“Jadi kapan internet saya aktif kembali? Saya tidak akan menutup teleponnya jika internet saya belum aktif!” hardik Peter.
“Mohon maaf Pak, belum ada kepastian jaringan normal kembali. Namun, sedang diusahakan secepatnya,” tutur Disra.
“Saya tidak mau tahu, harus sekarang aktifnya!” ucap Peter masih dengan nada tinggi.
Disra berniat menekan tombol AUX karena ingin memaki Peter. Namun, jarinya tidak sepenuhnya menekan tombol tersebut. “Terserah loe! Sampe bulu hidung loe memanjang, gue ladenin!” tantang Disra.
“Apa kamu bilang? Bisa-bisanya memaki pelanggan! Siapa nama kamu?” tanya Peter emosi.
Disra panik, wajahnya langsung pucat, dia melihat ke PABX-nya, benar saja tombol AUX tidak tertanam kebawah. Sehingga, pelanggan bisa mendengar umpatannya.
Gawat, pelanggan denger makian gue!
***
Novel pengembangan dari cerpen Call Center Cinta 🥰
Ikuti kisah seru Disra, yang terlibat dengan beberapa pria 😁
Happy Reading All 😍
IG : Age_Nairie
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon age nairie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 Ciuman Pertama
Di dalam lift, Disra hanya bisa menahan sakit perutnya.
"Apa sangat sakit? Perlu kita ke rumah saki?" tanya Melvin.
"Tidak apa. Aku bisa menahannya," ucap Disra. Tak menyangka nyeri haid hadir secara tiba-tiba.
Melvin menekan tombol password apartemennya. Mereka masuk ke dalam apartemen.
Disra mengedarkan pandangan di apartemen Melvin. Cukup mewah untuk ukuran golongan sepertinya. Meskipun tak banyak warna dan hanya didominasi warna silver. Namun, termasuk nyaman dihuni.
"Di mana toiletnya?" tanya Disra.
"Di sebelah sana," tunjuk Melvin pada pintu kamar mandi.
"Boleh saya minta pembalutnya?" tanya Disra malu-malu. Pria yang tak akrab padanya. Namun, bersedia membelikan sesuatu yang sangat sensitive bagi wanita.
Melvin mengeluarkan pembalut dari kantong plastik. Dia mengeluarkan dua jenis pembalut. Berwarna biru dan berwarna hijau. "Biasa pakai yang mana? Ini yang ada sensasi dingin, kalau yang ini herbal," ujar Melvin mengangkat bergantian pembalut yang diterangkan. Biru sensasi dingin dan hijau yang herbal.
"Yang mana saja," ucap Disra mengerutkan dahinya.
"Yang 30 cm atau yang 26 cm?" tanya Melvin lagi. "Tadi, aku juga beli yang 35 cm," tambahnya.
Disra tak tahan dengan ocehan Melvin. Dia merampas secara asal pembalut yang ada di tangan Melvin. Lalu beranjak pergi ke toilet.
"Tunggu!" seru Melvin.
"Ada apa?" tanya Disra menghentikan langkahnya dan menoleh kepada Melvin.
"Tunggu dulu," ujar Melvin lagi. Dia masuk ke dalam kamar. Secepat kilat kembali dengan membawa celana training panjang. "Kau pasti membutuhkan ini." Melvin menyodorkan celana training tersebut.
Disra sedikit terharu. Dia mengambil celana training tersebut. "Terima kasih," ucapnya tulus. Dia berjalan menuju toilet.
"Tunggu," ucap Melvin.
Disra menghentikan langkahnya. Dia berbalik menghadap Melvin dengan wajah masam.
Mau ke toilet saja susah amat!
Disra hanya bisa menggerutu dalam hati. "Ada apa lagi?" tanyanya.
Melvin mengambil sesuatu di dalam kantong belanja. "Kau pasti butuh ini, aku beli di mini market. Aku harap ukurannya pas," terang Melvin tanpa rasa malu.
Wajah Disra berubah merah. Bagaimana bisa, pria itu menyodorkan panties begitu santai sedangkan dirinya sedang menahan malu. Disra langsung mengambil panties dari tangan Melvin. "Terima kasih," ujarnya seraya berlari masuk ke kamar mandi.
"Handuk sudah tersedia di dalam kamar mandi!" ujar Melvin sedikit berteriak.
Disra semakin cepat menuju kamar mandi. Perutnya yang sakit datang bulan ditambah dengan rasa malu membuat dirinya ingin menghilang dari dunia ini.
Disra langsung mengunci kamar mandi dan mulai menyelesaikan segala urusan wanita. Panties yang diberikan oleh Melvin sangat sesuai dengan tubuhnya.
"Bagaimana dia bisa tahu ukuranku," gumam Disra.
Dia langsung mencuci panties yang ternoda, tidak lupa mencuci celana panjang cream dan blazer milik Melvin.
Setelah selesai, dia keluar dari kamar mandi dengan menggunakan celana training. Melvin sedikit tertawa ringan melihat Disra yang menggunakan kemeja dengan bawahan celana training.
"Boleh aku minta kantung plastik?" pinta Disra.
