Cantik dan kaya, dua hal yang tidak dimiliki oleh Anjani. Hal ini membuatnya diperlakukan secara tidak adil oleh suami dan keluarganya. Dihina, diselingkuhi dan diperlakukan dengan kasar, membuat Anjani akhirnya menyerah.
Keputusan bercerai pun di ambil. Sayangnya, sesuatu hal buruk terjadi pada wanita itu dan membawanya bertemu dengan seorang Kelvin Stewart yang merubah hidupnya.
Keinginannya saat ini hanya satu, yaitu membalaskan dendamnya pada Andrew Johanson Sanjaya, mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naya_handa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Untuk apa menolongku?
Di sebuah ruang perawatan, saat ini Anjani terbaring lemah. Banyak alat yang terpasang di tubuhnya untuk mempertahankan hidupnya. Baru satu alat saja yang di lepas yaitu pen di kakinya yang di lepas kemarin siang melalui tindakan operasi oleh dokter Bobby. Hanya meninggalkan sisa luka yang dijahit rapi dan rasa sakit yang berdenyut ngilu.
Kalau di hitung-hitung, wanita ini menjadi penghuni terlama di rumah sakit ini. Dan kalau dikalkulasikan, entah sudah berapa ratus juta bahkan mungkin milyaran uang yang dikeluarkan untuk menyelamatkan nyawa wanita yang tidak mereka kenal. Setiap harinya, ia sendirian di ruangan bercat putih ini. Hanya suara monitor jantung yang menemaninya berkicau. Sesekali ia ditemani oleh seorang laki-laki yang asyik terduduk di sofa sambil memainkan pensil di tangannya dan menggoreskannya pada selembar kertas putih. Sebuah sketsa wajah yang sedang ia buat. Entah wajah siapa yang berwarna hitam dan putih itu.
Suara mesin berbunyi lebih cepat beberapa kali, membuat Kelvin menoleh pada sosok yang terbaring itu. ia beranjak untuk memeriksa monitor ICU dan denyut jantung pasien ini sudah mulai naik. Sepertinya efek obat bius sudah benar-benar habis.
Kelvin mengambil stetoscope yang ada di atas lemari besi samping ranjang, lalu memperdengarkan suara napas dan suara jantung wanita ini, semuanya mulai normal. Paru wanita ini sempat tergores oleh patahan tulang iganya, hal itu yang membuat wanita ini nyaris pergi untuk selamanya. Beruntung Bobby sahabatnya berhasil mengoperasi wanita ini, hingga semua posisi tulang di tubuhnya berada pada posisi semua, walau masih harus menunggu penyembuhan.
Lapang perut juga di periksa oleh Kelvin. Luka operasi di permukaan kulit wanita ini sudah mengeriing dan bising ususnya sudah sangat normal. “Bagus, kamu bertahan dengan baik,” ucap Kelvin seraya memandangi wajah wanita itu. Ia setuju dengan ucapan Bobby saat berada di ruang operasi, bahwa wanita ini begitu kuat. Ia tidak mau menyerah dengan kondisi tubuhnya yang sudah terluka parah.
Saat sedang di pandangi, tiba-tiba saja ada air mata yang menetes di sudut mata Anjani. Kelvin segera mengambil sentre untuk memeriksa mata wanita itu. Pupilnya membesar dan mengecil mengikuti jarak cahaya yang dijadikan stimulasi oleh Kelvin. “Rupanya kamu sudah mau bangun,” ucap pria itu sambil tersenyum kecil. Ia tidak lagi beranjak dan memili bersidekap di samping Anjani sambil menunggu wanita ini membuka matanya.
Satu menit, dua menit sampai kemudian sekitar empat menit, bola mata di dalam rongga mata wanita itu tampak bergerak. Kelvin semakin tidak sabar karena artinya wanita ini akan segera membuka matanya. Benar saja, beberapa detik kemudian wanita ini membuka matanya dan menunjukkan matanya yang bening berbentuk almond. Hanya sudut mata kirinya saja yang masih merah.
“Kamu benar-benar sadar,” ucap Kelvin dengan rasa bahagia yang menyeruak di dadanya. Ia membungkukkan tubuh tingginya untuk mendekatkan jarak dirinya dengan wanita tersebut. Ia tersenyum pada wanita yang masih tampak kebingungan.
“Sekarang kamu ada di rumah sakit. Apa kamu ingat siapa namamu?” tanya Kelvin pelan-pelan.
