Dendam petaka Letnan Hanggar beberapa tahun lalu masih melekat kuat di hatinya hingga begitu mendarah daging. Usahanya masuk ke dalam sebuah keluarga yang di yakini sebagai pembunuh keluarganya sudah membawa hasil. Membuat gadis lugu dalam satu-satunya putri seorang Panglima agar bisa jatuh cinta padanya bukanlah hal yang sulit. Setelah mereka bersama, siksaan demi siksaan terus di lakukan namun ia tidak menyadari akan perasaannya sendiri.
Rahasia pun terbongkar oleh kakak tertua hingga 'perpisahan' terjadi dan persahabatan mereka pecah. Tak hanya itu, disisi lain, Letnan Arpuraka pun terseret masuk dalam kehidupan mereka. kisah pelik dan melekat erat dalam kehidupannya. Dimana dirinya harus tabah kehilangan tambatan hati hingga kembali hidup dalam dunia baru.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya???
Penuh KONFLIK. Harap SKIP bagi yang tidak biasa dengan konflik tinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Danton hilang.
Arlian masih saja menangis di kamar Bang Hanggar. Entah apa yang di rasakannya saat ini. Ia mengusap perutnya dengan perasaan tak karuan.
Tak lama terdengar langkah Bang Hanggar masuk ke dalam kamar. Ia melihat Arlian menangis di kamarnya.
"Ada apa? Kamarnya tidak nyaman? Kurang dingin? Atau ada yang sakit??" Tanya Bang Hanggar cemas.
"Kenapa Lian bisa jadi istri Abang lagi?" Arlian melirik Bang Hanggar dengan tatapan matanya.
"Lantas kau mau jadi istri siapa? Kalau jadi istrinya Dai Gao Zheng si artis China kekaisaran itu jelas tidak bisa." Jawab Bang Hanggar jengkel.
"Kenapa setiap laki-laki di dunia ini Abang cemburui??? Tidak Bang Raka, Dokter Bowo, sekarang Dai Gao Zheng, Li.........."
"Dengar ya dek, kau mau dengan mereka tapi belum tentu mereka mau denganmu. Hanya Abang saja yang kesurupan sampai bisa tergila-gila sama kamu." Ucap Bang Hanggar kesal.
"Tidak ada yang minta Abang untuk jatuh cinta. Lian juga bodoh dulu bisa jatuh cinta sama Abang. Sekarang tidak lagi, Lian sudah tobat." Jawab Arlian.
Keduanya pun akhirnya terdiam dan saling lirik. Perasaan Bang Hanggar rasanya amburadul tak karuan. Bisa-bisanya sang istri 'mencintai' laki-laki lain terutama artis China kekaisaran yang ada di ponsel milik Arlian.
Bang Hanggar memilih keluar dari kamar untuk menyembunyikan rasa kesalnya.
:
Siapa sangka hingga sore hari Dantim sama sekali tidak terlihat di area basecamp. Kepanikan pun terjadi. Hampir seluruh anggota mencarinya dengan kelengkapan dan persenjataan lengkap sesuai arahan dadakan dari Bang Raka.
Anggota begitu cemas dan takut Bang Hanggar mendapatkan bahaya pasalnya basecamp mereka begitu dekat dengan batas konflik.
"Kemana kamu Gar??" Gumam Bang Raka dengan seribu kepanikan.
"Pak Raka, Laras nggak kuat jalan." Kata Laras yang memang sudah begitu kelelahan.
Bang Raka menghentikan sementara pencariannya, hatinya juga merasa tidak tega dengan satu gadis yang turut ikut bersamanya.
"Ya sudah, kita istirahat sebentar..!!" Perintahnya.
Dokter Bowo mengedarkan pandangan ke segala arah. Ia mencari tanda keberadaan Dantim yang kemungkinan besar mengalami penculikan.
"Pak Raka, apa kita masih harus berjalan jauh?" Tanya Laras.
