Niken menyaksikan perselingkuhan suaminya dengan perempuan yang lebih dewasa, istri orang, dan tetangga dari suaminya. Bukan Niken saja yang melihat adegan panas Reyfan, sang suami bersama Zahra, selingkuhannya. Melainkan ada seseorang lagi yang melihat adegan panas mereka. Hans, suami dari Zahra ternyata menyaksikan semua itu di belakang Niken yang sedang memergoki Reyfan bercinta dengan Zahra di Bengkel milik suaminya.
Hans menangkap tubuh Niken yang lemas karena melihat pergulatan panas Reyfan dan Zahra.
"Jangan menangis, manusia laknat seperti mereka jangan ditangisi!"
"Om Hans?"
"Kita balas perbuatan mereka!"
"Caranya?"
"Kita selingkuh!"
Niken setuju dengan Hans, mereka membuat suatu perjanjian perselingkuhan. Bagaimana kisah Niken dan Hans? Apa mereka terjebak perasaan saat membalas perlakuan pasangan mereka? Apalagi Hans yang sudah lama jatuh hati pada Niken, sejak Hans melihat Niken pertama kalinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Setelah makan malam, Niken memilih duduk menghadap laptopnya. Ia membiarkan Reyfan sibuk dengan ponselnya, entah sedah chat atau sedang apa Niken tidak peduli. Karena, Niken sendiri sedang chat dengan Hans. Sebetulnya Niken tidak ingin membalas pesan dari Hans, tapi mau bagaimana lagi, Hans terus mengganggunya. Jelas Hans mengganggunya saat dia tidak membalas pesannya, karena Hans sudah menganggap Niken kekasihnya.
[Jangan terlalu lama balas pesannya, aku sudah teramat rindu padamu, Sayang. Besok aku pulang, aku sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu, ingin menghabiskan waktu seharian denganmu. I miss U.]
Begitu isi pesan Hans. Benar-benar seperti ABG yang sedang puber, yang sedang jatuh cinta, yang sedang berbunga-bunga. Pokoknya itu yang Niken rasakan. Umur Hans lebih dewasa, tapi jika sedang kangen, seperti ABG labil jadinya. Spam puluhan bahkan ratusan chat pada dirinya.
Niken senyum-senyum sendiri membaca chat dari Hans. Benar-benar seperti remaja chat nya.
"Kalau gini, bisa-bisa aku diabetes, Om!" batin Niken dengan berbunga-bunga.
Reyfan yang melihat istrinya senyum-senyum sendiri sambil menatap layar gawainya, membuat Reyfan penasaran.
"Senyum-senyum sendiri, lagi chat sama laki-laki, ya?" tanya Reyfan penasaran.
"Emang kamu Mas, chat sama Mbak Zahra? Istri orang, ingat itu!" jawab Niken ketus.
"Kamu kali yang lagi chat sama laki-laki?"
"Iya, ini sama Hendri, sama-sama penulis, lagi chat di grup. Kenapa memang? Kan mas tahu sendiri, aku ada grup khusus penulis, terus banyak cowoknya?" ucap Niken, karena memang dia pun sedang gabung di grup tersebut
"Oh begitu? Hendri yang waktu itu telefon kamu soal gajian itu?"
"Betul sekali," jawab Niken.
"Ya kirain ada yang lain?"
"Mas mungkin ada yang lain?"
Reyfan diam saja saat Niken berkata seperti itu. Reyfan semakin curiga kalau Niken sudah tahu soal Zahra. Ia tidak mau sampai Niken tahu, dan menghancurkan semuanya. Ia tetap selingkuh, tapi ingin rumah tangganya dengan Niken utuh.
Sementara di rumah, Zahra dari tadi berdebat dengan suaminya. Zahra meminta cerai dari Hans. Hans hanya menanggapinya dengan senyuman yang angkuh, meski sebetulnya ia pun ingin melepaskan Zahra, tapi bagaimana anak bungsunya yang masih di SMP. Apalagi anak bungsunya sangat menyayangi Hans.
"Kau selingkuh dengan siapa lagi sampai minta pisah dariku, Ra?" tanya Hans dengan tenang.
"Aku tidak selingkuh dengan siapa-siapa. Tapi aku ingin pisah saja! Mikir gak sih pernikahan kita sudah tidak sehat, Hans!"
"Ya itu karena kamu yang membuatnya tidak sehat. Kamu yang terlalu rusuh membuat dramamu sendiri!"
"Aku minta cerai, Hans, tolong kabulkan, talak aku!" erang Zahra.
“Ceraikan aku, Hans!”
“Aku bukan laki-laki yang mudah mengucapkan kata laknat itu, meskipun aku ini tidak pandai agama. Perceraian memang dibenci Tuhan, aku mempertahankanmu karena Putri, kalau dia sudah mengerti mungkin aku akan melepasmu!”
“Putri pasti akan tahu, Hans!”
Perdebatan mereka masih berlanjut, hingga terdengar pintu depan terbuka dan menampakkan tiga anak mereka yang ternyata pulang malam ini.
Untung saja Hans dan Zahra sedang saling diam, tidak berdebat lagi, jadi mereka mengira kedua orang tuanya sedang baik-baik saja.
“Kalian kok pulang?” tanya Zahra.
“Kenapa gak kasih kabar?” tanya Hans.
“Happy Anniversarry ....” Mereka langsung memeluk kedua orang tua mereka yang mereka kira sedang baik-baik saja.
Dewa memberikan kado untuk mama dan papanya. Pun dengan Ratu dan Putri. Ketiga anak mereka terlihat sangat bahagia.
