Lavina tidak pernah menyangka akan dijodohkan dengan seorang duda oleh orang tuanya. Dalam pikiran Lavina, menjadi duda berarti laki-laki tersebut memiliki sikap yang buruk, sebab tidak bisa mempertahankan pernikahannya.
Karena hal itu dia menjadi sanksi setiap saat berinteraksi dengan si duda—Abyan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu Lavina mulai luluh oleh sikap Abyan yang sama sekali tidak seperti bayangannya. Kelembutan, Kedewasaan Abyan mampu membuat Lavina jatuh hati.
Di saat hubungannya mulai membaik dengan menanti kehadiran sosok buah hati. Satu masalah muncul yang membuat Lavina memutuskan untuk pergi dari Abyan. Masalah yang membuat Lavina kecewa telah percaya akan sosok Abyan—duda pilihan orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my_el, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duda 17
Tak terasa waktu berlalu dengan cepat. Kini usia kehamilan Lavina sudah memasuki bulan ke tiga. Morning sickness yang dialami ibu hamil itu, pun sudah berkurang seiring berjalannya waktu. Akan tetapi, sifat manja Lavina masih tetap ada, malah semakin parah.
Ke mana pun Abyan melangkah di belakangnya pasti ada sosok Lavina yang ikut serta. Jika Abyan ke kama mandi, maka ibu hamil muda itu akan senantiasa menunggu di depan pintu kamar mandi. Sepertinya, kehamilan Lavina merupakan wujud sang cabang bayi tak ingin jauh dari sang ayah.
“Nanti ada sekretaris Mas ke sini. Kamu di dalam kamar saja, ya, Lav,” ujar Abyan dengan hati-hati supaya sang istri tidak tersinggung.
“Aku gak suka dia ke sini terus.” Mata Lavina berkilat marah.
Tentu saja Abyan paham akan ke-tidak sukaan Lavina kepada sekretarisnya itu. Apalagi kalau bukan karena Damar yang menjadi sekretarisnya itu adalah mantan kekasih Lavina saat kuliah. Dan sepertinya hubungan mereka berakhir tidak baik, mengingat sang istri selalu saja sensi setiap kali Damar datang.
“Damar itu mantan kamu, kan?” tanya Abyan pelan, yang langsung mendapat dengusan kesal dari istrinya. “Kenapa, hm? Apa istri kecilnya mas ini masih sakit hati atau ada hal lainnya sampai tidak suka sekali ke Damar?” imbuhnya memancing penjelasan Lavina.
“Aku cuma ngerasa bodoh setiap kali ingat pernah pacaran sama dia. Makanya aku gak suka kalau ada dia, karena aku jadi ingat kebodohanku,” jujur Lavina diakhiri helaan napas berat.
Mendengar hal itu dahi Abyan mengerut bingung sekaligus penasaran. “Mas boleh tahu, apa yang dilakukan Damar sampai kamu merasa seperti itu?”
Lavina sedikit terkesiap, tetapi tak urung juga dia mengangguk. Dia merasa tidak ada salahnya juga dia bercerita mengenai masa lalunya kepada sang suami. Lantas, dia tatap sepasang netra yang selalu menatap lembut nan teduh kepadanya itu.
“Aku pernah pacaran sama dia selama setahun lebih. Di enam bulan pertama, dia memperlakukanku dengan baik, seakan-akan dia melimpahkan seluruh cintanya ke aku. Jelas aku terbuai akan hal itu,” paparnya kembali menghela napas, sebab harus kembali mengingat kebodohannya.
“Setelahnya, hubungan kita tidak ada yang berbeda. Berjalan semestinya sampai aku memergoki dia jalan sama perempuan lain. Kita bertengkar dan dia dengan pandainya bersilat lidah membuat aku luluh lagi. Dulu dia merupakan anak yang pintar di kampus dan wajahnya juga lumayan tidak merusak pemandangan. Aku kira, setelah kejadian itu tidak akan ada kejadian lain lagi. Nyatanya, hampir dua bulan sekali dia jalan dengan wanita yang berbeda sampai yang terakhir dia jalan sama teman dekatku dan sialnya lagi Aidan tahu.” Lavina berdecih pelan, sebelum menatap sekaligus memperhatikan ekspresi sang suami.
“Lalu apa yang terjadi? Aidan pasti menghajarnya, benar?” tanya Abyan memastikan, sebab dia sangat tahu bagaimana perangai sang adik yang hanya memiliki kesabaran setipis tisu.
