Soraya adalah gadis paling cantik di sekolah, tapi malah terkenal karena nilainya yang jelek.
Frustasi dengan itu, dia tidak sengaja bertemu peramal dan memeriksa takdirnya.
•
Siapa sangka, selain nilainya, takdirnya jauh lebih jelek lagi. Dikatakan keluarganya akan bangkrut. Walaupun ada Kakaknya yang masih menjadi sandaran terahkir, tapi Kakaknya akan ditumbangkan oleh mantan sahabatnya sendiri, akibat seteru oleh wanita. Sementara Soraya yang tidak memiliki keahlian, akan berahkir tragis.
•
Soraya jelas tidak percaya! Hingga suatu tanda mengenai kedatangan wanita yang menjadi sumber perselisihan Kakaknya dan sang sahabat, tiba-tiba muncul.
•
•
•
Semenjak saat itu, Soraya bertekad mengejar sahabat Kakaknya. Pria dingin yang terlanjur membencinya. ~~ Bahkan jika itu berarti, dia harus memaksakan hubungan diantara mereka melalui jebakan ~~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Selasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
Wajah pucat Lusi semakin pucat dihadapkan pada teriakan Soraya. Beruntung, Rafael lebih dari tanggap menghadapi situasi. Dia dengan cepat berpindah tempat untuk berada disamping Lusi, yang tepat di depan Soraya.
“So-sora, jangan bercanda berlebihan. Tante Lusi sedang sakit, tidak bisa menerima candaan seperti itu.” Ujar Rafael dengan sorot penuh permohonan. Dia benar-benar hanya bisa memohon, karena tahu tidak bisa menyinggung Lusi atau bahkan Soraya sendiri.
Soraya yang menyadari hal ini, mematung dengan ekspresi yang garang. Oh gosh, go to the blok! gimana ceritanya aku bisa berteriak di depan Ibu Sean! Gimana-gimana nih!! Panik Soraya dalam diamnya. Beruntung, walau bodoh dalam pelajaran dia masih memiliki sedikit kemampuan untuk berkilah.
Ekspresinya yang mengerikan, berubah menjadi cengiran dengan perlahan. “Hihiii-hihi …. Maaf, maaf Tante Lusi. Aku tidak sengaja. Aku hanya terkejut mendengar Kak Sean makan dengan Tai.”
Rahang Lusi jatuh mendengar ini.
Tapi syukur Rafael tampaknya mengerti apa yang salah dalam pemahaman Lusi, jadi dia segera membenarkan. “Sora, bukan tai tapi Taira. Jangan memendekkan nama orang sesukamu, nanti tidak baik di dengarnya.”
“Oh come on, sama aja.” Tanggap Sora acuh.
Lusi yang merasa tercerahkan dari kesalah pahaman, dengan perlahan mengangguk.
“Iya, Nak Taira namanya. Dia gadis yang sangat baik sekali, dan juga cantik. Kalau Nak Sora bertemu dengan Taira, Nak Sora akan senang. Eh, tapi ….”
Lusi terdiam sebentar, sebelum teringat cerita Taira tadi pagi, bahwa Sean mengantar adik Rafael, yang itu artinya Soraya sendiri. Sebuah bagian cerita, yang tidak diceritakan Soraya pada Rafael. “Bukankah kalian sudah bertemu tadi pagi?” tanya Lusi.
Rafael yang mendengar ini, segera menatap heran yang bersangkutan. “Sora, kamu sudah pernah bertemu Taira?”
Soraya memutar bola matanya jengah, dan mengangkat bahunya acuh. Dia memang meng-skip bagian ini untuk diceritakan pada Rafael, karena malu saja jika terdengar sangat memaksa Sean untuk mengantarnya. Tapi bahkan jika ini terungkap, dia tidak merasa perlu untuk menjelaskan. Malahan dia merasa bisa memperjelas peringatannya pada Rafael mengenai Taira.
“Jadi kamu benar kenal Taira?” Kaget Rafael yang tidak mau berhenti. Itu karena dia masih ada dalam bayang-bayang peringatan Soraya, yang menyuruhnya menjauh, dari gadis dengan ciri fisik persis Taira. Dan mengetahui bahwa Soraya mengenal Taira, dan bereaksi begitu berlebihan setelah mendengar namanya, membuat Rafael merasa ada yang tidak beres.
“Sora?”
“Dih kakak apaan sih! Mau aku kenal dia atau tidak, apa urusannya dengan Kakak! Toh, kakak kenal dia juga.”
Mendengar ketidaksukaan di nada Soraya, Lusi dan Rafael sontak berbagi pandangan. Rafael yang masih sangat penasaran dengan sikap tidak biasa Soraya, kembali mempertanyakan alasan sikapnya. Karena dia tahu, walaupun adiknya angkuh dan tidak masuk akal, tapi Soraya bukan orang yang akan ingat untuk menampakkan ketidaksukaan dibelakang. Dia tipe yang babat bacot, langsung di depan.