“Kalian janjian nih?” tanya Hans.
“Iya, Pa. Kak Dewa sama Kak Ratu jemput Putri di Pondok. Untung saja diizinkan untuk pulang sebentar, karena besok pagi-pagi harus balik, ada kegiatan,” jawab Putri.
“Dewa, adik kamu lagi sekolah, lagi banyak kegiatan, kenapa diajak pulang sih?” ucap Zahra.
“Gak apa-apa kok, tadi Ustaz Hamzah mengizinkan,” jawab Ratu.
“Oh, ya sudah.”
Mendengar Ustaz Hamzah disebut nada bicara Zahra seketika berubah, Hans pun berdehem mendengar na itu disebut.
“Mumpung kalian pulang, mama ingin bicara dengan kalian. Ayo ke sana,” ajak Zahra.
“Kamu mau bicara apa dengan anak-anak, Ma?” tanya Hans yang yakin kalau Zahra akan membicarakan soal perceraian.
“Bicara yang sedang kita bicarakan tadi!” Jawab Zahra dengan tatapan tajam.
“Gak seharusnya ini dibahas sekarang, Ma!”
“Ini kalian kenapa sih? Kayaknya lagi bersitegang gitu?” tanya Dewa.
Dewa yang paling dewasa, dia yang paling paham dengan apa yang sering terjadi pada kedua orang tuanya. Dewa tahu Mamanya sering selingkuh, Mamanya sering mengkhianati Papanya. Tapi ia tidak mau kedua orang tuanya pisah. Dewa tahu Mamanya sampai selingkuh karena apa, karena papanya jarang pulang ke rumah, dan lebih mementingkan pekerjaannya.
Padahal bukan itu alasan Zahra sering selingkuh. Alasan dia selingkuh karena Hans yang tidak mau sepaham dengannya.
“Putri, Ratu, Dewa, mungkin kalian akan marah sama Mama dan Papa setelah mama bicara semua ini, tapi ini semua demi kebaikan kita, Nak,” ucap Zahra.
“Ma, ini mama bilang apa sih?” tanya Putri yang penasaran.
Ratu yakin mama dan papanya ada masalah lagi. Ratu juga sudah tahu soal mamanya yang sering main serong di belakang papanya, hingga membuat Ratu malu, karena mamanya pernah jalan dengan papa dari teman SMA nya
“Jangan bilang mama ketahuan selingkuh lagi, dan papa mau minta cerai sama mama? Iya begitu?!” erang Ratu penuh kemarahan.
“Bukan, bukan begitu, Ratu. Bukan papa yang minta, tapi mama yang minta pisah sama papa,” ucap Zahra.
“Kenapa sih, Ma? Aku kira semua sudah membaik? Dengan kita keluar dari rumah, memilih tinggal di apartemen, itu biar mama dan papa makin harmonis? Tapi kenapa sih mama minta cerai?” ujar Ratu.
“Ma, mama gak sayang sama Putri? Putri gak mau mama dan papa pisah,” ucap Putri dengan sesenggukan.
“Justru itu, mama memilih berpisah, karena mama sayang kalian,” ucap Zahra.
“Gak ada perpisahan itu alasannya karena sayang sama anak-anak, Ma! Mama kenapa gini sih?!” ucap Dewa. “Pa, papa sudah memaafkan mama, kan?”
“Papa sudah memaafkan mama, tapi mamamu yang tiba-tiba minta cerai. Sekecewanya papa dengan mama, gak mungkin papa akan menceraikan mama,” ucap Hans.
“Ma, kenapa sih? Sudah dong, Ma, jangan bikin keluarga kita berantakan lagi?” ucap Ratu.
“Kalau papamu bisa menjadi Imam yang baik untuk keluarga ini, Mama gak akan begini! Lihatlah, apa selama ini papamu menjadi imam yang baik untuk kita semua?”
Dewa menggelengkan kepalanya. Dia benar-benar tidak mengerti apa yang ada di pikiran mamanya. Bagi Dewa, papanya adalah papa yang paling baik, yang paling tahu tentang anak-anaknya. Paling sabar dan mengerti mamanya. Memang papanya belum bisa memperdalam ilmu agamanya, namun apa karena satu hal itu mamanya jadi meminta berpisah? Aneh sekali rasanya.
“Papa memang belum sempurna menjadi Imam dalam keluarga ini, Ma. Tapi, Papa adalah Papa yang terbaik di dunia ini!” geram Ratu. “Demi Tuhan, aku bersaksi kalau Papa adalah Papa terbaik di dunia ini!” imbuhnya.
“Mama ini masih terobsesi memiliki suami ahli agama? Iya begitu? Seperti Ustaznya Putri?” ujar Dewa yang juga ikut geram.
“Kalian menikah itu sudah puluhan tahun, apa sih yang kalian cari kalau bukan teman hidup sampai tua, bersama saling menemani?” ucap Dewa.
“Kalau mama mikir pendamping yang bisa menuntun mama ke surga, ya perlahan, Ma! Jangan memaksakan orang!” ucap Ratu.
“Sudah cukup! Papa tidak akan mengabulkan permintaan kamu, Ma! Sudah malam, kalian semua masuk kamar. Jangan urusi ucapan dan permintaan mamamu. Papa tidak akan berpisah dengan mamamu!” putus Hans.
“Kalian masuk kamar!” perintah Hans.
Semua menuruti perintah Hans. Anak-anaknya tidak pernah berani menantang Hans selama ini.
Dewa dan Ratu sangat kecewa dengan Mamanya yang egois seperti itu.
Setuju bgt klo niken gk maafin lelaki model begitu