Arunika Nrityabhumi adalah gadis cantik berusia dua puluh tujuh tahun. Ia berprofesi sebagai dokter di salah satu rumah sakit besar yang ada di kotanya.
Gadis cantik itu sedang di paksa menikah oleh papanya melalu perjodohan yang di buat oleh sang papa. Akhirnya, ia pun memilih untuk melakukan tugas pengabdian di sebuah desa terpencil untuk menghindari perjodohan itu.
Abimanyu Rakasiwi adalah seorang pria tampan berusia dua puluh delapan tahun yang digadang - gadang menjadi penerus kepala desa yang masih menganut sistem trah atau keturunan. Ia sendiri adalah pria yang cerdas, santun dan ramah. Abi, sempat bekerja di kota sebelum diminta pulang oleh keluarganya guna meneruskan jabatan bapaknya sebagai Kepala Desa.
Bagaimana interaksi antara Abi dan Runi?
Akankah keduanya menjalin hubungan spesial?
Bisakah Runi menghindari perjodohan dan mampukah Abi mengemban tugas turun temurun yang di wariskan padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13 Sabar, Mas Abi
"ASTAGHFIRULLAH, YA ALLAH GUSTI! PARINGONO SABAR SING KATAH KAGEM HAMBAMU NIKI!. (Astaghfirullah, Ya Allah gusti! Berikanlah kesabaran yang besar untuk hambamu ini!)" Ujar Abi saat melihat Runi dan Agil yang hanya bisa cengar cengir.
"kamu dari mana to, dek? Kok sampe cosplay jadi keong sawah." Omel Abi, sementara Agil dan bu Lastri hanya bisa menahan tawa.
"Kok keong sawah sih, Mas? Monster lumpur gitu lho yang keren dikit." Protes Runi sembari cengengesan.
Sementara Agil mulai mengambil selang untuk mencuci motor yang sangat kotor itu. Dalam hati ia bersyukur karena tidak kena semprot Abi.
"Bisa - bisanya protes. Sana cepet mandi." Titah Abi.
"Aku mau cuci motor Mas dulu." tolak Runi.
"Nanti biar Mas yang cuci. Kamu mandi saja, hujan - hujanan gitu nanti sakit kalo gak cepet mandi." kata Abi.
"Sssstttt..!!! Mas Abimanyu di larang protes!" Kata Runi yang mulai menyemprot motor trail milik Abi.
"Bu, lihato itu...." kata Abi.
"Biarin to, Mas. Orang bertanggung jawab kok di omeli saja." bela bu Lastri yang mendapatkan acungan jempol dari Runi.
"Belain aja terus, ibu sama bapak ini sama aja." protes Abi yang membuat bu Lastri tertawa.
Tak tinggal diam, Abi akhirnya ikut membantu Runi dan Agil mencuci motor di halaman rumah.
"Mas sana aja, hujan. Nanti Mas sakit, Mas kan capek baru pulang sama bapak." usir Runi.
"Ssstttt..!!! Arunika di larang protes!" Sergah Abi yang membuat Runi mencebik karena kata - katanya di kembalikan Abi.
Mereka berdua dengan kompak mencuci motor bersama, sesekali bercanda yang membuat keduanya tertawa.
"Astaga, gak jomblo friendly banget pasangan bucin ini." Gerutu Agil.
"Lho, si paling laku, bisa jomblo juga?" ledek Abi.
"Ck! Capek, Mas. Pingin bebas dulu." jawab Agil.
"Heleeh preettt! Palingan cewek mu yang gak betah sama kamu!" Sahut Abi yang membuat Agil mencebik.
"Gil, Kapan stok barang yang menipis sampai?" tanya Abi.
"Lusa, Mas. Ini masih di perjalanan." jawab Agil.
"Rutin di tengok, le. Laporan pembukuan juga jangan lupa di kirim ke Mas." kata Abi.
"Iya, Mas. Aku rencananya mau agak lama di sana, tapi sama ibu gak boleh." Adu Agil.
"Kenapa?" Tanya Abi.
"Nanti kalau Mas sibuk, gak ada yang di mintain tolong sama ibu." jawab Agil.
"Iya sih, kasihan ibu kalau Mas pas lagi gak bisa bantu. Di tengok minimal seminggu dua kali lah. Naik mobil biar gak capek." Ujar Abi.
"Iya, Mas. Tapi lebih cepet naik motor. Minggu ini aja aku yang belum ke sana. Malah main ini tadi hehe." jawab Agil.
"Mas sama bapak sudah mampir ke toko juga kok tadi, le." kata Abi.
"Ada apa lho di pabrik, Mas? Kok mendadak kesana. Padahal kemarinnya bapak sama aku baru kesana." Tanya Agil.
"Mesinnya ada yang rusak, le. Mana pesenan dari PT lagi banyak. Untung aja mekanik baru kerjanya cepet." jawab Abi.
"Mas nemu di mana, mekanik barunya?" tanya Agil.
"Rumahnya gak jauh dari pabrik malah. Dulu sempat lama kerja di pabrik yang ada di kota, tapi pulang karna ibunya gak ada yang ngerawat." Cerita Abi.
Runi yang belum tau tentang usaha yang di jalani keluarga Abi, hanya bisa diam menyimak percakapan kakak beradik itu.
"Kok diem aja, mbak? Tiba - tiba meriang?" tanya Agil.
"Enggak kok." Jawab Runi.
"Gak mungkin mbakmu mau nimbrung obrolan. Orang dia belum tau tentang pabrik dan toko." kata Abi.
"Itu lho mbak, bapak sama Mas itu punya pabrik sentrat pakan ayam yang kerja sama dengan PT. Kalau toko, itu Aku sama Mas buka tempat variasi mobil." jelas Agil yang mendapat anggukan mengerti dari Runi.