"Kita jalan sampai ada titik terang keberadaan Dantim. Memangnya ada apa?"
"Laras tidak kuat jalan lagi. Kaki Laras sakit." Kata Laras.
Bang Raka berjongkok dan melihat kaki Laras. Agaknya memang insting seorang tentara sulit di bohongi.
Perlahan Bang Raka membuka sepatu Laras. Benar saja dugaannya, seekor lipan berukuran besar sudah menyengat kakinya dan mulai bengkak membiru.
Bang Raka membuang nafas berat. Ia tidak mungkin mengatakan pada Laras bahwa kakinya di sengat lipan berukuran besar.
"Ada apa Pak?"
"Tidak usah panggil Pak. Saya tidak setua itu." Tegur Bang Raka. Ia mengambil sangkur dan sedikit melukai bekas sengatan matahari lipan untuk mengeluarkan racunnya.
"Mau apa??" Tanya Laras panik.
Bang Raka tidak banyak bicara. Ia hanya mengarahkan Laras untuk merebahkan diri dengan posisi kepala lebih tinggi lalu segera menekan luka sengatan.
Rintih kecil terdengar dari bibir mungil Laras dan sungguh hal itu begitu 'mengganggu' batinnya. Bang Raka menunduk namun ada tetesan bening yang ia simpan dan ia tahan dalam hatinya.
Mungkin karena terlalu nyeri, Laras hanya bisa memercing sembari meremas kerah belakang dari seragam Bang Raka.
"Tahan sedikit lagi. Hampir selesai." Kata Bang Raka.
"Pak Danton baik sekali, tidak seperti Pak Hanggar." Celetuk Laras terbata-bata.
"Pada dasarnya Hanggar adalah laki-laki yang baik, dia juga sopan, tidak sembarang berinteraksi dengan sembarang wanita dan dia adalah laki-laki yang selalu menggunakan logika dalam berpikir. Hanya saja, Hanggar paling tidak bisa jika 'barang' kesayangannya tersentuh orang lain. Semua bisa jadi celaka dua belas kalau barang yang di sukainya lecet." Jawab Bang Raka yang memang begitu memahami sahabatnya itu luar dalam.
"Jadi.. istri Pak Hanggar itu, Arlian ya?"
"Iya, Arlian memang istri sah Hanggar. Dan sudah ada anak dari pernikahan mereka." Ujar Bang Raka membenarkan keadaannya.
"Kalau Bang Raka???" Tanya Laras melirihkan suaranya.
"Saya duda.. anak satu." Jawab Bang Raka kemudian kembali menunduk dan terfokus pada kaki Laras yang bersih mulus.
Laras tersenyum dan menatap Bang Raka dengan perasaan yang begitu sulit untuk di artikan.
"Maaf kalau Laras lancang. Boleh Laras tau, kenapa Abang jadi duda?"
Bang Raka menghentikan sejenak kegiatannya lalu kembali mengeluarkan racun dari kaki Laras.
"Beliau sudah tunai dengan segala baktinya di dunia, sebagai istri saya dan menuntaskan tugasnya sebagai seorang ibu. Beliau beristirahat usai memberi kehidupan baru bagi putra kami, Bima." Jawab Bang Raka. "Mana obatmu, biar saya balut lukanya sekalian."
Laras begitu trenyuh melihat ketegaran seorang Letnan Arpuraka. Sungguh dirinya yang begajulan bisa bertemu dengan pria seperti Bang Raka.
"Beliau yang cantik jelita akan menunggu Abang di pintu surga. Wanita sholehah yang tidak pernah tergantikan. Simpan rindu Abang sampai saatnya bertemu kembali."
Seketika Bang Raka terisak-isak menumpahkan tangis. Sesak di dada begitu terasa menyiksa.
"Astaghfirullah hal adzim..!!" Bang Raka terus mengusap dadanya, ia berharap ini kali terakhirnya menangisi mendiang istrinya.
...
