Tidak terpikirkan oleh Sabrina lulus kuliah kemudian menikah. Pertemuanya dengan Afina anak kecil yang membuat keduanya saling menyayangi. Lambat laun Afina ingin Sabrina menjadi ibu nya. Tentu Sabrina senang sekali bisa mempunyai anak lucu dan pintar seperti Afina. Namun tidak Sabrina sadari menjadi ibu Afina berarti harus menjadi istri Adnan papa Afina. Lalu bagaimana kisah selanjutnya? Mampukah Sabrina berperan menjadi istri Adnan dan menjadi ibu sambung Afina???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Trauma masa silam.
Makan siang pun selesai, Bobby mengantar Sabrina pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan Sabrina dengan Adnan tidak saling sapa, padahal ia duduk bersebelahan di tengah. Jika Adnan menyapa itu karena menyambung ucapan Afina.
Hanya Bobby yang sering melempar kata-kata sindiran yang ditujukan pada siapa lagi? Jika bukan Adnan dan juga Sabrina.
Sedangkan Afina baru lima menit di dalam mobil langsung tidur.
"Terimakasih Pak Adnan, Pak Bobby," ucap Sabrina ketika turun dari mobil.
"Sama-sama cantik... besok kita ketemu lagi ya," Bobby antusias menjawab. Adnan yang sedang memangku Afina hanya mengangguk saja.
Entah mendengar atau tidak, Sabrina tidak lagi menjawab Bobby. Ia bergegas masuk ke rumah karena tugar kuliah maupun privat anak-anak sudah menunggu.
"Nan, cepat kawin ni tuh cewek, nanti keburu di ambil orang loh," goda Bobby.
"Jangan berisik! Anak gw lagi tidur!" ketus Adnan yang sedang bersandar di jok memejamkan mata.
"Ok! Fix jadi nggak mau nih? Kalau begitu, buat gw saja lah," pungkas Bobby, karena mereka sampai tujuan.
Setelah memasukan mobil Adnan ke garasi, Bobby pindah ke mobil miliknya. Karena tadi ketika ke kampus. Bobby memilih numpang mobil Adnan.
Adnan menggendong Afina ke dalam, namun ketika hendak nanjak anak tangga, bermaksud menidurkan putrinya di kamar. Afina tiba-tiba terbangun.
"Papa... Bunda kemana?" tanya Afina menoleh kanan kiri baru sadar jika sudah sampai di rumah.
"Tante Sabrina sudah pulang ke rumahnya sayang... kan harus mengajar," Adnan menjelaskan pada putrinya.
"Kenapa aku nggak di bangunin! Hiks hiks hiks" Afina kesal memukul-mukul dada papanya pelan. Tangis Sabrina semakin kencang hingga terdengar oleh Fatimah.
"Ada apa Nan?" tanya Fatimah mengambil alih Afina dari gendongan putranya.
"Papa nakal! Bunda pulang aku nggak di kasih tahu!" Afina mengadu di sela-sela isak tangis.
"Sayang... besok kan bertemu lagi sama Bunda, sekarang Afina bobo lagi ya," Fatimah menghiburnya.
"Nggak mau... aku mau sekarang!" rengek Afina.
Hingga satu jam Adnan dan Fatimah membujuk Afina tapi tidak juga diam.
"Okay... kita kerumah Bunda sama kakek yuk," papa Rachmad yang mendengarkan dari ruang kerja sejak tadi memilih mengajak cucu nya ke rumah Sabrina.
"Tapi Pa" Adnan bermaksud mencegah namun papa Rachmad sudah keluar.
"Adnan, sampai kapan kamu akan terus begini Nak? Jangan egois, pikirkan kebahagiaan anakmu!" ketus Fatimah.
Tin tin tiiinnn..
Klakson berbunyi kencang, Fatimah segera menyusul suaminya ke luar. Tidak pamit pada Adnan.
Adnan membiarkan orang tua dan anaknya pergi. Ia kemudian melangkah tidak bersemangat menapaki anak tangga. Hingga sampai di depan pintu kamar, mendorong nya.
Di lempar nya jaket ke sofa kemudian mendudukan bokong dengan kasar, menyugar rambutnya gusar. Kenapa jika ia mendengar orang menyebut masalah menikah seolah menjadi momok yang menakutkan?
Jika boleh memilih, ia tidak akan menikah lagi hingga ajal menjemput. Mengapa ia tidak tumbuh normal seperti orang kebanyakan. Pernikahan mereka bisa bahagia seperti mama, papa, dan juga orang-orang sekitar. Mengapa dirinya tidak merasakan itu?
Flashback on.
