NovelToon NovelToon
Cerita Inspiratif Di Sudut Kota Tangerang

Cerita Inspiratif Di Sudut Kota Tangerang

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: mugiarni

Alinah seorang guru SD di kampungnya. Tidak hanya itu, Bahkan Alinah mengajak turut serta murid muridnya untuk menulis buku Antologi Alinah DKK. Alinah tidak memungut biaya sepeserpun atas bimbingan ini. Selain itu sosok Alinah juga sebagai seorang istri dari suami yang bernama Pak Burhan. Bagaimana aktivitas Alinah dalam keseharian itu akan terutang dalam buku ini. Alinah sebagai pendamping suami begitu sayang pada Pak Burhan. Bagaimana Alinah menjalani hari - hari selanjutnya tanpa ada Pak Burhan disisinya? Bagaimana pula Alinah meniti karir sebagai penulis novel? Simaklah buku ini untuk menatap dunia di luar sana .

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mugiarni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17: Menu Masakan Warteg

Berita Duka

Sumber gambar dokumen pribadi Mugiarni

Menu Masakan Warteg

Faiz beramah tamah saat Alinah Singgah di warteg itu.

"Ayo Bu, makan!" Fariz beramah tamah dengan Alinah. Dirinya semakin terkesima dengan sikap Fariz.

"Oh ya, terima kasih" Fariz mulai menyantap makanannya. Alinah mengaguminya. Menyaksikan Fariz makan nasi dan lauk ikan tongkol. Alinah diam seribu bahasa. Sesekali memandangi Fariz untuk menutupi agar sikapnya tidak terlihat fokus pada Fariz. Alinah turut memesan makanannya.

"Bu, saya makan nasi separuh dan lauk tongkol dan orek tempe." Alinah menoleh ke arah Fariz. Pemilik warteg meraih piring dan sendok untuk menyiapkan makan yang dipesan. Fariz diam tertunduk sambil menikmati makanannya. Tak lama kemudian pemilik warung menyendok nasinya. Alinah meraih piring itu.

"Oh iya Bu, tolong bungkus nasi satu lagi, ya!"

Alinah memesan satu bungkus lagi untuk Pak Burhan. Pak Burhan pun kerap kali memesan menu masakan seperti yang di pesan oleh Alinah.Barangkali Pak Burhan belum makan. Alinah begitu memperhatikannya.

Pernah pada suatu kali, Alinah telah menyiapkan nasi bungkus untuk Pak Burhan. Tapi ternyata di rumah, Pak Burhan telah menyiapkan makanan di rumahnya. Saat itu Pak Burhan memasak sendiri di rumah.

Alinah memperhatikan Fariz kembali.

"Ayo makannya nambah lagi, De!" Alinah berbasa-basi. Lalu mencermati sejenak cara Faiz menikmati makan di warteg.

Entah pikiran apa yang sedang terlintas di benak Fariz. Ketika melihat makanan yang dipesan ternyata sama dengan Alinah. Karena sebenarnya saat itu naluri keibuan seorang Alinah telah tumbuh di hatinya.

"Ibu dari Jawa?" tanya Faiz pelan.

"Iya, saya dari Banjarnegara"

"Saya juga dari Jawa Bu, Surakarta. Jadi saya perantau," jelas Fariz.

"Kamu di sini tinggal sama siapa?" tanya Alinah.

"Sendiri Bu" jawabnya.

"Oh sendiri" Alinah melontarkan kata itu.

Mendengar Fariz disini tinggal sendiri tentu dirinya sebagai seorang perantau. Alinah mulai tumbuh rasa empati. Karena dulu dirinya pernah mengalami saat-saat sulit ketika awal merantau.

Alinah menyantap makanannya.

"Bu, ini sekalian saya bayar!"

Alinah membayarnya. Pelayan di warung itu beranjak untuk mengambil uang bayarannya.

"Teh manis, sama nasi separuh, Ye," tanya pelayan itu. Alinah menatap lekat seorang Pelayan di warteg itu.

"Bu, ini sekalian bayar makanan untuk sang pemuda itu yang tadi pesan makanan" cetus Alinah.

"Lho Bu, jangan!" cegahnya.

"Nggak apa-apa kok, biar sekalian saja! Kita kan sama-sama perantau"

Alinah terdiam dan mencermati Fariz. Alinah menatap sejenak wajah Fariz.

"Saya jadi nggak enak sama Ibu" Fariz tersipu. Alinahh tersenyum simpul.

Alinah merasa lega karena dia telah membayarnya. Mereka berdua asyik dalam lamunan masing-masing

"Ibu mau pulang kemana?" Fariz mencermati Alih. Alinah menoleh.

"Saya mau ke Pondok Aren yang dekat pom bensin itu" jelas Alinah

"Bu nanti bonceng saya saja, kita kan searah" Fariz menawarkan jasa baiknya.. jauh di lubuk hati Alinah merasa sangat gembira. Bahagia tiada tara. Alinah tidak menduga sama sekali bila Fariz akan mengajaknya untuk berboncengan dengannya. Karena Alinah mendapatkan kesempatan lebih lanjut untuk menggali informasi mengenai siapa sebenarnya Fariz , tapi Alinah berusaha untuk menyembunyikan rasa bahagia itu demi untuk menjaga kewibawaannya.

Di luar hujan mulai reda. Orang-orang yang tadi berteduh di tempat kawasan pertokoan sudah tak terlihat. Mereka mulai menghidupkan sepeda motornya.

"Mari Bu! Sepertinya hujan sudah reda!" ucapan Fariz membuat Alinah tersadar dari lamunannya.

"Oh iya, terima kasih" Alinah pamit pulang pada seorang pelayan di warung itu. Lalu Alinah berjalan menuju halaman. Fariz menghidupkan sepeda motor yang terparkir di halaman depan warteg itu.