Laras merasa tidak enak karena sejak tadi Bang Raka menggendongnya. Pria tersebut santai saja seakan tiada lelah membawa dirinya di punggung.
"Turunkan Laras saja, Bang..!! Laras berat..!!" Pinta Laras.
"Di dunia ini tidak ada yang berat selama kita menjalani segalanya dengan ikhlas." Jawab Bang Raka. Ia melirik Laras yang sedang bersandar di bahunya.
"Apakah duda di dunia ini sangat menyenangkan sepertimu?? Dan berapa banyak wanita yang jatuh cinta padamu, Bang?" Tanya Laras.
"Mungkin hanya kamu saja yang keblinger sampai jatuh cinta sama duda seperti Abang. Asal kau tau, jarang ada gadis memperhitungkan seorang duda." Jawab Bang Raka tenang.
"Bagaimana kalau Laras berada dalam hitungan jarang?"
Bang Raka tidak menjawabnya. Ia mengarahkan pandangannya lurus ke depan. Hingga pandangan matanya tertuju pada sosok berbaju loreng terkapar di bawah sebuah pohon besar.
"Hanggar?????" Bang Raka menurunkan Laras dan segera menghampiri sahabatnya. Ia memeriksa denyut nadinya dan dengan cepat Bang Bowo pun ikut turun tangan. "Bagaimana?? Apa ada tanda gigitan ular atau hewan berbahaya lain??" Tanya Bang Raka pada Bang Bowo.
"Denyut jantungnya memang kencang sekali, tapi aku rasa Hanggar terkapar bukan karena gigitan ular. Jika dia tergigit ular, mungkin reaksinya tidak seperti ini. Coba lihat, matanya sembab..............."
Tak lama Bang Hanggar membuka matanya. "Ada apa kalian berkumpul disini?" Tanya Bang Hanggar dengan mata memerah.
"Ada apa katamu?? Kamu hilang dari pagi, ini sudah mau adzan Maghrib. Seharusnya kami yang tanya. Ada apa kau bisa sampai disini???" Ucap Bang Raka tiba-tiba naik darah melihat sahabatnya.
"Aku........ Aahh sudahlah, kalian tidak akan mengerti." Bang Hanggar kembali merebahkan diri sambil memiringkan tubuhnya dan membuat seluruh anggota menjadi bingung.
Sesekali Bang Hanggar mengatur nafasnya dan memegangi sisi pinggangnya.
Dengan cekatan Bang Bowo memeriksa pinggang sahabatnya.
"Jangan lancang. Aku tidak mau di sentuh sembarang orang." Tolak Bang Hanggar.
"Ya Tuhan, darimana lah datangnya gadis merepotkan satu ini." Gerutu Bang Bowo kemudian memaksa membuka pakaian Bang Hanggar dan melonggarkan ikat pinggangnya.
plaaakk..
Bang Bowo menepak lengan sahabatnya yang sudah membuat anggota pusing tujuh keliling. "Lihat ini, lukamu kembali sobek. Sebenarnya bagaimana tingkahmu sampai sampai bisa sobek lagi. Kamu bisa infeksi." Bentak Bang Bowo sebagai dokter.
"Jangan bentak aku, aku juga tidak memintamu mengurusku." Kata Bang Hanggar.
Mata Bang Raka dan Bang Bowo sampai melotot mendengarnya. Bagaimana seorang Danton gagah bisa bertingkah seperti ini.
"Apa kepalanya baru terbentur batu??" Bisik Bang Raka pada dokter Bowo.
"Sebentar aku cek dulu." Bang Bowo segera memeriksa bagian tubuh Bang Hanggar dengan teliti. "Tidak ada yang mencurigakan. Kenapa lah manusia satu ini. Bikin cemas saja."
.
.
.
.
mbak nara yg penting d tunggu karya terbarunya
buku baru kpn mbak.. 🙏 penasaran sm mbak Fanya dn Bang Juan.