Memergoki sepasang manusia yang sedang bercinta, membuat Kumala Rasya Putri—Kurap—harus terjerat sebuah perjanjian konyol dengan lelaki itu. Pandu Nugraha Andaksa—Panu—harus menahan emosi setiap kali berhadapan dengan Rasya yang begitu menguji kesabarannya.
Lantas, akankah mereka terjebak dengan sebuah pernikahan seperti kisah novel pada umumnya? Atau akan ada kejutan luar biasa yang mampu membuat kedua orang itu saling jatuh cinta?
Mau tahu jawabannya? Baca kisah ini dan jangan lupa beri dukungan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29
Rasya masuk ke bus untuk menuju ke Restoran Gama. Dia duduk di kursi dekat pintu, bersebelahan dengan pria tampan yang sedang duduk santai dengan memakai headset dan mata terpejam. Rasya terpaku sesaat, menatap lelaki itu dengan lekat. Kulit putih bersih bahkan lebih putih dari dirinya. Rasya pun menyandarkan tubuhnya, ekor matanya sesekali melirik lelaki yang tidak terusik sama sekali.
"Jangan pernah menatapku seperti itu!"
Rasya terkejut saat mendengar ucapan lelaki itu, padahal matanya masih terpejam. "Memang siapa yang menatapmu?" tanya Rasya berusaha menutupi kegugupannya.
Lelaki itu tidak menjawab atau membuka mata, hanya menarik sudut bibirnya, tersenyum miring. Rasya kembali menghadap depan, dengan tangan terlipat di depan dada. Namun, sesaat kemudian Rasya berdiri saat melihat seorang wanita dengan perut membuncit masuk ke bus, sedangkan semua kursi di sana sudah terisi.
"Silakan, Bu." Rasya mempersilakan wanita itu untuk duduk di bekas tempatnya. Wanita itu tersenyum lebar dan tak lupa mengucapkan banyak terima kasih. Rasya hanya mengangguk lalu berdiri mendekati pintu karena hampir sampai di restoran Gama.
Rasya terkejut saat lelaki tadi sudah berdiri tepat di belakangnya. Tatapannya menelisik seluruh wajah lelaki itu, tetapi saat tatapan mereka bertemu, Rasya terdiam sesaat. Terpaku pada bola mata yang sangat tidak asing baginya.
Kenapa bola mata dan tatapannya sangat mirip dengan Om Panu.
Rasya kembali menatap lelaki itu untuk memastikan, tetapi tiba-tiba dia mengaduh saat bus tersebut berhenti mendadak dan tubuh Rasya terhuyung ke depan. Bahkan hampir saja terjatuh kalau saja tidak ditahan oleh lelaki itu.
"Berhati-hatilah!" Suara lelaki itu meninggi.
"Te-terima kasih." Rasya mengusap lengannya saat lelaki itu sudah melepaskan cekalan tangannya. Setelahnya, Rasya turun dari bus karena Restoran Gama tinggal berjarak dua puluh meter saja.
Rasya kembali heran karena saat dirinya turun, lelaki itu mengikutinya. Rasya semakin melangkah lebar untuk menghindar. Rasya masuk ke restoran dan mengembuskan napas lega saat melihat lelaki itu tidak ikut masuk ke restoran.
"Kamu kenapa?"
"Jantung gue!" pekik Rasya. Dia mengusap dada karena terkejut. Namun, saat tubuhnya berbalik, Rasya hanya mendengkus kasar. "Bukan urusanmu!"
"Kupikir kamu tidak akan kerja di sini lagi," sindir Bella. Tangan wanita itu terlipat di depan dada, dan menatap sinis ke arah Rasya.
"Tapi sayangnya aku masih bisa bekerja di sini, jadi maaf aku sudah mengecewakanmu." Rasya berjalan ke ruangan belakang, sedangkan Bella mengepalkan tangan dengan gigi bergemerutuk.