“Enggak. Aidan gak ngehajar dia, karena aku sendiri yang nampar bajingan itu. Setelahnya aku memutuskan hubungan dan semua kontak dia,” jelas Lavina lagi, diakhiri kekehan kecil. “Aku juga yakin sebenarnya Aidan pasti sudah beri pelajaran ke dia di belakangku. Cuma aku gak mau tau aja.”
Abyan mengangguk paham dan dia yakin sekali adiknya itu sudah melakukan tindakan di belakang Lavina. Dia harus berterima kasih akan hal itu nanti kepada Aidan. Kemudian, dia menatap lembut istri kecilnya.
“Sangat wajar kalau kamu sampai tidak suka sekali ke Damar, Lav. Tapi, kalau kamu merasa bodoh karena masalah itu. Jelas itu tidak benar. Perasaanmu murni, cintamu tulus, dan itu bukan sebuah kebodohan. Yang pantas dikatakan bodoh itu, ya, Damar. Karena dia menyia-nyiakan orang yang sudah cinta apa adanya ke dia. Jadi, kamu tidak boleh menyalahkan diri sendiri dan mengatai kamu bodoh lagi, ok.” Abyan mengusap pelan surai panjang sang istri. “Istri kecilnya mas ini, kan, sangat pintar sekaligus cantik sekali.”
Perkataan Abyan sukses membuat Lavina tersentak dan salah tingkah untuk kesekian kalinya. Abyan si mantan duda itu sangat pintar memperbaiki suasana hati Lavina.
***
“Nanti mas usahakan menyelesaikan pekerjaan mas lebih cepat. Kamu seharian ini main sama mama dulu gak apa-apa, kan, Sayang?” Abyan menatap istri kecilnya yang sudah melengkungkan bibir ke bawah. Duduk di pinggiran kasur di kamar Abyan yang ada di kediaman orang tuanya.
“Iya gak apa-apa,” balas Lavina malas-malasan.
Abyan tersenyum tipis, sebab dia mengerti istrinya itu sebenarnya tidak mau ditinggal. Namun, dia tak mungkin membawa Lavina keluar kota yang membutuhkan waktu lebih dari tiga jam perjalanan. Jelas itu tidak baik bagi kandungan sang istri.
“Hari ini aja, ya, Sayang, nurut sama mas. Jangan nakal selama mas gak ada, dan kalau butuh apa-apa, kamu bisa minta ke mama, papa ataupun Aidan. Istri mas, kan, pintar. Bisa, ya?” Abyan mencoba untuk membujuk sang istri lagi penuh kesabaran.
Meski berat melepas Lavina akhirnya mengangguk. Setengah hatinya tak ingin sang suami pergi, tetapi setengah hatinya lagi tak mau membuat Abyan kesulitan.
“Nanti setelah mas pulang, kita night drive lagi, ya.” Lavina menatap dengan harap tepat ke sepasang netra teduh Abyan.
“My pleasure, Lav.” Abyan tersenyum dan membubuhi ciuman panjang di kening sang istri, sebelum dia pergi bekerja.
Setelah terbangun dari tidur siangnya, Lavina mengedarkan pandangannya ke penjuru kamar Abyan yang cukup luas. Walaupun bukan hanya sekali dia bermalam di rumah mertuanya, tetapi baru kali ini dia benar-benar mengamati dengan detail isi kamar sang suami.
Kakinya pun menapak dan berkeliling, menatap deretan foto-foto sang suami yang berada di atas nakas panjang tepat di bawah televisi. Mulai dari foto Abyan kecil sampai Abyan wisuda S2.
“Ternyata Mas Aby dari dulu udah ganteng,” monolog Lavina sedikit terkekeh. Menikmati aktivitas sederhana yang berhasil mengurangi rasa rindu kepada Abyan.
Kembali Lavina meneliti setiap benda-benda yang ada di kamar Abyan, sampai matanya mendapati sebuah album foto, tepat di bawah meja yang ada di tenga-tengah sofa.
“Kenapa album foto ini nyasar kesini sendiri,” ucapnya bertanya-tanya. Lalu duduk di sofa untuk menyamankan diri.
Begitu foto album itu terbuka. Lavina tahu bahwa isinya akan sedikitnya membuat perasaannya tak nyaman. Namun, rasa penasaran yang mendominasi membuatnya urung untuk menutup buku itu. Terlebih di halaman pertama sudah tertulis sesuatu yang sangat menarik sekaligus menyentil perasaannya.
THE LOVE STORY OF ABYAN & FELITA