revisi dari my beloved lecture yaa
Syafa, sejak bayi, hidup dan dibesarkan oleh Ayahnya yang bernama Arya. Meskipun tanpa adanya kehadiran seorang Ibu, Syafa bisa tumbuh sehat dan penuh cinta seperti gadis pada umumnya.
Sampai suatu ketika, Arya risau anak semata wayangnya akan kesepian, mengingat usianya yang semakin tua. Dengan yakin ia menjodohkan putrinya dengan seorang lelaki mapan. Syafa yang saat itu diberitahu akan perjodohannya, ia menerima, tanpa ada drama.
Ia justru sangat senang saat mengetahui dengan siapa ia akan menikah.
Bagaimana kisah asmara Syafa dan suaminya nanti?
salam dari author amatir 🤍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vmina_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tujuh belas
Kedua orangtua Hasby sudah berpamitan untuk berangkat. Syafa juga bertemu Abi, Hasby sungguh duplikat dari Rashad. Entah amalan apa yang dilakukan Ummi Bibah dulu, sampai diberikan seorang imam yang begitu teduh dan lembut tutur katanya.
Hari semakin sore, Sementara Syafa dan Fathimah asik bersantai di kamar, mereka mengobrol dengan akrab. Fathimah, si periang bertemu dengan Syafa yang cerita membuatnya tampak antusias menceritakan berbagai hal tentang dirinya dan keluarganya.
"Kak Syafa, aku senang banget, Kakak sebentar lagi jadi bagian dari keluarga kami. Ummi sayang banget sama kamu, kak," ucap Fathimah dengan senyum lebar.
Syafa membalas senyumnya. "Aku juga senang, dek. Aku berharap banget bisa jadi kakak yang baik buat kamu."
"Itu pasti! Kita pasti bakal jadi temen dekat, bestie. Aku udah ngobrol sama kak Hasby, minta kalian nanti tinggal dirumah ini lebih lama, tapi kak Hasby nolak, karena butuh ruang untuk kalian berdua. Nanti kak Syafa sering-sering ya main ke sini, biar kita bisa ngobrol terus jalan-jalan bareng," ucap Fathimah penuh semangat.
Syafa mengangguk. "Iyaa, dek. kakak pasti sering ke sini. Kita bisa bertukar cerita, atau kamu bisa minta saran dari kakak tentang semua hal! " jawab Syafa tak kalah semangat.
Fathimah gembira mendengarnya, obrolan keduanya semakin berlanjut.
Tanpa terasa, waktu berlalu cepat. Setelah membiarkan adik perempuannya membawa Syafa ke kamarnya cukup lama,Hasby menyadari hari sudah semakin sore. Dengan hati-hati ia mengetuk pintu kamar Fathimah.
Pintu pun dibuka, namun hanya sedikit. Menampakkan kepala Fathimah saja.
"Kenapa, kak?" tanyanya.
"Syafa harus pulang, Fathimah."
Tak lama muncul Syafa dibelakang Fathimah, membuat gadis itu mau tak mau membuka lebar pintu kamarnya.
"Sudah mau pulang, ya?" tanya Syafa.
Hasby mengangguk.
"Saya takut kamu pulang malam, nanti Ayah kamu marah," ucap Hasby.
Fathimah tampak kecewa, "Ah, kak Syafa udah mau pulang? Padahal aku masih pengen ngobrol sama kamu, kak."
Hasby menyentuh kepala adiknya untuk menenangkan.
"Ada saatnya kamu bisa ngobrol bebas sama Syafa, sekarang ini dia masih putri dari ayahnya."
"Kak Hasby kenapa masih baku bahasanya ke kak Syafa, sih?" tanyanya.
Hasby dan Syafa saling lihat.
"Em— karena kakak kamu itu juga dosen aku, dek. Jadi masih belum terbiasa," ucap Syafa.
"Nanti kalo sudah halal, nggak akan begitu lagi," ucapan Hasby sukses membuat wajah Syafa memerah.
"Sudah, Syafa?" tanya Hasby.
Syafa mengangguk cepat.
"Saya tunggu di mobil," ucap Hasby melangkah pergi, pria itu terlihat salah tingkah.
