Setelah terbangun dari mimpi buruk di mana ia dibunuh oleh pria yang diam-diam ia kagumi, Ellison, Queen merasa dunianya berubah selamanya.
Sejak hari itu, Queen memutuskan untuk tidak lagi terlibat dalam kehidupan Ellison. Dia berhenti mengejar cintanya, bahkan saat Ellison dikelilingi oleh gadis-gadis lain. Setiap kali bertemu Queen akan menghindar- rasa takutnya pada Ellison yang dingin dan kejam masih segar dalam ingatan.
Namun, segalanya berubah saat ketika keluarganya memaksa mereka. Kini, Queen harus menghadapi ketakutannya, hidup dalam bayang-bayang pria yang pernah menghancurkannya dalam mimpinya.
Bisakah Queen menemukan keberanian untuk melawan takdirnya? Mampukah dia membatalkan pertunangan ini atau takdir memiliki rencana lain untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Di kelas 2G, Queen duduk di kursinya, memandangi papan tulis dengan tatapan kosong. Sepupunya, Nathan, telah menjadi bayang-bayang yang tak lepas dari sisinya belakangan ini.
Awalnya, kehadirannya menyisakan perasaan risih di hati gadai itu, namun lambat laun, kehangatannya mulai memberi kenyamanan.
Saat itu, Queen asyik menggoreskan pensilnya di atas kertas, mencatat hal-hal penting dari pelajaran yang baru saja dijelaskan guru.
"Than," panggilnya sambil tetap fokus pada catatannya, tidak menoleh sedikit pun ke arah Nathan.
"Hm?" sahut Nathan pelan, matanya tak lepas dari observasi terhadap sepupunya itu.
"Kenapa lo pinter banget? Semua pelajaran lo bisa, tak terkecuali. Gue bangga punya saudara seperti lo," ujarnya dengan mata berbinar.
Nathan hanya tersenyum miring, merespons dengan nada bersahaja. "Bisa aja muji-mujiannya, gak usah lebay," balasnya dengan nada ringan.
"Siapa yang lebay? Lo harus ajarin gue pelajaran matematika dan fisika," desak Queen semangat.
"Dengan senang hati, Tuan Putri!" seru Nathan, senyumnya semakin lebar.
"Asal lo tahu, kak Chiko lebih dari segalanya," kata Nathan lagi.
Queen mengerutkan keningnya tak mengerti, "kak Chiko?"
Nathan hanya tersenyum tipis memaklumi Queen tidak mengingatnya. "Kak Chiko itu kakan gue, dia menjadi salah satu mahasiswa paling jenius,"
Queen hanya mengangguk, tak ingin bertanya lagi. Lagipula dia tidak ingin mengenal keluarga Nathan. Dia saja bisa dekat dengan Nathan atas desakan ayahnya yang mengatakan bahwa Nathan tidak berbahaya.
Tiba-tiba, dari arah pintu, terdengar seseorang memanggil, "Vale!"
Queen mengernyitkan dahi, mendongakkan kepalanya.
Seorang gadis berlari ke arah mereka, napasnya terengah-engah. "Di depan ditunggu Kak Gio," lanjutnya, masih berusaha mengatur napas.
Queen mengernyitkan dahinya lagi, sedikit terganggu dengan berita yang dihadirkan gadis itu.
Nathan hanya memperhatikan dengan ekspresi tenang, seolah menanti apa yang akan dilakukan Queen selanjutnya.
"Kak Gio?" suara Queen bergetar dengan kebingungan yang tak biasa, matanya memerhatikan si perempuan di hadapannya yang hanya mengangguk pelan, sepertinya setuju apa yang di gumamkannya.
***
The Devil, sebuah sindikat tersembunyi dengan tiga markas; Markas Utama bagi anggota inti, Markas 001 untuk junior tingkat dua, dan Markas 002 untuk junior tingkat tiga.
Masing-masing markas berdiri di daerah yang berbeda namun diatur dalam hirarki yang ketat, masing-masing dipimpin oleh ketua terpilih yang tak lain adalah Ellison, pendiri dan pemimpin tertinggi The Devil.
Hanya segelintir orang yang benar-benar mengenal siapa sosok di balik topeng pemimpin utama ini, karena Ellison selalu memakai topeng saat berhadapan dengan anggota lain selain inti.
Di depan markas utama The Devil, Queen terpana menatap bangunan mewah yang menjulang tinggi.
"Ayo masuk," ajak Gio, sambil mematikan mesin motornya.