Sepeda motor yang dikendarai oleh Fariz dan Alinah melaju dengan pelan. Apalagi jalan sangat licin karena diguyur oleh air hujan. Oleh karena itu Alinah dapat dengan leluasa mengobrol di sepanjang jalan itu.

"Kamu tinggal di mana De?" rupanya Alinah masih menyimpan rasa ingin tahunya.

"Saya tinggal di Pondok Jagung Bu," sahut Fariz.

"Oh... kau masih kuliah atau sudah kerja ?" Alinah penasaran dibuatnya.

"Jadi guru honor di sekolah Bu. Di SD negeri" Alinah mengendarai sepeda motornya sangat berhati- hati. Mengontrol laju kendaraannya dengan kecepatan sedang. Alinah pun menikmati perjalanan di malam itu dengan senang hati karena perjumpaannya dengan Fariz terasa berkesan.

"Jadi kamu ini seorang guru ?" sama dong dengan Ibu" tandasnya

"Iya Bu, Ibu ngajar di mana?" Fariz balik bertanya.

"Ibu ngajar di Pondok Jagung juga ya? Kita kok nggak pernah bertemu ya?"

"Iya..." sahut Alinah pelan.

Mereka berdua terdiam sejenak. Larut dalam Pikirannya masing-masing.

"Tapi kalau Ibu sudah PNS ya ?" tanya Faiz selanjutnya.

"Alhamdulillah sudah"

"Ya syukurlah kalau begitu." tutur Faiz

Mereka berdua terdiam lagi. Suasana hening sesaat.

"oh iya, kamu pulang kampungnya tiap lebaran ya?"

"Iya Bu, tiap lebaran saya pulang kampung" tuturnya.

Fariz terus melajukan sepeda motornya. Lalu bertutur kembali.

"Setidak-tidaknya ziarah ke makam kedua orang tua" Alinah berkata pelan.

"Saya sudah tidak punya orang tua, Ibu dan Bapak sudah meninggal" jelas Fariz.

"Oh.." Alinah tidak menyangka bila kedua orang tua Fariz telah tiada." Maafkan bila pertanyaan Ibu membuat kamu bersedih hati.

"Tidak apa-apa Bu. Saya sudah ikhlas dengan kepergian mereka"

Tak terasa sudah, Alinah pun telah sampai di rumahnya.

"Fariz, Ibu turun di sini saja.! Kalau habis hujan, halaman tergenang oleh air!" Pinta Alinah.

"Iya Bu" Fariz menghentikan laju sepeda motornya.

Alinah merasa perlu untuk meminta nomor ponsel pada Fariz. Fariz pun menuliskan nomor ponsel pada HP Alinah.

"Fariz, maafkan Ibu! Terimalah uang dari Ibu ya "Alinah menyelipkan selembar uang di kantong baju Fariz.

"Nggak usah Bu, saya ngga enak"

"Fariz, anggaplah Ibu sebagai orang tuamu, ya!" kata kata Alinah meluncur begitu saja. Tapi, jauh dari kedalaman hatinya, Alinah memang merasa iba dengan Fariz. Apalagi setelah diketahuinya bila dirinya telah ditinggalkan oleh kedua orangtuanya.

Fariz diam seribu bahasa lalu menyalami Alinah. Sesaat kemudian Fariz mohon diri, lalu melajukan sepeda motornya.

"Hati-hati ya!" Alinah melepas kepergian dengan pandangan mata.

"Ya Bu" Fariz berlalu. Alinah membisu. Kata- kata Fariz masih terus terngiang. Kalau dirinya ternyata tinggal seorang diri. Sebagai seorang perantau sudah tidak ada ayah Ibu dan belum memiliki pekerjaan tetap,

Alinah menaruh rasanya iba, Alinah berempati pada Fariz.

"Ya Allah. Perasaan apakah ini? Dengan begitu tiba-tiba aku berempati," batin Alinah. Lalu Alinah membalikkan badan. Berjalan perlahan bertumpu pada lantai halaman kering, setelah hujan mengguyur kampung itu.

Suasana sunyi mencekam. Malam semakin larut. Hawa dingin menjalar ke seluruh tubuh.

***

Alinah mengucapkan salam dan membuka pintu rumahnya, tapi tidak ada sahutan. Dia masuk ke dalam rumah kontrakannya lalu mengedarkan pandangan. Didapatinya suami sedang menunaikan ibadah sholat. Alinah meletakan tasnya. Melangkahkan kaki ke kamar mandi. Lalu mengambil air wudhu. Lalu dia mengambil perlengkapan shalatnya.

Alinah mengambil sajadah. Niat shalat isya. Dirinya berusaha sebisa mungkin untuk bisa khusuk dalam sholatnya. Setelah menyelesaikan shalat isya kemudian dia berdzikir. Membaca istighfar dan bertasbih, dilanjutkan dengan berdoa.

"Ya Allah ampunilah segala dosa-dosaku dan dosa kedua orang tuaku. Ya Allah, hamba tidak tahu perasaan apakah yang saat ini sedang menyergap jiwaku.Mohon petunjuk- Mu. Aamiin”

Hati terasa adem ayem usai berdoa. Alinah senantiasa curhat pada Sang Pencipta.

1
Choi Jaeyi
Aku udah mampir dan ninggalin like & komen.
Mampir juga ya kak ke cerita aku, mari saling mendukung sesama penulis baru. Jangan lupa like & komen nya🤗🤗💋
Black Jack
Pengalaman yang luar biasa
mugiarni: terimakasih
total 1 replies
Ritsu-4
Maafin aku udah nunda untuk membaca nih novel, penyesalan banget!
mugiarni: terimakasih, salam kenal
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!