Wanita itu tidak lantas menjawab. Matanya berputar melihat ke sekeliling ruangan yang ia tempati. Lagi sudut matanya menitikkan air mata saat sadar kalau ia masih benar-benar hidup. Hidungnya yang sempat patah, mulai bisa mengenali wangi pengharum ruangan yang lembut dan bercampur dengan bau alcohol, khas rumah sakit.
Bibirnya yang kering dan pucat, berupaya bersuara hingga membuat Kelvin merundukkan tubuhnya. “Anjani,” nama itu yang di sebut Anjani dengan lemah.
Kelvin tersenyum kecil mendengar suara pelan dan serak milik Anjani. “Senang rasanya melihat kamu terbangun, Anjani,” ungkap laki-laki ini dengan senyum terkembang.
Anjani berusaha tersenyum, tetapi sudut bibirnya yang terluka membuat wanita ini urung melakukannya. Wajahnya sangat kaku, mungkin karena banyak luka di wajahnya.
“Tunggu sebentar Anjani, aku akan memanggil dokter yang merawatmu.” Kelvin beranjak sebentar dari hadapan Anjani. Ia pergi keluar lalu kembali menutup pintu dengan perlahan. Anjani sendirian di ruangan itu. Cahaya lampu putih yang berada di atas kepalanya, membuat ia teringat pada sorot lampu mercusuar yang terakhir di lihatnya sebelum ia terjatuh ke dalam laut dan berakhir dengan tubuh yang nyaris hancur seperti ini.
Ia masih mengingat, bagaimana wajah dua orang itu saat membiarkannya terjatuh. Cheryl tampak sangat bahagia dan Andrew dengan wajahnya yang bodoh dan bingung. Rasa tendangan kaki Cheryl yang membuat wajahnya berpaling pun masih terasa hingga saat ini. Jauh lebih sakit di banding luka-luka operasi di tubuhnya. Tendangan itu pula yang membuat Anjani berhenti bertahan dan akhirnya jatuh ke laut.
Ia masih merasakan sakitnya saat tubuhnya terjatuh di atas air. Seluruh tubuhnya seperti hancur. Kepalanya membentur karang dan tubuhnya terombang-ambing oleh ombak. Entah apa yang membuat organ-organ di tubuhnya terluka parah seperti ini. Ia tidak mengingat apapun, selain rasa sesak saat ia tenggelam tanpa bisa bertahan. Anjani juga masih penasaran, bagaimana cara tuhan mengirim orang baik yang sudah menyelamatkannya?
“Selamat malam,” suara ramah dan bersahabat itu terdengar dari mulut seorang laki-laki berjas putih yang memasuki ruangan dengan senyum terkembang. Laki-laki itu mengenakan baju khas tim medis rumah sakit, berwarna biru.
Anjani ingin menimpali, tetapi bibirnya terlalu kaku. Rahangnya juga sakit saat ia berbicara banyak.
“Hallo, perkenalkan saya Bobby, dokter spesialis bedah orthopedi yang menanganimu. Siapa namamu?” laki-laki itu bertanya sambil menatap lekat mata Anjani. Namanya sesuai dengan nama yang terbordir di dada kanannya.
“Anjani,” suara halus itu kembali terdengar.
“Gimana kabarmu hari ini, non Anjani?” Bobby menggenggam tangan Anjani yang masih lemah.
“Sakit,” hanya itu suara yang terdengar.
Bobby mengangguk paham. “Mari berjabat tangan dengan saya,” Bobby menggenggam tangan Anjani dan Anjani berusaha membalasnya, masih cukup lemah. Tetapi paling tidak, wanita ini masih bisa menggunakan kedua tangannya dengan baik.
“Okey, good job. Ngomong-ngomong, sudah berkenalan dengan pria tampan ini?” Bobby menunjuk Kelvin yang berdiri di sampingnya. Anjani menggeleng, sejak tadi laki-laki ini memang belum memperkenalkan dirinya.
“Perlu ku kenalkan?” Bobby menatap Anjani dan Kelvin bergantian.
“Aku bisa melakukannya sendiri,” timpal Kelvin pada sahabatnya. “Perkenalkan, aku Kelvin. Senang melihatmu siuman,” imbuh laki-laki itu seraya tersenyum. Anjani pun berusaha tersenyum, tetapi lagi bibirnya terlalu kaku. Dua laki-laki baik hati ini telah menjadi penolong hidupnya yang hancur. Ia diselamatkan kembali dari suaminya yang telah tega membuangnya. Banyak hal yang ingin ia tanyakan. Salah satunya,
“Untuk apa kamu menyelamatkanku?” Anjani menimpalinya dengan terbata-bata dan pelan.
****
ingat di ujung cambuk kehidupan ada emas berlian intan menanti mu✌️