"Boleh," jawab Melvin. Dia beralih ke dapur dan mengambilkan kantong plastik untuk Disra.
Disra masuk ke dalam kamar mandi dan memasukan panties, celana panjang dan juga blazer milik Melvin.
"Apa itu?" tanya Melvin melihat Disra membawa kantung yang terlihat berat.
"Aku harus membawa pakaianku dan boleh aku bawa blazermu pulang?" izin Disra.
"Kau suka blazernya? Itu model pria," terang Melvin.
Disra mengangkat tangannya dan melambai menandakan dirinya menyangkal tuduhan Melvin menyukai blazer nya. "Bukan itu, blazermu ternoda. Jadi, aku mau bawa pulang untuk dibersihkan," jelas Disra. Meskipun dia sudah mencuci bagian yang sedikit ternoda. Namun, dia masih ada niat baik untuk mencuci secara menyeluruh blazer tersebut.
"Tidak perlu dibersihkan, tidak perlu repot-repot dicuci," terang Melvin.
"Aku harus bertanggungjawab, blazer mu kotor karena diriku," ujar Disra. "Setelah di cuci, baru aku kembalikan padamu. Begitupula dengan celana training ini," tunjuk Disra pada celana training.
"Tidak perlu, tinggal buang saja," ucap Melvin. Dia tak ingin Disra lelah mencuci. Lebih baik dibuang dari pada harus membuat gadis yang disukainya lelah mencuci pakaiannya.
Disra mengernyitkan dahinya. "Maaf, aku mengotori pakaianmu. Aku tahu kau pasti jijik menggunakan blazer bekas pakai orang lain meskipun sudah dicuci," terang Disra menundukkan kepala.
"Bukan seperti itu maksudku. Maksudku adalah ...."
"Aku pamit pulang!" potong Disra berjalan menuju pintu keluar.
Melvin mengejar Disra. "Dis, kamu salah sangka. Bukan maksudku seperti itu. Aku hanya tak ingin kamu direpotkan dengan mencuci pakaian. Itu saja."
"Ini hanya satu potong blazer dan celana training, dan kau bilang aku lelah mencucinya. Bukankah itu hanya merupakan suatu alasan?"
"Tidak! Kau benar-benar salah paham maksudku," terang Melvin.
"Terserah apa yang kau katakan. Aku tetap dengan pemikiranku sendiri."
"Aku tidak pernah jijik padamu!" teriak Melvin.
Disra menoleh sekilas. Setelah itu dia memegang handle pintu berniat keluar dari apartemen Melvin.
Bruk! Melvin mendorong pintu hingga tertutup. Disra terkejut akan sikap Melvin. Dia menatap nanar pria itu.
"Aku tidak pernah merasa jijik padamu. Bagaimana aku jijik padamu. Jika, aku menyukaimu," ucap Melvin tegas.
Disra hanya terpaku, tak tahu harus berbuat apa. Dalam kebingungan, wajahnya ditangkup oleh Melvin. Tanpa aba-aba, Melvin langsung mencium Disra dengan lantang.
Disra melebarkan matanya saat merasakan bibirnya menempel sempurna dengan dosennya. Dia hanya diam ditempat, merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Sedetik kemudian, dia mendorong Melvin. "Apa yang kau lakukan?" tanya Disra meninggikan suaranya.
"Sudah kukatakan aku tidak pernah jijik padamu," jelas Melvin.
"Tapi tidak perlu menciumku, Brengs*k!" teriak Disra.
Disra tak habis pikir dengan pria di depannya. Untuk membuktikan tidak jijik, pria itu menciumnya. Disra membuka pintu dan berlari keluar apartemen Melvin.
Melvin terus mengejar Disra. "Disra, tunggu. Aku benar-benar menyukaimu," celoteh Melvin.
Disra berhenti dan menatap tajam. "Lalu, apa urusanku dengan kau menyukaiku? Apa karena kau menyukai lantas dengan seenaknya melecehkanku?"
Melvin melebarkan matanya. Wanita di depannya salah pengertian. "Dis, kau salah sangka. Aku tidak bermaksud melecehkan mu. Itu karena ....'"
Ucapan lantang Melvin di depan kelas tidak berguna saat berhadapan dengan Disra saat ini. Dia bingung menjelaskan pada wanita di depannya bahwa itu hanya bentuk proyeksi dari rasa sayangnya.
"Apa namanya mencium seorang gadis tanpa izin? Kau bahkan bukan kekasihku!" hardik Disra.
Disra terus berjalan hingga masuk ke dalam lift. Melvin hendak masuk ke dalam lift.
"Stop!" Disra mengangkat tangannya sebelah, menggeleng kepalanya. Memberi tatapan tajam pada Melvin agar pria itu tidak masuk dalam lift.
Melvin berdiri di depan lift dengan pandangan tak lepas dari gadis di dalam lift. Pintu lift mulai tertutup. Tinggal 20 cm lift tertutup, Melvin menggumamkan nama gadis itu. "Disra," lirihnya. Kemudian, lift tertutup sempurna.
"Aku pastikan memiliki hak sepenuhnya atas dirimu," gumam Melvin.
dandan yg cantik, pake baju kosidahan buat Dateng kondangan Marvin /Facepalm/