Soraya yang tidak tahan di tanyai Rafael, dan mendengar selipan pujian Lusi bagi Taira, akhirnya menyentak kakinya kasar. “Ya wajar aja kalau aku kenal Taira, wong dia sepupu pacar aku!”
“Pacar?”
“Eh salah, mantan pacar.” Ucapnya buru-buru memperbaiki. Dengan sedikit menggigit bibir, Soraya tidak menyangka dia akan menuangkan kebohongan lain, dengan mengatakan Rex mantan pacarnya. Sebenarnya, dia ingin mengatakan Rex pacar, namun mengingat dia sudah mengubah prioritas pada Sean, dia hanya bisa mengatakan bahwa Rex mantannya. Benar-benar halu yang hakiki.
Lagi-lagi Rafael dan Lusi, kembali berbagi pandangan dengan saling mengangguk. Rasanya mereka mengerti, akar Ketidaksukaan Soraya. Tapi tetap saja, Rafael masih penasaran pada sosok mantan kekasih adiknya itu.
“Lagian Kakak apaan sih, kepo banget! Orang udah putus juga.”
“Putusm? Putus kenapa?”
“Selingkuh. Dia punya banyak teman cewek.” Jawab Soraya asal. Jauh melambung tinggi dengan kebohongannya.
Lusi yang meskipun sudah paruh baya, merasa sakit hati untuk Soraya. Mungkin ini juga akibat pengalaman pribadi, jadi alam bawah sadarnya, sangat berpihak pada Soraya sekarang.
“Nak Sora, sudah. Jangan terlalu diambil hati lama. Kamu itu cantik sekali, mantan kamu itu pasti menyesal telah putus sama kamu.” Hibur Lusi, yang membuat sudut bibir Soraya sedikit bergetar karena menahan tawa malu. Jangankan putus dari Rex, dia bahkan belum pernah pacaran sebelumnya. Namun melihat cerita ini berhasil menarik hati Lusi, Soraya melanjutkan kembali karangannya.
“Padahal Nak Taira baik sekali, Tante yakin keluarganya juga baik-baik. Tidak sangka saja akan ada sepupunya yang begitu.” Tanggap Lusi, yang masih tidak habis pikir.
Maaf ayang Rex, maafkan aku. Aku bersalah padamu. Aku akan menebusnya dengan menjadi pengantinmu di kehidupan lain, eeeaa… Batin Soraya. Dia merasa bersalah pada Rex karena menjual karakter pria itu, tapi masih bersorak dalam hati, melihat Lusi meragu pada karakter dan kebaikan Taira.
“Yah begitulah Tante, tapi lupakan saja. Toh, sudah lewat.” Ucapnya sok tegar.
Lusi pun mengangguk dengan iba dan bangga, sebelum akhirnya teringat. “Eh Rafael, coba kamu hubungi Sean suruh kemari. Ini sudah dari tadi, harusnya mereka sudah selesai makan.”
Rafael yang dari tadi naik turun suasana hatinya, mengambil ponsel dan menghubungi Sean, tapi sayang tidak tersambung. Saat ini, dia tidak ingin lama-lama di sini. Apalagi setelah mendengar cerita Soraya. Tampaknya bukan hanya Lusi, Rafael pun terbawa perasaan mendengar apa yang terjadi pada adiknya. Jadi berniat untuk permisi segera, tidak ingin Soraya bertemu dengan Taira.
Sayangnya ide itu ditolak baik oleh Lusi maupun Soraya sendiri. “Tunggu sebentar, kalau begitu biar tante saja yang akan memanggil Sean sebelum kalian pulang.”
“Tidak, jangan tante. Jangan. Biar aku saja.”
Pada akhirnya Rafael tidak punya pilihan, selain pergi sendiri untuk menemui Sean. Dia pergi dengan sedikit tegang.
Melihat kepergian Kakaknya, Soraya segera menggenggam tangan Lusi yang masih duduk bersandar di bed pasien. Dia tentu saja datang untuk mencurahkan perhatian palsunya. Tapi sebelum itu, dia ingin mengatakan sesuatu yang penting baginya.
“Nah Tante, kan disini cuman Tante Lusi sama aku. Jadi aku cuman mau bilang lagi. Aku nggak suka dipanggil nak, aku maunya Sora! Sora aja. Jangan lupa.”
Lusi yang masih sedikit emosional setelah mendengar cerita Soraya, tidak menyangka akan dikritisi kembali karena hal ini. Dia menutup mulutnya dengan tangan, sebelum seluruh tubuhnya perlahan bergetar kecil karena menahan tawa. Sungguh, saat itu kepribadian Soraya benar-benar mencuri hatinya.