kaget kalau tahu asal usul tante Meta." Tangan Adil mengusap lembut wajah halus Delima.
Delima tersenyum dan Adil kembali melajukan mobilnya perlahan.
Hampir dua jam lamanya mereka terjebak macet, kini Adil dan Delima sudah berada di dalam kamar. Adil yang baru keluar dari kamar mandi langsung menghampiri Delima yang sedang duduk di tepi ranjang. Wanita itu merapikan pakaian nenek yang akan dibawa Sopian.
"Mas mau makan lagi enggak?" tanya Delima setelah selesai memasukkan pakaian nenek ke dalam tas.
"Tidak sayang" Adil menggeleng. Ia mendaratkan bokongnya di samping Delima.
"Mas tidak lapar?."
"Lapar, tapi lapar yang lain." Adil menggoda Delima sambil meletakkan tangan nakalnya pada dada Delima.
Delima tersenyum. "Baik, tapi aku harus mengantar ini pada Mas Sopian dulu. Mungkin Mas Sopian sudah menunggu di luar."
"Biar aku yang kasih ke Mas Sopian." Setelah mengecup bibir Delima sekilas.
"Iya...Mas..." Delima mengusap bibir Adil karena lipstiknya menempel di sana.
Adil mengambil tas dari tangan Delima lalu keluar kamar. Memberikan tasnya pada Sopian yang sudah bersiap ke rumah sakit. Kemudian secepatnya Adil kembali lagi ke dalam kamar, menikmati malam yang masih panas-panasnya bersama sang istri tercinta.
Dan terjadi lagi, Adil dan Delima mendapatkan kenikmatan sekaligus kebahagiaan tak terkira dari penyatuan mereka.
"Terima kasih sayang" Adil mengecup kening Delima.
Delima semakin dalam menempelkan kepalanya pada dada bidang Adil lalu mengangguk. Matanya pun terpejam karena rasa lelah, puas dan kantuk datang bersamaan. Tak lama pun Adil menyusul.
Delima yang turun lebih dulu dikejutkan dengan keberadaan Meta di ruang tengah.
"Biasa kalau Nyonya rumah berasal dari orang miskin bangunnya pagi beda sama Nyonya sesungguhnya." Hina Meta sambil berdiri tepat di depan Delima.
"Memangnya kenapa kalau aku miskin? Aku rasa itu lebih baik dari...." sengaja Delima menggantung ucapannya. Memancing Meta bereaksi atas kelancangan mulutnya.
Delima tidak takut sama sekali pada Meta, justru ia ingin membalas perbuatan Meta yang telah menyakiti suaminya.
Pancingannya berhasil hingga Meta berbuat kasar pada Delima dengan mendorong tubuh Delima hingga mundur beberapa langkah namun tidak sampai terjatuh.
"Apa maksudnya, hah? Kamu mau ribut? dasar janda gatal miskin pula."
Delima tersenyum mengejek. "Setidaknya itu lebih baik, hanya mantan satu suami dari pada mantan semua pria hidung belang." Kata Delima setengah berbisik.
Seketika wajah Meta memerah, seolah ia ditampar oleh tangan Delima. Namun rasanya jauh lebih panas dan perih. Kata-kata Delima sangat melukai harga dirinya yang dengan susah payah ia bangun dengan menjadi seorang Nyonya Santoso.
"Kamu salah berurusan dengan ku, kamu tidak tahu seberapa mengerikannya aku. Aku bisa membuat mu tidak melihat dunia lagi seperti... " Meta terdiam sambil menatap tajam pada Delima. Hampir saja ia kelepasan bicara.
"Seperti siapa? Mama Indira?." Tanya Delima sambil tersenyum.
Meta masih terdiam dan tetap bersikap santai meksi ia sangat panik kalau Delima mencurigainya.
"Ha...ha...anak kemarin mau jadi pahlawan dan sok tahu." Meta mengatakannya bernada ejekan. Akan tetapi Delima cukup tersenyum menanggapinya.
"Aku peringatkan sekali lagi, jangan coba-coba mengusik aku. Kamu tidak tahu seberapa berbahayanya aku. Jadi minggir dan jauh-jauh dari semua yang berhubungan dengan ku." Meta menabrakkan tubuhnya pada Delima sampai Delima kembali mundur sambil menahan rasa sakit pada dadanya. Lalu Meta melangkah menuju kamar nenek.
Delima mengusap dadanya sambil menatap punggung Meta yang menghilang di kamar nenek.
Bersambung