Gio terus diam, menolak menjawab setiap pertanyaan Queen selama perjalanan dari sekolah hingga ke sini, meningkatkan rasa penasaran gadis itu.
Menghela nafas berat, Queen mengikuti Gio yang melangkah cepat menuju dalam mansion. Pengawal dan pelayan sibuk berlalu lalang, dan Queen memberikan mereka senyum singkat.
Sesampai di ruang tamu, beberapa anggota inti sudah duduk bersantai di sofa dengan ekspresi datar. Pandangan Queen terhenti pada seorang yang duduk sendirian, menyilang kaki sambil menatapnya dengan pandangan tajam.
"Apa yang lo lakukan kepada Rhea, Vale?" tanya Ellison dengan nada ketus, tanpa mempersilakan Queen untuk duduk.
Queen mengernyitkan dahi, bingung dengan pertanyaan Ellison yang terkesan cepat. "Kak Rhea?" tanyanya bingung, lalu menoleh ke arah Gio, mencari bantuan untuk menjawab pertanyaan Ellison.
Gio hanya menatap datar gadis di depannya. Sebenarnya dia tidak tega melihat wajah kebingungan Queen.
Beralih ke Ellison menatap Queen dengan mata mencari tahu. "Semalam lo dimana?" tanyanya dengan nada yang agak mencurigai. "lo ke club?"
Queen menghela napas, "Aku cuma nemanin Rena ke club."
Dari sisi lain, Sean, dengan tatapan dingin yang tak lepas dari wajah Queen, menyela, "Lo ketemu sama Rhea?"
Queen menelan ludah, terdiam sesaat sebelum berkata, "Ya, di pintu masuk, aku ketemu kak Rhea. Lalu kak Rhea langsung masuk ke dalam."
"Lo ikut ke dalam?" potong Dion dengan rasa ingin tahu yang tak tersembunyi.
Queen menggeleng lemah, "Nggak kok, Rena larang aku, jadi aku tunggu di parkiran saja."
Tiba-tiba, suara Ellison memecah keheningan, sedikit meninggi penuh tuduhan. "Apa lo yang jebak Rhea?" Katanya sambil melangkah mendekat, mengejutkan Queen yang belum pernah melihat Ellison berteriak seperti itu di hadapannya.
"Maksud Kak Ell apa? aku gak ngerti," sahut Queen sambil menatap lekat-lekat pada Ellison, tubuhnya mulai bergetar karena ketakutan.
"jangan panggil gue Ell, karena orang-orang tertentu yang bisa manggil gue itu, Sahabat gue aja enggak pernah manggil gue itu," kata Ellison dingin.
"maaf, " Queen hanya mampu menunduk dengan air mata mengenang di pelupuk matanya.
Ellison menyambung dengan nada tegas, "Rhea ngaku lo yangjebak dia semalam."
Queen berusaha menyangkal dengan lembut di sertai isak tangis, "Aku langsung pulang setelah Rena selesai, Kak."
Tapi Queen, dengan suara meninggi, menuduh, "Jangan berbohong, Vale! gue tahu lo, "
Queen menutup kedua telinganya sambil menggeleng cepat, "bukan aku kak, bukan aku! " teriak Queen.
Deg!
Tiba-tiba detak jantung Ellison tak karuan, dia memegang erat dadanya setelah berteriak di depan Queen. Entah perasaan apa itu, yang jelas dia sangat menyesali telah meninggikan suara.
Ellison langsung menepis perasaan itu, lalu berjongkok didepan Queen. Merasa semakin geram, Ellison mencengkeram dagu Queen dengan keras, memaksa gadis itu menatapnya, air mata kini jelas terlihat mengalir di wajah Queen.
"Kalau bicara, lihat orangnya!" serunya tegas.
Ellison menatap tajam ke mata Queen, lantas seraya mengendurkan cengkeramannya di dagu gadis itu, tatapannya terkunci pada kedalaman matanya.
Queen memukul-mukul dada Ellison sambil menangis histeris, "Kak Ell jahat, kak Ell enggak sayang lagi sama Uin."
"Aku benci kak Ell! " Teriak Queen sebelum keluar dari tempat itu.
"Uin?" Gumam Ellison meresapi setiap kata yang di keluarkan oleh Queen.
Entah sadar atau tidak, secara tidak langsung Queen sudah mengungkapkan identitasnya di depan Ellison.
seru cerita nya🙏
GK jd mewek UIN🤭
ko ada aja yg GK suka