Fathimah masih belum rela ditinggal, Syafa jadi tidak tega. Sebelum pulang ia memberi gadis itu pelukan hangat.
"Jangan sedih, satuuu bulan lagi, oke? Nanti kita bisa ngobrol sepuasnya sampai kamu muak liat kakak," candanya.
"Mana mungkin aku muak, kak Syafa itu perempuan cantik."
Syafa mencubit gemas pipi Fathimah, gadis ini benar-benar masih polos.
"Makasih untuk hari ini, maaf kakak ngerepotin kamu banget. Sampai ketemu lagi, jaga kesehatan! Di hari akad kamu harus jadi princess nya kakak."
"Aku bakal kangen sama kamu, kak."
Syafa ikut bersedih, padahal keduanya bisa bertemu lagi. Namun ketulusan yang diberikan Fathimah membuatnya semakin tak tega untuk pulang.
"Boleh, kan? Aku pulang sekarang?"
Fathimah mengangguk.
"Hati-hati dijalan, kak."
Syafa melangkah keluar kamar sembari tersenyum ramah.
................
Perjalanan mengantar pulang Syafa terasa canggung bagi Hasby. Sebagai seorang pria, ia berusaha menjaga jarak dan sikapnya, Namun juga ingin mencairkan suasana. Tapi Hasby tidak punya nyari, akhirnya tidak ada percakapan sampai mereka tiba di depan rumah Syafa.
"Nah, sudah sampai," ucap Hasby.
"Terimakasih banyak ya, Pak." Syafa balas tersenyum dengan sedikit malu-malu.
Syafa bergegas membuka pintu mobil.
"Sampaikan salam saya ke Ayah, dan ... Syafa, selamat istirahat. " ucap Hasby, pria itu tidak menatapnya.
"Besok kamu ada kelas, kan?"
Syafa mengangguk.
"Tidur yang nyenyak ya."
"Pak Hasby juga, hati-hati dijalan. Jangan lupa buat istirahat yang cukup, semangat buat ngajar besok!" balas Syafa dengan nada ramah.
"Sampai ketemu nanti."
"Sa—sampai ketemu nantii, pak."
Syafa keluar dari mobil, lalu bergerak membuka pagar rumahnya. Dari sana ia tersenyum tulus sembari melambaikan tangan ke arah Hasby, Hasby membalasnya dengan lambaian kecil.
Ia menunggu sampai gadis itu benar-benar masuk ke dalam rumahnya dengan aman sebelum bergegas pergi. Mengingat sudah mendekati waktu sholat magrib.
Syafa masuk ke dalam kamarnya, ia buru-buru membersihkan diri lalu menunggu adzan berkumandang untuk melaksanakan sholat. Jantungnya masih berdebar-debar mengingat perjalanan pulang yang baru saja ia lalui bersama Hasby. Rasa canggung dan malu-malu yang tadi sempat menyelimuti, kini berganti dengan perasaan gembira dan salah tingkah.
Syafa tidak bisa menyembunyikan senyum bahagianya. Ia terus-menerus mengingat bagaimana wajah Hasby yang memastikan dirinya benar-benar masuk kedalam rumah.
Ia merebahkan diri di atas tempat tidur lalu memejamkan mata, berusaha menenangkan detak jantungnya yang masih berdebar tak karuan. Bayangan wajah Hasby yang tersenyum padanya terus terngiang di benaknya, seolah menjadi candu. Bahkan aroma maskulin dari parfum Hasby masih terasa di indra penciumannya.
"Ini hari pertama aku full semobil sama Pak Hasby!" gumam Syafa dalam hati, masih dengan senyum bahagia terkembang di wajahnya.
"Tapi ini belum seberapa ya, nanti kalo udah nikah. Dua puluh empat jam bisa mandangin wajah pak Hasby, aaaaaa ... Aku kayaknya butuh psikolog ini, aku takut jadi gila ngebayangin nya."
Suara lembut Hasby membuatnya jadi merindukan suara itu. Apakah pria itu merasakan hal yang sama? Syafa berharap banyak akan Hasby dan cinta darinya.
selamat buat syafa,, smg tdk ada aral melintang selama kehamilan ya