"Udah selesai cuci motornya. Sekarang kamu mandi, terus istirahat, dek. Masuk angin kamu nanti lama - lama main air." Perintah Abi.
"Iya, Mas. Aku masuk dulu, ya." Pamit Runi.
"Gak di anterin pulang, Mas?" ledek Agil.
"Kepleset juga sampe rumah kok, segala di anter." Sahut Runi.
"Nanti jiwa jomblomu meronta - ronta kalau lihat Mas berduaan sama Runi terus." Ledek Abi yang membuat Runi tertawa.
"Jiiangkrik Mas Abi. Mentang - mentang wes gak jomblo!." Pisuh Agil karena Abi meledeknya.
**********
"Bulik......" Suara seorang anak kecil mengalihkan perhatian Runi dari pasien yang baru selesai ia periksa.
"Loh, Mira? Sebentar ya, bulik beresin alat - alat ini dulu." kata Runi.
Sementara pasien beralih menemui Ica untuk mengambil obat yang sudah di resepkan Runi. Dokter cantik itu mencuci tangannya dan menyemprotkan desinfektan sebelum mendekat ke gadis tiga tahun yang berada dalam gendongan Abi.
"Mira kapan datang, Mas? Kok ada sama Mas?" Tanya Runi yang kini mengambil alih Mira.
"Barusan. Mas di telfon mbak Wulan tadi, karna Mira merengek terus minta ketemu kamu. Wes mboten kanten nunggu bulik e mulih. (Udah gak bisa lagi nunggu bulik nya pulang.)" Kata Abi sembari mencubit pipi keponakannya.
"Duh, cah ayu. Mira sehat?" tanya Runi setelah mencium pipi gembul Mira.
"Cehat, bulik. Paklik, bulik tantik ya." puji Mira yang sedari tadi memandangi Runi.
"Iya dong, ceweknya paklik emang cantik." Jawab Abi sembari merangkul Runi.
"Ini buliknya Mila, paklik dak boleh pegang - pegang!" seru Mira dengan ucapannya yang masih cadel.
"Mbak Mira juga cantik kok, iya kan paklik?" kata Runi.
"Gak tuh, mbak Mira jelek! Orang paklik gak boleh pegang bulik." goda Abi.
"Huhuhu paklik nakalin Mila." Mira mulai menangis dengan menyembunyikan wajahnya di pundak Runi.
"Mas ih! Kok di bikin nangis sih!" gerutu Runi.
"Gemes dek. Mas udah lama gak bikin dia nangis." jawab Abi yang tertawa geli.
"Maaf ya cah ayu. Paklik bohongan, cup cup cup." kata Abi sembari mengecupi kepala Mira.
"Awas salah cium, Mas!" ledek Ica yang baru keluar dari ruang obat - obatan.
"Heee! Ngaco kamu!" jawab Abi sembari mencapit bibir Ica.
"Aduh ponakan tante makin gemoy!" kata Ica yang menggelitik pinggang Mira, membuat gadis bertubuh gempal itu menggeliat heboh dalam gendongan Runi.
"Mbak Mira, nanti buliknya jatuh keberatan gendong mbak Mira." kata Abi.
"Mbak Mila kulus kok! Paklik yang gendut!" Sergah Mira.
"Ya Allah, perempuan emang gitu ya. Dari bayi sampe tua gak ada yang mau di bilang gendut." kata Abi yang geleng - geleng kepala.
"Mbak Mila dak gendut paklik. Kata papa, mbak Mila semok!" Celetuk Mira yang membuat mereka bertiga tertawa.
"Heee ya Allah, ada aja ajaran bapaknya!" kata Abi di sela tawanya.
"Mbak Mira gak kangen tante Ica?" tanya Ica.
"Kangen sedikit." jawab Mira yang menunjukkan gesture sedikit dengan jari jempol dan telunjuknya.
"Sudah ketemu bulik, kan? Sekarang ayo paklik antar pulang." Ajak Abi.
"Dak mau! Mbak Mila mau sama bulik aja." kata Mira yang semakin mengeratkan pelukan pada Runi.
"Wes angel nak karepe ngene. (Udah susah kalau maunya gini.)" Keluh Abi.
"Ayo to cah ayu, denok deblong. Paklik juga mau kerja, atau mau sama Akung saja di kantornya Akung, yok? Lihat itu bulik kedatangan pasien." Bujuk Abi.
"Dak mau!" Tolak Mira.
"Sudah tinggal aja, Mas. Biar Mira sama aku, kan ada Ica juga. Mas katanya mau lihat pembangunan irigasi, kan?." Runi menengahi.
"Bener, gak repot, dek?" tanya Abi.
"Enggak, Mas." jawab Runi.
"Iya gak apa - apa, Mas. Ada aku juga di sini." timpal Ica.
"Yasudah, titip cucunya pak Kades ya. Mbak Mira, ampun bandel, njih. Manut kalih bulik. (Mbak Mira jangan nakal, ya. Nurut sama bulik.)" Ujar Abi yang nampak sedikit terburu - buru.
"Eeh, Mas.." Panggil Runi.
"Dalem, sayang."
"Data warga yang kemarin aku minta, belum Mas kirim." kata Runi.
"Oh iya, sampe lupa. Nanti Mas suruh Adit antarkan ke sini. Datanya sudah Mas siapkan di ruangan Mas." jawab Abi.
"Paklik, dak boleh panggil bulik sayang! Mila yang boleh!" Larang Mira.
"Gusti Allah nyuwun sabare!" Keluh Abi sambil mengusap dada.