Gatra yang melihat kedatangan Rasya merasa begitu bahagia. Bahkan senyumnya terlihat mengembang sempurna. Dia tidak menyangka kalau Rasya akan kembali bekerja padanya.
"Aku senang kamu kembali, Ra." Wajah berbinar Gatra tidak bisa membohongi kalau lelaki itu sedang sangat bahagia saat ini karena jujur, Gatra sangat merindukan gadis itu.
"Iya, Mas." Rasya menjawab, senyum manis menghiasi wajah cantiknya.
"Memangnya kamu sudah tidak bekerja dengan Tuan Pandu?" tanya Gatra menyelidik.
"Masih, Mas. Tapi dia ngasih aku kelonggaran kalau siang aku boleh bekerja, daripada di rumah terus jadi jenuh." Rasya beralasan. Gatra hanya mengangguk mengiyakan lalu membiarkan Rasya untuk mulai bekerja.
Sementara itu di ruangan Pandu, lelaki itu memijat pelipisnya karena merasa begitu pusing. Bahkan semua pekerjaan yang menumpuk, tidak disentuh sama sekali. Arga yang melihat itu pun menjadi begitu heran.
"Anda baik-baik saja, Tuan?" tanya Arga memberanikan diri.
"Kepalaku sedikit pusing. Mungkin karena aku beberapa hari terakhir ini bersama dengan gadis aneh itu," sahut Pandu tanpa menghentikan pijatannya.
"Sepertinya Anda merindukan Nona Rasya, Tuan," tebak Arga. Sesaat kemudian, dia menunduk dalam saat menyadari sorot mata Pandu yang menajam.
"Sekali lagi kamu berbicara sembarangan seperti itu, aku tidak akan segan-segan mengirimmu ke Afrika!" ketus Pandu. Arga hanya mendes*h kasar.
"Tuan, apa Anda tahu kalau Tuan Gilang sudah pulang ke rumah utama?" Pandu sedikit terkejut mendengar pertanyaan Arga.
"Kapan bocah tengil itu pulang ke rumah?" Pandu bertanya balik.
"Kemarin sore, Tuan." Mendengar jawaban Arga, Pandu mengembuskan napasnya secara kasar.
"Oh iya, Ga. Nanti sore sepulang kerja kita jemput si Gea di bandara." Kali ini, giliran Arga yang begitu terkejut.
"Nona Gea juga pulang?" Pertanyaan Arga begitu menuntut jawaban. Namun, lelaki itu langsung terdiam saat melihat sorot mata Pandu yang kembali menajam. "Maaf, Tuan."
"Kembalilah bekerja, Ga," suruh Pandu. Arga mengangguk lalu bergegas hendak kembali ke meja. Namun, langkah Arga terhenti saat dia baru mengingat sesuatu. Dia berbalik dan menatap Pandu yang saat ini sudah duduk bersandar.
"Apa Anda akan menyuruh Nona Gea tinggal di rumah Anda, Tuan?" tanya Arga memastikan.
"Tentu saja. Aku tidak akan membiarkan dia tinggal di hotel." Pandu menjawab yakin.
"Lalu bagaimana dengan Nona Rasya?" tanya Arga lagi.
"Aku tidak peduli!"
"Tapi, Tuan, bagaimana juga sekarang Nona Rasya adalah istri sah Anda meski hanya istri siri." Arga berusaha mengingatkan, tetapi Pandu berdecak kesal dan kembali melayangkan tatapan tajam.
"Aku menggajimu untuk membantu pekerjaanku, bukan untuk mencampuri urusan pribadiku, Ga!" hardik Pandu.
"Maaf, Tuan." Arga akhirnya diam dan kembali berkutat dengan pekerjaannya sebelum amarah Pandu naik ke ubun-ubun.
••••
Kita mulai sedikit serius ya 😁
jangan lupa dukungan kalian selalu Othor tunggu.