Jika di malam pertama sungguh indah dan di nanti-nanti oleh kebanyakan orang, tentu tidak untuk Adnan. Ia merasa enggan untuk tidur bersama Bella. Betapa tidak? Pernikahan yang di paksakan dan tidak ada rasa cinta sedikitpun, membuat Adnan ingin minta waktu. Dan tidak hanya itu, perilaku buruk yang dimiliki Bella membuat Adnan berpikir dua kali. Namun dengan bujuk rayu Bella dan juga nafkah batin yang harus Adnan lakukan. Walaupun bagaimana, Bella adalah istrinya. Hari ke tujuh setelah pernikahan mereka, Adnan berhasil membobol gawang Bella.
"Katakan! Kamu berikan kepada siapa kegadisan kamu Bella?" Adnan memunggunngi Bella, harus menerima kenyataan pahit ternyata mahkota Bella pun sudah tidak di sandang.
"Bicara apa sih Nan, ya jelas untuk kamu lah!" sanggah Bella.
Semenjak malam itu, Adnan tidak bisa lagi memberi nafkah batin pada Bella. Syahwat nya menjadi lemas walaupun mencoba namun tidak bisa.
Tentu Bella tidak terima di perlakukan seperti itu. Pernikahan mereka hanya di atas kertas. Pertengkaran terus terjadi. Jika Adnan memilih menyibukkan diri untuk bekerja. Tentu tidak untuk Bella. Ia selalu keluyuran siang malam, bahkan tidak jarang mabuk-mabukkan.
Hingga tiga bulan kemudian Isabella hamil, tentu Adnan menyambut dengan senang. Jika Adnan berusaha untuk memperbaiki rumah tangganya yang sudah di ujung tanduk. Namun tidak untuk Bella.
Dalam keadaan hamil pun ia tetap keluyuran. Hingga pada suatu malam sampai dini hari Bella tidak juga pulang.
Di salah satu club malam, Adnan masuk ke dalam. Walaupun notabene adalah seorang pria, Adnan belum pernah singgah ke tempat itu. Jika bukan karena demi anaknya yang di kandung Bella. Adnan tidak akan sudi, dini hari datang kemari lebih baik tidur bagi Adnan.
Dam, dam. Bum, Bum. Musik berdentam-dentam.
Ruangan yang hanya di sorot kerlap kerlip lampu temaram. Adnan mengedarkan pandangan, menyingkirkan tangan-tangan wanita yang sedang merayu mengajaknya bersenang-senang.
Dan pada akhirnya bola matanya tertuju pada wanita berpakaian minim sedang berjoget di antara pria dan wanita. Siapa lagi jika bukan Isabbela sang istri.
Adnan menarik napas sesak. Dengan cepat ia menarik tangan istrinya secara paksa. Walaupun Bella meronta-ronta ingin melepaskan diri dari cengkeraman tangan Adnan.
"Kenapa kamu mengganggu kesenangan gw, Nan?!" Bella marah-marah setelah Adnan memaksa nya masuk. Di dalam mobil Adnan tidak menjawab umpatan Bella yang sudah setengah mabuk. Bau alkohol membuat Adnan ingin muntah namun ia fokus menyetir yang dia pikir segera sampai di rumah.
Brak.
Bella menendang kursi meja makan saat melawati hendak ke kamar.
"Mau sampai kapan kamu begini Bella? Mabuk-mabukkan terus, memang ada, wanita seperti kamu itu?" Adnan menyangkutkan kunci mobil setelah menyimpan ke garasi.
"Perduli apa loe Nan, jangan perdulikan gw! Gw mau apa itu bukan urusan loe," Sarkas Bella.
"Heh! Perlu loe tahu Bella! Gw sampai rela tengah malam menjemput loe bukan karena loe! Tapi demi anak yang loe kandung," Adnan tak kalah emosi.
Pertengkaran malam itu meledak seperti bom atom. Keduanya tidak ada yang mau mengalah. Bella memukul-mukul perutnya sendiri dengan kedua kepalan tangan.
Tak elak lagi tangan Adnan melayang di pipi Bella hingga memerah.
"Dengar Bella! Mulai malam ini, gw talak loe! Jika anak dalam kandungan loe lahir nanti, gw akan ceraikan loe secara hukum!"
Flashback off.
"Aaagggghhh..." Adnan berteriak di dalam kamar, kemudian masuk ke kamar mandi, di putarnya kran air. Mengguyur tubuhnya dalam keadaanya masih berpakaian rapi. Begitulah Adnan, faktor truma masa silam. Membuat nya tidak ingin berkomitmen.
****
...Happy reading....
lbh gk nyambung lg 🤣🤣🤣🤣
hajar bello